Yui memasuki kamar itu sendirian. Sedang Kazuo lebih dulu berbelok ke pemandian untuk berendam air hangat. Di lorong pertama menuju kamar, Yui terkejut saat melihat Kazuo meninggalkan sebuah koper kecil. Gadis itu berhenti sambil menggerutu.
Sebenarnya apa yang ingin ia lakukan di Okinawa? gumam Yui berhenti. Ia membawa koper itu sambil bergumam kesal kalau Kazuo meletakkannya sembarangan.
Siapa pun tidak mengira, semenit setelah itu, seorang pria berpakaian hitam terlihat kebingungan. Ia adalah orang yang seharusnya mengambil koper.
Transaksi tanpa harus bertemu secara langsung sering terjadi. Pada keadaan tertentu, Yakuza tidak ingin jauh terlibat. Pembelian senjata tajam atau senapan dari customer gelap lebih menguntungkan. Mereka tidak perlu jauh terlibat jika terjadi tindak kriminal.
"Apa itu perbuatanmu?" Kazuo tiba-tiba berteriak, menerobos kamar mereka dengan rambut juga tubuh yang masih basah. Dari penampilannya, siapapun bisa menebak betapa buru-burunya ia keluar dari bak mandi.
Yui yang tengah berdiri untuk menatap ikan-ikan di kolam, pada akhirnya menoleh bingung.
"Kau meninggalkannya. Jadi kupikir...,""Dasar bodoh! Apa kau tahu? Aku sengaja melakukannya untuk diambil seseorang!" Kazuo melangkah gusar ke arah Yui sambil membawa koper itu. Ia membuka isinya kasar.
Yui terkejut saat mendapati sebuah senapan berkaliber besar ada di dalamnya.
"Ja-jadi? Apa ada masalah besar?" tanya Yui pura-pura bodoh. Entah bagaimana, instingnya menumpul. Seharusnya ia ingat metode yang selalu ayahnya lakukan dulu.
Aish. Pasti dia tidak akan melepaskanku begitu saja, batin Yui menbuang tatapannya kemana-mana.
"Antar!" Kazuo menutup koper itu lalu mendorongnya hingga menyentuh ujung kaki Yui. Tatapan pria itu terlihat lebih gelap dan suram. Menandakan perintahnya adalah sebuah keharusan.
"Tidak mau! Kau bisa mengantarnya sendiri!" tolak Yui cepat. Ia mundur, menjauhi bagian tengah ruangan.
"Baiklah kalau itu maumu. Bukankah menjadi budak lebih menyenangkan daripada seorang istri Yakuza? Aku akan menjualmu...ah, tidak! Menyewakanmu lebih menguntungkan. Kau akan melayani beberapa pria dan uangnya akan mengalir ke tanganku." Kazuo menyeringai kecil, mencoba mengacaukan kekeraskepalaan Yui.
"Baiklah! Aku akan antar!" teriak Yui menyerah. Dengan langkah kesal gadis itu mencabut pisau buah yang ada di atas meja. Ia memasukkannya ke saku sambil
menggerutu takut. Apa dia gila? Kenapa dia ingin melemparku ke arah yang berbahaya?"Singkirkan pisaunya. Benda itu hanya bisa membunuh seekor tikus. Kau butuh ini untuk nyawa manusia," kata Kazuo mengulurkan senapan kaliber kecil ke arah telapak tangan Yui.
Gadis itu membeliakkan mata, hampir menolak. Tapi Kazuo yang memaksa, mencengkeram bahunya agar mau menerima.
"Kau takut?" Ia berbisik menepuk pipi Yui yang terlihat memucat.
Yui menggeleng kuat, bangkit lalu menyelipkan senapan itu ke pinggang. Meski takut, ia tidak bisa berbuat apapun.
"Orang yang membeli senjata ini, sudah pasti punya niat jahat. Mungkin ia akan bertindak buruk karena mengira kau polisi yang sedang menyamar untuk menangkapnya," kata Kazuo menggeser pintu kamar sambil menyodorkan secarik kertas kecil ke arahnya.
Ternyata itu berisi petunjuk arah menuju tempat perjanjian kedua. Lokasinya berdekatan dengan jalan masuk menuju penginapan tradisional. Selain keluar dari penginapan, gerimis masih turun, membasahi tanah berlumpur.
Yui melangkah hati-hati untuk menghindari tanah yang berlumut. Ia menatap sekeliling, memastikan keberadaan si pembeli senjata api.
Tak jauh dari sana, di antara rimbunan batang bambu, seorang pria berjambang lebat berdiri. Ia menggerakkan sikunya, seperti sedang bersiap menarik kokang senapan.
"Apa kuletakkan di sini saja?" gumam Yui bingung. Kazuo tidak mengatakan apapun tadi. Ia terlalu kesal dan keluar tanpa menanyakan hal penting lain.
Bersamaan dengan suara petir, hujan kemudian turun lebih lebat. Dari jarak puluhan meter, entah bagaimana suara kokang senapan yang digeser, mampu tertangkap pendengaran Yui.
Ia terkesiap, merasakan ujung rambut panjangnya yang mulai menempel di punggung.
Sial, aku tidak boleh mati, batin Yui menyentuh senapan di balik pinggangnya.
Sudah hampir 7 tahun sejak gadis itu terakhir kali menggunakan senjata api. Jarinya mungkin telah kehilangan insting untuk menarik pelatuk. Tapi? Itu tidak penting.
Memang, dibanding anak kecil lain, Matsumoto Miura, memberinya banyak kenangan yang berbeda. Semua itu tidak sepenuhnya salah karena keturunan Yakuza tidak hidup di dunia orang biasa. Bertahan lebih penting daripada kebahagiaan itu sendiri.
DOR!
Yui menunduk lalu berbalik untuk mengambil senapannya. Sekilas suara Matsumoto Miura terngiang di telinganya.
Menghindar baru menyerang.
Tak kurang dari semenit setelah Yui melepas pelurunya, pria asing itu terkapar jatuh, memegangi lututnya yang berdarah.
Mustahil, batin Yui menatap pergelangan tangannya yang bahkan tidak bau mesiu. Tidak ada aroma apapun selain bau hujan yang bercampur darah.
Saat Kazuo keluar dari tempat persembunyian, barulah Yui menemukan jawaban. Meski terlambat, ia melihat asap kecil keluar dari senapan milik pria itu.
"Kau? Sejak kapan kau di sana!" teriak Yui marah, "apa kau sengaja mengosongkan selongsongnya?" Yui langsung melempar senapan dalam genggamannya ke tanah.
Kini, gadis itu tidak butuh jawaban apapun. Tatapan dingin milik Kazuo itto menjelaskan kalau sejak awal, ia dipermainkan.
Tak menggubris kepergian Yui, buru-buru Kazuo mendekati pria malang itu.
"Dia hebat, kan?" Kazuo terkekeh kecil lalu menunjuk peluru milik si pria asing yang tertanam ke sebuah pohon bambu.
Pria itu mendongak kesal. Bukan karena ejekan, tapi lebih kepada seringai puas yang tidak tepat waktu. Luka tembakan yang kebanyakan orang dianggap berat, bagi Kazuo terlihat seperti goresan kecil.
Ia tertawa, melempar koper lalu pergi begitu saja. Bahkan meski pria itu merintih dan meminta panggilkan ambulans, Kazuo kembali tertawa lalu berteriak memanggil sopirnya.
...
Hujan turun semakin deras. Yui yang basah kuyup, mengintip dari balik tirai anyaman. Suara sirine ambulans meraung kencang dari samping penginapan.
Tidak akan terjadi apapun. Meski ada peluru, polisi tidak bisa berbuat lebih kalau sudah berurusan dengan organisasi ilegal.
"Sudah kubilang, jaga dirimu." Kazuo melempar handuk kering ke atas kepala Yui. Pria itu telah mengganti hakama kunonya dengan kaos juga celana pendek. Lengan juga kakinya terlihat lebih panjang dan lembab.
Yui setengahnya ingin tertawa karena terpesona pada orang paling memuakkan. Pria tanpa rasa kasihan adalah sampah. Baginya, tidak ada hal lain yang membuatnya sebenci itu selain seringai milik Kazuo itto.
Bagaimana bisa ia punya wajah sedatar aspal? gerutu Yui menyingkap baju basahnya tinggi-tinggi.
"Apa kau tidak tahu malu!" seru Kazuo melotot marah. Mata nyalangnya setengahnya meredup karena terkejut.
Yui terlihat tidak peduli. Ia menanggalkan pakaiannya lalu membuangnya ke atas tatami.
Kau menguji seberapa hebat pertahananku. Sekarang, aku ingin lihat, kau atau aku yang akan berhenti di tengah jalan. Batin Yui melonggarkan ikatan celananya.
Hujan masih berjatuhan, meniupkan dingin di setiap udara yang dibawa.
Kazuo, kau tamat!
~1029
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband is Yakuza
RomansMiura Yui harus rela menerima pinangan Kazuo Ito, seorang pria Osaka yang memiliki darah seorang Yakuza. Di usia 18 tahunnya, Yui mendapatkan banyak pengalaman buruk. Hingga sosoknya dituntut kuat dalam menghadapi perangai kasar sang suami.