Ny. Miura terbangun di tengah malam. Celana dalamnya basah karena tidak bisa menahan keinginan untuk ke kamar mandi. Biasanya, sebelum tidur Yui akan memakaikan popok dewasa padanya. Malam ini, putrinya lupa.
Jam menunjukkan pukul setengah satu malam. Dengan berat, wanita paruh baya itu mengeser punggungnya, menjangkau kursi roda.
Bersamaan dengan jatuhnya Ny. Miura, suara pintu dibuka terdengar dari depan.
Yui berteriak saat mendengar suara seperti tulang patah.
"I-ibu...astaga! Kenapa?" Yui berjalan tergopoh, setengah berlari menuju kamar ibunya. Yui berlutut dan langsung menarik bahu ny. Miura."Ma-ma ma af," ucapnya hampir terdengar mirip rintihan. Yui tak menyahut, ia mengandalkan seluruh tenaganya untuk memposisikan ny. Miura ke atas kursi roda.
Melihat air kencing ibunya ada dimana-mana, barulah Yui sadar, itu adalah kesalahannya.
Di usia 40 tahun, seharusnya ny. Miura masih bisa melakukan banyak hal seperti membereskan pekerjaan rumah. Memasak makanan kesukaan anaknya atau menjahit baju lama yang robek.
Terkadang, Yui ingin menyerah. Tapi, wajah bersalah ibunya membuat hatinya ikut terluka. Meski tubuh ny. Miura tergeletak tak berdaya, perasaan perempuan itu masih hidup. Matanya terkadang bengkak karena menangis semalaman. Atau memikirkan masa lalunya yang penuh jalan gelap.
Itulah kenapa Yui sempat khawatir kalau ibunya mengalami depresi, tapi lama-lama ia terbiasa. Ia bebal dan hidup dengan perasaan yang separuhnya hampir mati rasa.
"Ibu, kau ingat Yasuo Ito? Anaknya menemuiku tadi," kata Yui saat ia mengganti seprai baru dari dalam lemari. Mata ny. Miura berputar, mencoba menggali ingatannya lebih dalam.
Begitu tahu arah pembicaraan Yui, wanita itu membeliakkan matanya ketakutan.
"Dia sama sekali tidak menyakitiku. Dia hanya datang untuk mengambil haknya yang sempat terbuang." Yui menelan salivanya, menatap garis kekhawatiran pada wajah ny. Miura.
Jelas, perjanjian besar itu sulit untuk dilupakan. Jika bukan karena pinjaman Yasuo Ito, mungkin mereka sudah lama mati karena terlilit hutang. Atau bahkan menjadi budak seumur hidup.
"Tolong, jangan khawatir. Hiduplah seperti biasa. Aku hanya memilikimu. Jangan menjadi lemah hanya karena kita diinjak. Aku pastikan, ini tidak akan lama," ucap Yui berlutut, menarik keluar rok ibunya basah dan bau.
Yui tidak suka. Di saat ia berjuang, justru orang yang paling penting, menangis, mengeluh kemudian melimpahkan kesalahan pada takdir. Mereka hanya perlu menjalani segalanya dengan kepala dingin. Tidak ada gunanya memberontak kalau tangan telah diborgol oleh rantai besi.
"Sebulan setelah kelulusanku, aku akan menikah dengan anak dari Yasuo Ito," ucap Yui sedikit gemetar. Ia menghembuskan napas panjang lalu memakaikan popok ibunya. Mata gadis itu berair, tidak menggublis suara-suara dari mulut gagap ny. Miura.
"Pasti ibu ingat, kan? Ayah bahkan memperlakukanku seperti barang. Dia mencetak inisial seseorang di punggung sebelah kanan. Ibu, kau tidak ada bedanya dengan ayah. Kalian menjualku untuk bertahan hidup."
Ny. Miura seketika terisak sakit. Air matanya berjatuhan, tidak terkontrol. Sedang Yui menggigiti bibirnya. Sebenarnya ia tidak sanggup. Tapi, gadis itu tidak ingin sakit sendirian. Ia ingin membagi perasaannya dengan sang ibu agar mereka bisa sama-sama bertahan.
Malam menjelang dini hari, Yui merasakan kantung matanya sangat berat. Setelah memastikan ranjang ibunya layak digunakan, gadis itu bergegas keluar menuju mesin cuci.
Sepertinya, tidak akan ada waktu untuk istirahat.
---
Ruang kelas, Asakawa high scholl.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband is Yakuza
RomanceMiura Yui harus rela menerima pinangan Kazuo Ito, seorang pria Osaka yang memiliki darah seorang Yakuza. Di usia 18 tahunnya, Yui mendapatkan banyak pengalaman buruk. Hingga sosoknya dituntut kuat dalam menghadapi perangai kasar sang suami.