Mereka bilang hujan membawa ribuan kenangan bersama setiap rintiknya, dan kini aku tau kenapa aku sangat merindukanmu malam ini. Riak suaranya menyentuh tanah seolah mengejekku, karena mereka bersama dan aku sendiri. Biasanya radio itu mampu menenangkanku dikala suntuk. Tapi malam ini aku seperti muak dengan semua bualan-bualan mereka tentang cinta. Bahkan kopiku terasa lebih pahit dari biasanya. Semua menjadi tidak bersahabat. Mataku nanar menatap setiap lampu-lampu yang tegak berdiri dikejauhan, mereka seperti menjadi penonton setia saat kenangan mulai menyeret dan menghajarku hingga lebam dan membiru. Lalu saat angin ikut andil meredam teriakan kepedihanku. Pohon-pohon itu, daun-daun itu, ah mereka dengan congkaknya bertepuk tangan melihatku tertunduk dan berlutut diatas sebuah harapan yang mulai memudar. Ada sesak yang tidak bisa aku jelaskan, bahkan hanya dengan sebuah bahasa isyarat. Apa ini benar-benar rindu? aku bahkan benci jika harus menyebutnya begitu. Aku benci jika harus mengakui aku telah kalah berulang-ulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku dan sebuah perpisahan
PoetryAdakah yang lebih menyakitkan dari sebuah perpisahan?