Selamat membaca semua, semoga pada suka.
Jangan lupa selalu tinggalkan jejak ❤
Weni menatap kagum gaun pengantin di depannya. Tangannya terulur menyentuh kelembutan kain tersebut.
"Cantik sekali." Weni tak sanggup berkedip barang sekalipun saking terpesonanya akan keindahan gaun pengantin Itu.
"Tentu saja, ini rancangan terbaru kami." Bahkan Weni tak menoleh mendengar penjelasan, Dwita, pekerja wanita yang membantu mereka.
"Sumpah, Ki! ini sempurna banget. Aku yakin seratus persen, Mas Gani bakal terpesona abis lihat kamu pakai gaun ini," ucap Weni menatap sekilas mata Kiara sang pemakai gaun, sebelum kembali mengagumi gaun tersebut.
"Thanks, Wen. Kamu juga cantik pakai gaun itu," balas Kiara tersenyum pada Weni.
Weni mengibaskan tangan. "Aku mah biasa aja, tapi kamu luar biasa. Aku jadi gak sabar deh lihat reaksi, Mas Gani waktu kamu pakai ini. Mungkin dia langsung bawa kamu kabur, supaya bisa menikmati kecantikan kamu sendiri."
Kiara tertawa. "Bisa aja kamu," ucapnya. "Udah yuk, kita ganti lagi."
"Eh, tunggu dulu. Aku belum foto nih." Weni menahan pergerakan Kiara. Lalu ia berlari mengambil ponsel dalam tas yang berada di atas meja.
"Enggak usahlah, nanti aja sekalian waktu nikahnya," ujar Kiara langsung mengajak Dwita memasuki ruangan khusus untuknya.
"Gak mau, Ki! Aku maunya sekarang. Ya Allah, Ki! buka pintunya kenapa!" seru Weni mengetuk-ngetuk pintu yang ternyata di kunci dari dalam.
"Nanti aja, Wen. Dua minggu lagi kan bisa," balas Kiara membuat Weni menghembuskan napas berat.
"Ya udah deh, aku bisa apa kalau kamunya nolak," ujar Weni. "Padahal kamu cantik banget loh, pakai gaun itu. Aku cuman pingin buat kenang-kenangan aja. Tapi ternyata kamunya gak mau."
Tidak ada sahutan dari dalam, membuat Weni semakin kesal. Cemberut, Weni memutuskan mengganti baju pengiring dengan baju miliknya sendiri. Ada yang aneh dengan Kiara, Kiara tampak tak antusias menyambut hari bahagianya. Padahal Weni ingat betul, setahun lalu Kiara sangat bahagia memamerkan cincin tunangan padanya.
Mengangkat bahu tak mau ambil pusing, Weni keluar dan mendapati Kiara belum juga selesai. Wajar saja, Kiara memakai gaun pengantin yang lebih ribet dari pada dirinya yang hanya memakai gaun biasa.
"Ki," panggil Weni sembari mengetuk pintu.
"Apa Wen?"
"Aku tunggu di luar ya."
"Iya."
Weni tersenyum, lalu berkata, "Jangan lama-lama."
Sampai di luar, Weni kembali mengagumi berbagai jenis gaun pengantin yang sedang dipajang di patung-patung. Weni berdecak, kapan kiranya ia bisa memakai salah-satu gaun pengantin itu, selalu saja ia kebagian memakai gaun pengiring di pernikahan teman-temanya.
Usianya sudah 27 tahun, Weni sudah tak sabar ingin memakai gaun pengantin. Pasti ia akan sangat cantik, berdiri di atas pelaminan, tersenyum bahagia bersama lelaki impiannya.
Weni menghembuskan napas kecewa saat bayangannya tiba di lelaki impian. Lelaki impian mana lagi yang bisa diajak nikah, sedangkan lelaki impiannya sudah memilih gadis lain.
Weni sedang misu-misu saat merasakan tepukan di bahu.
"Ehh, Mas Gani." Weni menoleh terkejut melihat Gani, calon suami Kiara ada di sini. "Kok bisa sampai sini. Kiara bilang Mas Gani lagi sibuk."
"Udah gak sibuk lagi, Kiara mana?"
"Masih di dalem Mas, dia belum selesai," ujar Weni memperhatikan Gani dengan saksama.
Gani memiliki tubuh tinggi, kulitnya cokelat, hidung mancung dan dagunya ditumbuhi berewok membuat ketampanan Gani meningkat drastis. Sebelum bersama Kiara, banyak wanita yang menyukai Gani. Pekerja keras dan rajin beribadah membuat Gani menjadi rebutan banyak orang.
Weni juga. Ia pernah sangat menyukai Gani sembilan tahun lalu. Saat itu Gani senior di kampusnya, Gani sangat baik, ramah dan suka membantu para junior jika kesulitan. Belum sempat mengutarakan perasaan, Gani sudah keburu lulus dan Weni tak pernah lagi bertemu.
Dua tahu lalu mereka kembali dipertemukan di tempatnya kerja, Gani kembali menjadi senior Weni, sayang Gani tak mengingatnya lagi. Meski begitu Gani lah yang membantu Weni beradaptasi di lingkungan kerja.
Harapan Weni timbul kembali, ia begitu menyukai Gani hingga suatu hari Kiara ingin mengenalkannya pada pacar gadis itu. Pacar yang ternyata Gani. Sungguh saat itu Weni merasa sangat hancur, apalagi melihat ke romantisan mereka berdua. Namun, ternyata Kehancuran hati Weni belum usai, karna perasaannya kembali terluka saat Kiara mengumumkan pertunangannya seminggu kemudian.
Weni sampai tak berselera makan dan melakukan apa pun meratapi hatinya yang terluka. Bahkan Weni memotong pendek rambut untuk membuang sial, membuat keluarga serta kenalannya kaget setengah mati.
Weni mencoba tabah, lambat laun akhirnya ia merelakan dan mencoba melupakan Gani. Sampai sekarang Weni sedang belajar mengikhlaskan Gani untuk Kiara.
Bagaimanapun juga, jodoh tidak ada yang tahu. Meski Weni berusaha merebut Gani dan membuat persahabatannya bersama Kiara hancur. Namun, jika jodoh Weni bukan Gani, Weni bisa apa?
Itulah sebabnya, dari pada menjadi penghancur. Weni lebih memilih menyembuhkan luka. Melupakan Gani dan mencari cinta yang lain. Meski sampai sekarang Weni akui ia belum sepenuhnya lepas dari rasa suka pada Gani, tapi Weni terus berusaha dan tidak pernah menyerah.
"Gimana tadi?"
"Lancar, Kiara cantik banget. Aku yakin Mas Gani gak bakal bisa ngalihin pandangan barang sedetikpun dari Kiara." Weni mengalihkan pandangan dari Gani, merasa malu dengan pikirannya yang kembali ke masa lalu.
"Enggak secantik itu juga kali, Wen." Suara dari belakang membuat Weni dan Gani sama-sama menoleh.
"Emang cantik kok, Ki." Weni berjalan menghampiri Kiara dan menggandeng lengannya.
"Mas Gani, kok bisa sampai sini?" Perlahan Weni menyingkir saat Kiara berjalan mendekat pada Gani.
"Jemput kamu, kita lihat cincin nikahnya sekarang aja," ujar Gani mengajak keduanya keluar.
"Oh ...," ucap Kiara pelan. "Wen, kamu ikut kami ya, lihat cincin. Abis itu kita baru pulang." Kiara menoleh ke belakang.
"Enggak deh, kalian pergi berdua aja. Aku mau pulang." Weni menggenggam erat tali tas yang ia kenakan. Tawaran dari Kiara sangat menggiurkan tapi tidak, ia segan pada Gani. Gani memang baik dan banyak membantunya. Akan tetapi hubungan mereka tidak sedekat itu sampai-sampai ia diizinkan mengganggu waktu kebersamaan mereka berdua.
"Ayolah. Kamu bisa bantu aku nilai cincin itu." Weni tetap menggeleng. Ia melirik Gani yang berdiri diam menunggu mereka berdua.
"Please." Permohonan Kiara nyaris saja membuat Weni mengangguk, tapi batal saat mendengar Gani berdecak.
Weni dan Kiara sama-sama menatap Gani. Weni dengan tatapan takut, Kiara entahlah.
"Kenapa Mas?" tanya Kiara terdengar tak suka dengan decakan Gani.
"Apa?" Gani malah balas bertanya sembari memberi pandangan bingung. "Oh itu, bukan apa-apa," ujar Gani lagi menyimpan ponselnya.
"Benar kata Kiara. Kamu ikut saja."
"Tuh, Wen, ikut ya."
Dengan berat hati Weni mengangguk, tak apa lah sekali lagi hatinya terluka menyaksikan keromantisan calon pengantin ini. Lagian ia juga penasaran dengan cincin pernikahan Kiara.
"Wen, kamu duduk di depan ya," bisik Kiara sebelum mereka tiba di tempat parkir.
"Hah?"
"Atau kita duduk di belakang berdua."
"Apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Gaun Pengantin
General FictionSudah tersedia versi ebook di playstore #PengantinSeries1 Menikah secepatnya adalah target Weni saat ini, ia sudah bosan menjadi pengiring pengantin disetiap pernikahan para sahabatnya. Weni juga ingin tahu, bagaimana rasanya menjadi ratu sehari...