Kaede menatap bangku kosong milik Yui. Temannya itu belum juga datang meski sebentar lagi bel pelajaran pertama akan dimulai.
Gadis itu mulai gelisah. Sejak kemarin, ponsel Yui tidak bisa dihubungi. Biasanya, Kaede hanya perlu menunggu paling lama tiga jam agar pesannya dibalas. Tapi, kali ini situasinya sangat berbeda. Baru kemarin Kaede berpisah dengan Yui di gerbang sekolah dan pagi tadi sudah muncul gosip aneh.
Ada seseorang yang mengunggah foto Yui dengan pria mirip preman di dekat halte belakang sekolah. Awalnya Kaede tak percaya hingga akhirnya ia yakin ada hal yang tersembunyi.
Kaede bisa saja mengabaikannya. Yui bukan tipe orang yang bisa ditindas. Gadis itu mampu menjaga perasaannya agar tetap stabil dan tidak goyah. Hal itu membuat Kaede iri. Ia gampang terpengaruh dengan perkataan orang lain.
Sesaat setelah bel pelajaran berbunyi, Yui datang dengan mengendap. Gadis itu masuk beberapa menit lebih awal dari guru.
Yui langsung menjadi pusat perhatian karena dandanannya yang kacau dan terkesan diburu waktu.
"Apa kau kesiangan?" Kaede menatap cemas, membantu Yui menyiapkan alat tulisnya. Keduanya seakan tidak peduli saat hampir setengah isi kelas mulai bergunjing.
***
Siang itu, Yui lebih memilih memesan omurice daripada membawa beberapa bungkus roti isi ke dalam kelas."Apa kau punya uang?" tanya Kaede terkejut. Sudah lama sejak mereka berdua menghabiskan segelas jus strawbery. Demi Yui, Kaede rela melewatkan setiap menu makan siang favoritnya agar bisa mengobrol dengan sahabatnya lebih lama.
Meski dekat, keduanya tidak pernah melewatkan satu kalipun untuk jalan-jalan. Hubungan keduanya sebatas teman di sekolah. Tapi walau begitu, Kaede tahu Yui adalah satu-satunya orang yang tidak pernah memperdulikan hartanya.
"Kali ini biarkan aku mentraktirmu," kata Yui memesan menu yang sama. Antrian panjang membuat penolakan Kaede sia-sia. Pada akhirnya ia menurut, mengambil baki yang sudah terisi juga sebotol jus strawberry.
"Kau tahu? Ada gosip aneh tentangmu," kata Kaede sesaat setelah mereka duduk di bangku paling ujung. Ia menatap Yui hati-hati, tapi anehnya tidak ada gurat keterkejutan dari wajah sahabatnya.
Gadis berambut panjang itu malah fokus dengan makanan. Seakan sudah satu tahun ia tidak melahap omurice.
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Mereka hanya bisa bergosip," gumam Yui malas. Melihat sikap acuh itu, Kaede yakin tidak akan ada gunanya membahas rumor lebih jauh. Yui pernah terlibat hal yang lebih berbahaya dan ia mampu melalui semua itu dengan dingin.
Kaede heran. Di usia 16 tahun, sifat dewasa Yui sudah terbentuk dengan baik. Sedang dia? Hampir bunuh diri karena di bully.
"Jangan pernah memikirkan hal yang tidak penting. Ujian tinggal 3 bulan lagi. Kau pernah bilang ingin masuk ke universitas Tokyo, kan?" tanya Yui meneguk botol jusnya hingga tandas.
"Lalu bagaimana denganmu? Sampai sekarang, aku belum pernah mendengar tentang rencanamu setelah lulus," kata Kaede menatap Yui serius.
Pertanyaan sederhana itu membuat nafsu makan Yui hilang. Ia menatap sekeliling dan mendengar mulut-mulut yang mulai bergosip.
Apa gunanya menentukan pilihan kalau masa depanku sudah ditentukan? batin Yui menyudahi makan siangnya dengan decakan sebal.
Tak lagi banyak bicara, Yui berdiri, menarik Kaede agar pergi dari sana.
Baki makan siang mereka telah kosong, tapi meski sudah pergi jauh, beberapa murid tidak berhenti untuk membicarakan keduanya.
~~~
Setengah jam sudah berlalu sejak mobil Kazuo terparkir di depan pintu gerbang. Selama itu pula, Yui belum juga keluar. Yakuza itu berkali-kali menyuruh sopirnya agar turun dan memeriksa.
Bukannya mendapat jawaban, rata-rata siswa di pintu gerbang hanya menatap mereka ketakutan.
"Cepat masuk!" seru Kazuo sesaat setelah Yui menghampiri mobil dengan tatapan acuh. Dengan wajah datar dan tenang, gadis itu lebih dulu melambaikan tangannya pada seseorang.
"Siapa?" tanya Kazuo menangkap bayangan Kaede yang kemudian hilang bersama kerumunan anak lain.
"Teman."
Untuk sesaat, Kazuo terdiam. Tak lama kemudian mobil itu meluncur pergi menuju jalan utama.
___
Sore itu, langit Okinawa dipenuhi awan gelap. Di perbatasan kedua setelah pertigaan menuju halte terakhir, hujan tiba-tiba turun sangat lebat.
Mencoba menghindari kemungkinan terburuk, sopir memutuskan menepikan mobil. Kematian mesin bisa saja terjadi dan jauh di depan mereka, terbentang hutan bambu.
"Sudah kau matikan GPSnya?" tanya Kazuo menekan tombol pada kemudi bagian kiri. Sang supir mengangguk, memberhentikan mobil mereka di bawah bangunan lama.
Yui langsung merasakan firasat buruk. Malam agar segera datang dan mereka malah terjebak di dalam mobil.
"Apa kau takut hujan?"
Pertanyaan itu terdengar seperti cemooh. Yui hanya kesal karena kedinginan. Ia belum sempat mengganti bajunya. Seragam SMA itu seakan membuatnya mati beku.
"Kau pergilah. Lihat apa di luar ada tempat untuk berteduh." Tiba-tiba Kazuo menyodorkan payung miliknya ke arah supir.
Laki-laki itu buru-buru mengangguk, melebarkan payung sebelum akhirnya keluar menerobos hujan.
"Ini ganti bajumu. Kau bisa mati kedinginan. Jangan sekali-kali merepotkan. Jaga dirimu baik-baik," kata Kazuo melempar satu stel baju hangat.
Dia sengaja menyuruh supir itu keluar agar aku bisa ganti baju? batin Yui terkejut. Ia pikir Kazuo tidak akan peduli. Sorot mata tajamnya bahkan tidak pernah berubah meski tatapan Yui mulai melunak.
"Cepat. Supir itu akan segera kembali. Seingatku ada penginapan tidak jauh dari sini." Kazuo memangku dagunya, menunggu.
"Lalu? Apa kau akan melihatku telanjang?" Yui mendelik kesal. Sekarang mobil itu terasa sempit. Bagaimana bisa ia memakai celana hangat di bagian belakang mobil?
"Berhenti mengoceh. Aku akan pindah ke depan. Lima menit cukup, kan?" Kazuo menekuk satu kursi kemudi untuk memudahkannya menjangkau bangku sebelah kiri.
Setelah memastikan Kazuo duduk tenang dan tidak melihatnya, Yui mulai melepas seragam. Pakaian hangat yang dibawa Kazuo cukup longgar dan serasa nyaman.
Bertepatan dengan selesainya Yui memakai bajunya, jendela kemudi diketuk.
"Tuan, di seberang jalan ada penginapan. Hujan mungkin akan lama dan saya sudah memesan kamar untuk anda." Begitu Kazuo membuka pintu, sopir langsung menyodorkan satu payung lagi.
Tanpa banyak bicara, Kazuo keluar, membuka pintu bagian belakang lalu menyuruh Yui mengikutinya.
Payung itu lumayan lebar, tapi karena menjaga jarak dengan Kazuo, Yui tetap kebasahan. Apalagi jalanan itu sedikit licin. Ia berkali-kali hampir tertinggal.
"Apa yang sebenarnya kau lakukan, hah!" teriak Kazuo mengalahkan suara hujan yang mengelilingi mereka. Yui terkejut, hampir memberontak saat Kazuo merangkulnya erat-erat.
"Kau bisa basah kuyup. Aku sudah bilang, jaga dirimu baik-baik!" gerutu pria tinggi itu kesal.
Akhirnya Yui menurut. Tanpa banyak bicara, mereka menyusuri jalanan kecil menuju penginapan.
Dalam jarak pandang yang berdekatan, Yui mencium aroma tanah basah yang bercampur wangi parfum dari lengan Kazuo. Tanpa sadar, Yui mendongak dan mendapati pria itu tengah menatapnya.
Keduanya terkejut. Yui tidak menyangka leher juga poni panjang seorang Yakuza mampu menggetarkan hatinya.
Apa yang kupikirkan? batin Yui mengenyahkan tatapannya saat tanpa sengaja melihat tatto di leher Kazuo.
Aku terangsang? Hah! Yang benar saja!
~1068.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband is Yakuza
RomanceMiura Yui harus rela menerima pinangan Kazuo Ito, seorang pria Osaka yang memiliki darah seorang Yakuza. Di usia 18 tahunnya, Yui mendapatkan banyak pengalaman buruk. Hingga sosoknya dituntut kuat dalam menghadapi perangai kasar sang suami.