janji

1.3K 133 20
                                    

Part 19 (Janji)
.
Hujan turun begitu lebat. Sesekali kilat dan gemuruh di langit, mampu mengejutkan siapa pun yang mendengarnya. Naysilla mempererat cardigan miliknya. Sekedar menjaga hawa panas tubuhnya.

"Diminum, Nay!" kata Sean yang baru datang, sembari membawa dua gelas cokelat panas.

Naysilla tersenyum, seraya menyambut uluran salah satu gelas tersebut.

"Wah ... sepertinya akan lama kita berteduh di sini." Sean menatap langit yang masih berwarna kehitaman.

"Ya, mau bagaimana lagi. Sudah takdir."

Naysilla menyeruput cokelat panas itu. Rasanya menyenangkan bisa meminumnya, di saat cuaca sedang seperti ini.

Hari ini memang Sean mengajaknya pergi. Sesuai rencana, mereka akan ke rumah Clara. Mantan pengajar di akademi dulu.

Sebelumnya Sean sengaja pulang ke rumahnya terlebih dahulu. Untuk mengambil motor besarnya. Itu akan mempermudah mereka dalam meneruskan pencarian.

Tapi siapa sangka, saat perjalanan menuju rumah Clara, hujan tiba-tiba turun, sehingga di tengah perjalanan, mereka harus berteduh, di salah satu food court di pinggir jalan.

"Apa rumah Clara masih jauh?"

"Hemm ... tidak juga. Dia tinggal di perumahan, di ujung jalan ini. Harusnya jika hujan tidak turun, kita sudah sampai di rumahnya."

Sean menganggukan kepalanya tanda mengerti. Tiba-tiba ia terdiam. Tetes demi tetes and air hujan, seperti mampu menghipnotis dirinya. Berbagai memori seolah berputar di pikirannya. Tentang rasa sayangnya pada sang adik, membuat ia tak mau kehilangan seseorang, yang dengan senang hati, selalu berbagi apapun itu.

"Syahnaz ...." panggilnya lirih dan pelan.

Mungkinkah mereka mampu menemukan siapa pelakunya? Atau ... bisakah Syahnaz pada akhirnya bisa kembali tersadar, dan beraktifitas seperti sedia kala? Beribu pertanyaan terus bergelayut di pikirannya.

Sean hanya takut, apa yang ia lakukan itu hanyalah hal sia-sia. Ia takut tak bisa menemukan titik terang. Ia takut kehilangan sosok saudarinya itu.

Di saat kekalutan melanda dan menyelimuti Sean. Sebuah tangan lembut, menggenggam tangannya erat.

Sean menoleh. Ia melihat senyuman manis dari perempuan di sebelahnya.

"Kamu tidak perlu mencemaskan apapun. Aku yakin kita pasti bisa menguak misteri itu. Dan Syahnaz pasti akan membuka matanya kembali. Jadi kamu tidak perlu khawatir, oke?" ucapnya lembut.

Sean tersenyum. Sebuah rangkaian kalimat motivasi yang tentu sangat Sean harapkan. Ia bersyukur sedang bersama dengan Naysilla saat ini. Gadis itulah yang selalu membuat dirinya kuat.

"Terimakasih."

Akan tetapi senyuman itu segera berakhir, ketika HP Naysilla di atas meja, memperdengarkan deringnya. Dan tepat di layar Hp itu, tertulis nama Hervian. Sean langsung  jengah  seketika.

Gadis itu Ingin mengangkatnya, sebelum akhirnya tangan mungil itu di tahan oleh Sean. Laki-laki itu tentu tidak sudi, jika Naysilla menerima telepon dari pria lain. Terlebih itu Hervian.

"Sean ... kenapa kamu melakukan hal itu?"

"Jangan menerima telepon darinya!"

"Sean! Kamu lupa bahwa sekarang aku berpacaran dengannya? Ya meski sebenarnya pura-pura. Tapi kan ...."

"Tidak boleh!"

"Sean ...! Bagaimana jika Hervian nantinya memberi tahukan ke orang-orang bahwa kamu itu tengah menyamar?!"

"Jika hal itu terjadi, tentu aku bingung harus bagaimana. Tapi tetap saja ... aku tidak bisa menyerahkanmu padanya." Jawaban Sean terdengar santai. Tak ada raut wajah khawatir padanya.

Naysilla menggelengkan kepalanya heran. "Aku sungguh tak mengerti jalan pikiranmu," keluhnya.

*****

Begitu hujan reda, mereka pun melanjutkan perjalanan menuju kediaman Clara. Entah moodnya sedang tidak bagus, atau  gadis itu masih merajuk, Naysilla sama sekali tidak berbicara. Kecuali mengarahkan jalannya pada Sean tentu.

"Ada apa sih, Nay?"

Laki-laki itu akhirnya tidak tahan juga. Ia menepikan motornya di pinggir jalan.

"Apanya yang apa?" balas Naysilla cuek.

"Kenapa kamu hanya diam saja?"

"Kamu tidak perlu mempedulikan aku, Sean. Cepatlah jalan!"

"Kamu marah?"

Kali ini kening Naysilla mengkerut. Ia sungguh heran dengan pemikiran laki-laki di hadapannya itu.

"Apa aku marah?! Ya ... aku marah padamu! Kenapa tadi kamu tidak membiarkanku mengangkat telepon dari Hervian? Aku takut dia curiga, dan membongkar identitasmu, Sean! Aku
kepikiran masalah itu. Aku gak mau kamu terlibat masalah. Apa aku salah jika aku mengkhawatirkan dirimu?"

"Nay ...."

"Sayangnya kamu gak peduli akan hal itu! Iya kan?"

"Aku peduli, Nay ... Hanya saja, aku tidak tahan jika kamu terus bersamanya. Jadi lupakan pacaran palsu itu. Kamu hanya boleh menjadi milikku. Kamu mengerti?"

"Sean ...."

"Aku akan segera menyelesaikan masalah ini. Aku pasti akan baik-baik  saja."

" Kamu. .. kamu janji akan baik-baik saja?"

"Janji."

Dan pada akhirnya, sebuah senyum simpul terlihat di wajah mungil itu.

"Berangkat?" tanya Sean.

"Berangkat ...." ucap Naysilla girang.

*****

Akan tetapi, lagi-lagi harapan tidak sesuai kenyataan. Begitu sampai di kediaman Clara, pembantu di rumah tersebut mengabarkan bahwa majikannya, telah masuk rumah sakit. Jadi dia tidak berada di sana

Tapi Sean dan Naysilla tak menyerah. Merasa tak ingin perjalanan mereka sia-sia, Sean dan Naysilla memutuskan untuk menjenguk Clara di rumah sakit.

Berbekal selembar kertas informasi tempat Clara menginap, Sean dan Naysilla, mulai melanjutkan perjalanan.

Mereka pun sampai di lobi rumah sakit.

"Ini kan ...."

"Tempat Syahnaz di rawat." Sean melanjutkan.

*****

To be continued

Huhuhu maaf ya pemirsa. Cuma ini yang bisa ku tulis. Aku akan berusaha secepatnya mengejar part 20. I hope ... 😅😊

Beautiful ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang