Suara kicauan burung terdengar begitu indah. Pagi ini terlihat sebuah keluarga yang sedang makan di meja makan yang sangat luas.
"Kau begadang lagi semalam sayang?" Tanya seorang wanita kepada gadis yang terlihat dengan kantung mata besarnya. Gadis itu pun mengangguk.
"Seperti biasakah?"
"Ya Umma, seperti biasa kepalaku terasa berat. Anehnya sudah ku coba tanya ke Kang Ajushi, tetapi ia katakan tidak ada apa-apa." Ujarnya.
"Sudah diperiksa?" Dan kini tanya laki-laki yang sedari tadi menyimak.
"Sudah. Dan aku sehat-sehat saja." Kedua orangtua itu pun terdiam.
"Oppa. Aku kok bica lacain pelih ya? Yang terkena picau kan Oppa." Taehee terkekeh mendengarnya.
"Soo yeon-ie sayang. Jelas saja, karena kalian berdua kembar, pasti mampu merasakan apa yang salah satu kalian rasakan."
"Benal Umma?" Tanya keduanya. Taehee pun mengangguk dan tersenyum.
"Jika seperti ini, entah mengapa Umma berharap, Oppamu masih hidup." Taehee hanya tersenyum miris. Soo yeon memang tidak mengingat betul karena ia masih kecil, tetapi ia tahu bahwa sang kakak meninggal saat kebakaran di gedung Teater saat mereka menonton pertunjukan.
"Umma, Oppa sudah tenang di surga sana. Jangan buat Oppa semakin bersedih." Taehee pun mengangguk, ya ia harus lupakannya, berat memang.
Jihoon hanya diam, ia sendiri mengharapkan sang anak masih hidup, tetapi mustahil karena tempat tersebut benar-benar habis oleh api.
...
...
Cahaya matahari dari sela gorden membuat Jaejoong tersadar dari tidurnya. Perlahan ia terbangun dengan kepala yang begitu berat.
"Sudah bangun? Aku sudah menyuruh maid siapkan teh hangat untukmu. Semalam kau mabuk berat, seseorang menelponku untuk membawamu pulang." Ujar Yunho, Jaejoong hanya diam dan memijat kepalanya.
"Jangan pikir aku akan berterima kasih padamu. Mengapa kau membawaku pulang? Aku lebih baik pergi ketimbang disini melihatmu." Ujar Jaejoong. Yunho sendiri hanya mengabaikan ucapan Jaejoong yang baginya sudah biasa.
"Terserahmu saja. Minumlah teh hangat agar kau tidak pusing."
"Tsk! Aku pusing karena melihatmu. Keluar sana, tidak sopan kau masuk kedalam kamarku, ingat ya Jo Yunho. Kau itu hanya orang susah, jangan bertingkah sebagai orang kaya. Menjijikan." Ujar Jaejoong, Yunho hanya mampu tersenyum meledek. Ia tak ingin emosi dan memperkeruh segalanya.
"Ya, aku orang miskin, dan kau kaya. Aku dapatkan uang karena menikahimu, bukankah jika orang lain melihat kaulah yang butuh padaku sampai memberi uang?" Jaejoong pun mengepalkan kuat tangannya.
"Brengsek! Pergi kau dari kamarku! Pergi!" Yunho pun pergi dari kamar luas tersebut. Ternyata alat ukur seseorang memang masih dilihat dari apa yang mereka miliki. Harta? Ya sepertinya harta dan status sosial sangat menjadi pertimbangan.
.
Seorang wanita berkisaran 45 tahun pun hanya mampu menatap anak gadisnya. Jika saja Yunho tidak membantu anaknya, ia pastikan sang anak sudah tiada. Ia pun baru tahu akan perjanjiannya dengan pengusaha Kim, perjanjian dimana ia menikahi anak pengusaha tersebut dalam jangka waktu 1 tahun, dan dalam waktu 1 tahun tersebut Yunho haruslah membuat sikap angkuh pemuda cantik itu sirna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I Love You?✔
FanfictionBagaimana cara agar membuatmu bahagia? Bagaimana cara agar kau bisa mencintaiku?