5

5.8K 275 1
                                    

Sesampainya di rumah petak sewaannya, Yui menemukan tempat itu dalam keadaan kosong. Ibunya tidak ada dimanapun. Hanya kursi roda miliknya yang tergeletak di ruang tengah dalam keadaan miring.

"Apa yang terjadi?" Yui menatap Kazuo dengan pandangan menuduh. Yang ditanya bungkam. Ia melepas helmnya, mengambil ponsel lalu menghubungi seseorang.

"Dengar! Aku tidak akan memaafkanmu kalau berani berbuat jahat pada ibuku!" ancam Yui mendorong bahu Kazuo.

"Aku tidak butuh maaf darimu. Siapapun yang membawa ibumu, itu bukan aku." Kazuo menepis tangan Yui, menekan kulit gadis itu kasar.

Yui akhirnya mundur, memilih duduk di bangku ruang tamu. Tak ada yang bisa ia perbuat sekarang. Gadis itu hanya menatap Kazuo, membiarkannya bicara dengan ponselnya.

"Ibumu ada di rumah sakit. Pemilik rumah ini membawanya setelah mendengar suara aneh tadi pagi. Apa kau lupa menyalakan pemanas ruangan?"

Hampir Yui melompat dari tempat duduknya. Ia seketika ingat kalau tebakan Kazuo benar. Beberapa hari ini udara memang sangat dingin di malam hari. Tadi pagi, Yui sempat mematikan mesin pemanas selama 10 menit. Usia mesin itu sudah tua. Perlu waktu istirahat agar kembali bekerja secara maksimal.

"Aku akan mengantarmu. Cepatlah. Berhenti membuang-buang waktu," gerutu Kazuo melempar helmnya ke arah Yui. Jelas, tidak ada rasa simpati sedikitpun. Ketidak pedulian itu membuat Yui terusik.

Memutuskan hidup dengan manusia tanpa perasaan adalah keputusan terburuk. Ia bisa membayangkan akan mati sebelum waktunya.

"Aku akan pergi sendiri. Kau bisa menemuiku lain waktu."

Kazuo tertegun, memastikan kalau ia tidak salah dengar.
"Kau bahkan tidak berhak menolakku!" Pria tinggi itu menarik pergelangan tangan Yui, menggegamnya keluar dengan satu tangan. Sekeras apapun gadis itu memberontak, ia hanya mendapat rasa sakit dan sedikit memar.

"Kau pasti belum paham posisimu. Tapi setidaknya, kau harus tahu bagaimana cara menghadapiku!" Kazuo menggeram, memaksa Yui agar menurut dan cepat naik. Pintu rumah hampir saja tidak ditutup karena mereka sibuk dengan keinginan masing-masing.

Anehnya, Yui tidak merasa takut. Bagaimana Kazuo bicara, pria itu hanya terlihat seperti kapas yang pura-pura menjadi batu cadas. Di balik tubuh tinggi dan kuat, ada lelehan lemah dan menyedihkan.

"Yui Miura!" kali ini Kazuo berteriak.

"Ya, baiklah!" sahut Yui menahan emosinya. Keadaan sang ibu lebih penting daripada menganalis karakter aneh seorang Yakuza. Lagipula postur juga wajah Kazuo mirip penipu. Ia hanya akan jadi pusat perhatian di keramaian. Ya, mau tidak mau, Yui harus mengakui, Kazuo adalah tipe kesukaan para gadis lajang.

Pembicaraan mereka berakhir. Begitu Yui naik, tak lama motor itu langsung melaju menuju rumah sakit.

----

Keadaan ny. Miura tidak cukup bagus untuk dikunjungi. Sesaat setelah Yui datang, ia langsung menemui dokter. Kazuo lebih memilih menunggu di depan pintu, memainkan ponselnya lalu mengambil koin, menuju mesin penjual minuman otomatis.

"Apa kau belum membuat janji terapi untuk bulan ini?" tanya dokter itu mengecek rekam medis ny. Miura di layar komputernya.

Yui mengangguk, mencoba mencari alasan yang tepat. Masalah keuangan terlalu klise karena beberapa kali, ia mendapat potongan tinggi dari rumah sakit.

"Terapi adalah bagian penting untuk penyembuhan ibumu. Memang tingkat keberhasilannya hanya 30%, tapi kalau sama sekali tidak dilakukan, berpotensi kelumpuhan total," kata dokter itu berusaha memberi penjelasan. Ia berharap, Yui bisa mengerti kenapa pihak rumah sakit menghubunginya sekali dalam sebulan. Sebagai pasien yang terpaksa rawat jalan karena finansialnya yang kurang, ny. Miura memang lebih diperhatikan.

"Minggu depan saya berjanji akan memasukkannya ke ruang rawat pasien. Tapi, hari ini biarkan saya membawanya pulang."

Dokter itu menghela napas, mendorong kaca matanya ke atas hidung.

"Terlalu beresiko karena sampai sekarang, ny. Miura belum sadar. Mengertilah, kalau kau tetap bersikeras, kemungkinan besar ia bisa masuk ke masa kritis."

Lidah Yui seperti tergigit sesuatu. Ia tidak bisa membantah. Sangat kejam kalau ia tetap bertahan.

Tanpa bicara apapun lagi, Yui pamit pergi. Ia membungkuk, berjalan menuju pintu keluar. Raut wajah dokter itu terlihat bingung. Ia tidak mungkin membiarkan pasiennya dalam bahaya.

"Kau dari mana?" tanya Yui setelah 20 menit lalu, ia tidak melihat Kazuo dimanapun. Gadis itu baru saja keluar untuk memeriksa keadaan ibunya. Selain berbaring, Ny. Miura terlihat seperti pasien koma.

Bukannya menjawab, pria tinggi itu malah duduk, menghabiskan minuman kalengnya sambil bersendawa kecil.
"Masalahnya sudah selesai, kan? Ayo pergi." Tanpa mengalihkan tatapannya pada lantai rumah sakit, Kazuo berdiri menuju tempat sampah untuk membuang kalengnya.

"Jangan bercanda. Sekalipun kau memaksa, aku tidak akan ikut kemanapun," dengkus Yui bersedekap. Wajahnya menampilkan kesan penolakan. Segila apapun, manusia tidak akan memaksakan sesuatu yang berhubungan dengan nyawa seseorang. Tentu saja, Yakuza sudah bebal dengan rasa kemanusiaan.

Kazuo menghembuskan napasnya, menendang ujung kotak sampah itu, keras hingga isinya berhamburan.

Suara berisik seketika memantul, memecah kesunyian di lorong rumah sakit itu.

Yui terkejut, tapi tatapannya tidak melunak. Gadis itu bahkan semakin marah. Tingkah Kazuo memancingnya untuk berbuat lebih.

"Kalau begitu aku akan membunuhmu. Setidaknya organ tubuhmu bisa dijual untuk membayar separuh dari hutang masa lalu." Tatapan Kazuo berubah dingin dan kejam. Ia berbalik, mendekati Yui lalu mencengkeramnya di bahu. Sedikit kuat, hingga tatapan kesal Yui bercampur rintih kesakitan.

"Ayo, pergi. Aku sudah menyelesaikan administrasi. Kau bisa membuat keputusan agar ibumu tetap hidup. Dia hampir mati karena kecerobohanmu. Jadi, jangan bertingkah!" bisik Kazuo buru-buru melepas cengkramannya saat beberapa orang mulai berkerumun, menatap mereka.

"Jangan membuat kekacauan di rumah sakit. Kalau ada masalah, selesaikan di luar." Seorang security muncul, mengambil tempat di antara Yui dan Kazuo.

"Cepat bereskan tempat sampahnya. Aku menunggumu di tempat parkir," ucap Kazuo datar. Ia pergi begitu saja, meninggalkan Yui yang akhirnya menurut. Setidaknya, ia punya alasan untuk diam dan menerima perlakuan kasar itu.

Biaya rumah sakit ibunya, tidak bisa dibayar sendirian. Terakhir, Mae hanya memberinya 10% dari harga nominal. Si brengsek Kazuo membuat banyak alasan kuat hingga tidak ada yang bisa ia bantah.

Tidak ada seks malam itu. Kazuo pergi setelah mengatakan banyak omong kosong tentang janji juga segala hal yang terjadi di masa lalu.

Yui terlalu terkejut dan memutuskan untuk mengiyakan apapun. Posisinya sangat lemah untuk sebuah pembangkangan.

Hari ini, di depan banyak orang, Yui untuk pertama kalinya direndahkan. Ia memunguti sampah non organik dengan tangannya. Kotor dan baunya menjijikkan.

Waktu kecil, ny. Miura selalu membisikkan sesuatu saat Yui kecil tengah tertidur. Ia akan memeluk Yui dengan kimononya, menyanyikan lagu pengantar tidur.

"Yui chan, jangan pernah jatuh cinta apalagi menikah dengan Yakuza. Pria-pria seperti ayahmu hanya peduli dengan darah musuh daripada nyawa seorang istri."

Yui yakin, jatuh cinta itu hal paling mustahil. Pria yang memperlakukan wanitanya seperti sampah, tidak lebih dari pecundang dan pengemis.

~1044.




My Husband is YakuzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang