3

6.3K 309 2
                                    

Pria itu adalah Kazuo Ito. Penerus tunggal klan Ito generasi ke 10. Di tanah Osaka tempat kelahirannya, para Yakuza mengambil peran penting dalam organisasi ilegal para pejabat jepang.

Beberapa anggota juga tetua mereka terbunuh karena urusan yang disembunyikan. Di usianya yang relatif muda, Kazuo dituntut menjadi pemimpin kedua setelah sang paman.

Yasuo Ito, ayah Kazuo, terbunuh oleh seseorang. Sedang ibunya entah kemana. Para istri Yakuza banyak yang memilih pergi dan dianggap mati. Kehidupan penuh darah dan pertengkaran memang hal umum. Ya, hanya orang dengan kewarasan minim yang mampu bertahan di lingkungan seperti itu.

"Aku benci barang bekas, jadi memilih yang belum tersentuh oleh siapapun. Tapi, sepertinya kau bahkan tidak memiliki apapun untuk ditunjukkan padaku," Kazuo menyeringai remeh. Ia mengambil rokok juga pematik dari laci nakas. Tatapan pria tinggi itu tidak lepas dari wajah Yui, yang mematung tanpa melakukan apapun.

Sebenarnya mudah untuk telanjang di depan pria yang telah membelinya. Toh, ia sudah berpikir matang saat akan menjual diri. Tapi, tingkah Kazuo menarik. ia tidak sama dengan hidung belang lainnya. Caranya menatap seperti seseorang yang ingin memastikan sesuatu.

"Biar kutebak, apa kau juga belum pernah melakukannya?" Wajah Yui yang mulanya menunduk, perlahan mendongak. Tatapan itu, jelas tidak dimiliki oleh sembarang perempuan. Kazuo akhirnya yakin, pilihannya tidak salah.

"Apa kau sedang mengejekku?" Kazuo menghembuskan asap rokok itu ke udara. Auranya terlihat tenang dan tidak terpancing sedikitpun. "Aku sudah membelimu, jadi turuti saja, kalau tidak, Mae san akan memberi setengah harga bayar karena pelayananmu tidak memuaskan."

Yui tak lagi berkutik. Benar, ada yang janggal. Pelanggan pertamanya itu sangat mencurigakan. Selain masih muda dan kaya, sosoknya tidak sejelek itu hingga harus membayar perempuan. Tubuhnya bahkan kuat, seakan sengaja dibentuk untuk memukau para wanita.

"Cepat, sialan!" Kazuo akhirnya meledak. Ia berdiri, menghampiri Yui dengan tatapan marah. "Jadi, kau ingin aku memaksamu?"

"Aku akan melakukannya," potong Yui diam-diam menyembunyikan sikunya yang gemetar.

Saat pandangan mereka berbentur, ingatannya seakan terlempar pada kenangan masa kecilnya. Sang ayah sering berteriak dengan tatapan seperti itu.

Dia Yakuza? batin Yui ketakukan. Selama ini ia sudah bersembunyi dan menghindar. Bahkan 7 tahun terakhir, Yui sudah mampu mensugesti pola pikirnya.

Bahwa, ia bukan seorang putri dari mantan Yakuza.

"Kulitmu bagus juga. Kupikir sedikit gemuk, tapi saat dibuka, seperti hadiah kejutan bagiku." Kazuo mematikan bara rokoknya. Menyuruh Yui berputar dengan masih memakai potongan bra dan celana dalam.

Sebebal apapun perasaan Yui, ini adalah pertama kalinya ia melepas pakaiannya di depan seorang pria. Pipinya mendadak panas saat mata Kazuo menatap penuh hasrat.

"Kemari, duduk di pangkuanku," ucap Kazuo menepuk pahanya yang sedikit tersingkap karena belahan jubah handuk. Tenggorokan Yui terasa kering. Dalam sekejab, nyalinya menciut. Entah kemana sisa-sisa tekadnya untuk mengumpulkan biaya terapi sang ibu.

"Kau bilang, apa? Aku belum pernah tidur dengan wanita?" bisik Kazuo sesaat setelah Yui memposisikan pantatnya dengan canggung. Aroma tubuh gadis itu, persis seperti pucuk mawar yang belum sepenuhnya mekar. Membakar keinginan Kazuo untuk menyentuh dan menikmatinya.

"Berbalik." Kazuo memutar bahu Yui agar membelakanginya. Posisi seks yang tidak lazim itu, membuat Yui membeliak, terkejut sekaligus takut. Tapi, sebelum nada protes keluar dari mulutnya, jemari Kazuo berhenti, tepat di balik ikatan bra Yui yang terbuka.

Sebuah tatto kecil dengan inisial K.I tercetak jelas di punggung sebelah kiri. Kazuo menajamkan matanya, memastikan apa yang ia lihat itu benar-benar ada.

"Yui Miura...? Huh....?" tiba-tiba gumaman sumbang terdengar dari mulut Kazuo. Yui seketika berbalik, terkejut. Seharusnya, Mae san merahasiakan namanya. Tidak, bagaimana pria itu tahu namanya?

"Ba-bagaimana bisa?"

Mulut Yui langsung terbungkam begitu Kazuo mendorongnya ke atas ranjang. Mulut pria itu menyunggingkan seringai sedang tangannya dengan terampil melepas bra juga celana Yui.

"Aku heran, bagaimana bisa putri dari seorang Matsumoto Miura berubah jadi gadis tanpa harga diri?"

Yui tercekat, rasa malunya melebur, bercampur ketidak percayaan.
"Kau mengenal ayahku?" tanya Yui menatap Kazuo yang mengunci kakinya dengan paha.

"Tentu saja, bagaimana mungkin aku tidak tahu ayah mertuaku? dia bahkan memberi inisial namaku di punggungmu." Kazuo tersenyum, meletakkan jemarinya pada pipi lalu turun, menyentuh leher gadis itu.

Tubuh telanjang Yui Miura seketika bergetar. Wajah yang semula tenang, berubah pucat. Ia tanpa sadar menangis, menyadari kenyataan bahwa keluar dari dunia Yakuza adalah hal mustahil.

Tatto kecil itu, dibuat saat ayahnya mendapatkan pinjaman dalam jumlah besar. Dengan kata lain, ia telah dijual.

"Jangan menangis. Aku dengar, wanita dengan darah Yakuza adalah yang terbaik. Mereka akan menggelora seperti api di atas ranjang saat musim dingin." Kazuo melepas jubahnya, memperlihatkan bagaimana tubuhnya telah berpengalaman memuaskan wanita.

Yui menutup matanya, berusaha menerka apa yang tengah terjadi. Kazuo? Mungkin bukan sebuah kebetulan ia ada di sini.

Hal yang kemudian terjadi adalah sebuah ciuman. Yui ingin berpaling, tapi lehernya seperti dikunci. Bibir pria itu mendorongnya, memaksa lidah mereka agar saling mengait. Entah itu sebuah paksaan atau pemerkosaan sekalipun, Yui sadar, tidak ada gunanya memberontak. Tubuhnya menyerah, berusaha menikmati bibir lembut pria itu.

"Arrrgggghhhh." Erangan kecil lolos begitu saja dari bibir Yui. Ia terkejut saat tangan Kazuo tiba-tiba saja menyentuh area sensitifnya. Sensasi itu sangat berbeda saat tubuhnya terhalang baju. Meski terangsang, di saat bersamaan harga dirinya terluka.

Yui terkejut saat melihat aura seram pria itu berubah seperti pucuk plum. Merona terang dan hangat. Jika dilihat dari dekat, wajahnya terbentuk lumayan bagus. Rahang, dada juga pahanya serasa kokoh.

"Argghh. Sial!" ucap Kazuo merasakan tangan Yui menyentuh leher dan dadanya.

Dia belum pernah? batin Yui tertarik. Reaksi itu terlihat lucu. Apalagi meski sudah melakukan foreplay cukup lama, Kazuo belum juga melakukan 'eksekusi'. Padahal, Yui jelas tahu, tubuh bagian bawah pria itu telah siap.

Sungguh, melihat perangai kasar Kazuo bagaimana bisa pria itu terlihat ragu-ragu? Tatto di leher juga dada pria sipit itu, terlihat mengkilat, terkena keringat. Yui diam-diam mengeluh karena permainan ranjang itu.

"Kau menginginkanku, huh?" tanya Kazuo menyeringai senang. Sepertinya ia sengaja membuat Yui tersiksa. Selama hidup, pria itu memang tidak suka menyentuh sembarang wanita. Pengendalian nafsunya terbilang cukup bagus.

"Aku menyukaimu."

"Apa?"

"Kau pria kuat. Apa yang salah dari ucapanku?"

Kazuo tergelak, menutupi bagian bawah tubuhnya dengan jubah. Kini pria itu sadar, dengan siapa ia berhadapan. Mata yang semula dipenuhi air mata, berubah tajam, seperti matanya. Memang, untuk sesaat Yui kesal karena dijadikan jaminan oleh sang ayah. Tapi kini ia malah tertarik.

Menjadi kuat atau cengeng adalah sebuah pilihan. Kazuo pasti punya alasan kenapa tiba-tiba mencarinya. Sudah sepuluh tahun berlalu. Yui memang bersembunyi, tapi bisa ditemukan dengan mudah.

"Kau ada urusan apa mencariku, Kazuo Ito?"

Mungkin, pertanyaan serius itu tidak dilontarkan saat tidak berpakaian.

~1061

My Husband is YakuzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang