4: Hujan, Weni dan Dua Lelaki Tampan

22.5K 1.9K 47
                                    

Tiba di rumah pukul setengah 6, Weni mengeluh lelah harus balik lagi ke toko lebih cepat pada sang Mama. Berharap mendapat keringanan, ia malah kembali di omeli tentang kepikunannya. Menyebalkan.

Sebelum omelan Mama semakin parah dan merembet ke mana-mana, Weni buru-buru kabur ke kamar.

"Kenapa Wen?"

Weni menggeleng, menjawab pertanyaan Kiara yang terbangun mendengar bantingan pintu yang dilakukan Weni tanpa sengaja. "Tidur aja lagi Ki, sory ya ganggu kamu," ucap Weni berjalan ke arah kamar mandi.

Weni membersihkan wajah, lalu berubah pikiran dan memilih langsung mandi. Tiga puluh menit kemudian, Weni baru keluar dan melihat Kiara terisak pelan.

"Kenapa Ki?" tanya Weni menghampiri Kiara.

Weni duduk di samping Kiara, ia merangkul bahu Kiara. "Kamu kenapa Ki?" tanya Weni lagi. Kiara menggeleng, dia menghapus air mata dan tersenyum.

"Aku malam ini menginap di sini ya," ucap Kiara menatap Weni dengan senyum di bibir.

"Iya," seru Weni. "Tapi Ki, kamu kenapa? Dan bukanya malam ini kamu ada acara di rumah."

Kiara terdiam selama beberapa menit. "Acaranya bakal tetap lanjut meski aku enggak ada kok," jawab Kiara akhirnya.

"Oh, ya sudah, kalau gitu kamu boleh tidur di sini sampai kapan pun," ucap Weni membuat Kiara terkekeh.

Weni terdiam, menimbang apa ia harus mengatakanya atau tidak, akhirnya ia memilih mengatakan. "Ki, kamu bisa cerita apa pun masalah yang mau kamu bagi sama aku."

Kiara mengangguk. "Iya. Tapi ini bukan masalah penting kok." Senyum Kiara, mencoba menenangkan Weni.

Weni mengangguk, ia tak ingin memaksa Kiara untuk bercerita. Mereka memang sahabat, tapi di antara sahabat juga ada hal-hal yang tak ingin dibagi.

"Sip kalau gitu." Weni bangkit dari duduknya, ia berjalan ke arah meja rias. "Kamu udah mandi kan? Keluar yuk, Mama udah di rumah," ucap Weni membalikkan badan menghadap Kiara.

"Mama bawa apa?" tanya Kiara berjalan mengikuti Weni.

"Bawa emosi tuh," kekeh Weni masuk ke dapur.

"Kamu buat Mama darah tinggi mulu."

"Mana ada," bela Weni. "Kita masak apa?" Weni membuka pintu kulkas dan melihat-lihat isinya.

"Apa aja deh." Weni cemberut, tapi tangannya tetap mengeluarkan cumi dan bumbu dapur lain.

Mereka masak dengan gembira, tertawa hingga Ibu Weni keluar dari kamar. Selesai masak, mereka langsung menghidangkannya ke meja makan dan kembali mengobrol hingga pukul 18:45 yang artinya Weni harus kembali ke toko untuk mengembalikan Helm Desi dan juga menjaga toko hingga tutup.

"Maaf ya Wen, aku enggak bisa ikut," ucap Kiara penuh sesal mengantar Weni keluar rumah.

"Santai aja Ki, udah biasa ini. Kamu temani Mama aku aja." Weni tersenyum. Menepuk bahu Kiara, ia langsung menjalankan motornya membelah jalanan.

Weni tiba setengah jam kemudian, ia langsung mengembalikan helm milik Desi dan duduk dengan bosan di kasir hingga jam menunjukkan pukul 9 malam. Weni membereskan cacatan-catatan penting dan memasukkannya ke dalam ransel. Ia menunggu karyawan lain keluar dan mengunci semua pintu.

Sebelum pulang Weni mampir terlebih dahulu ke mini market, membeli pembalut yang di butuhkannya.

"Yah... Hujan," ucap Weni melihat rintik hujan dari balik kaca. "Gimana mau pulang." Weni menghembuskan napas sembari memasukkan pembalut berbungkus hijau ke dalam keranjang. Menunggu hujan berhenti, Weni berlama-lama di dalam sana. Memilih camilan ini itu, membaca keterangan sabun pencuci muka terbaru yang sudah ia punya. Mencium berbagai macam aroma body lation, tapi tak ada satu pun yang masuk dalam keranjangnya.

"Wen."

Tepukan di bahu membuat Weni terlonjak kaget. Ia menoleh dan menemukan Bayu tegah tersenyum kearahnya.

"Ehh Mas Bayu, ngapain di sini?" tanya Weni menatap Bayu heran.

Bayu terkekeh, membuat kening Weni berkerut. "Sama kayak kamu, aku juga lagi berlindung di sini," jawab Bayu.

Kening Weni masih tampak berkerut, lalu saat ia memperhatikan Bayu lebih saksama, ia melihat rambut dan baju bagian bahu Bayu basah. "Mas ke hujanan ya?" tanya Weni.

"Iya."

"Kok bisa, bukanya Mas bawa mobil?"

"Lagi nyoba motor teman, gak tahunya malah hujan. Mampir kemari buat berlindung. Mas tadinya diri di luar, lalu lihat kamu di sini, ya mas ikut masuk aja."

Weni menggelengkan kepala mendengar penjelasan Bayu. "Mas sih enggak ada kerjaan banget, udah tahu mendung malah jalan pakai motor orang," ucap Weni kembali melangkah ke arah alat-alat tulis.

"Lah kamu gimana, ngapain malam-malam di sini dan bukanya di rumah," balas Bayu membuat Weni menyengir.

Bayu benar, seharusnya ia langsung pulang saja saat melihat langit mendung, bukanya malah mampir kemari.

"Ada yang mau di beli, dan itu sangat penting," alasan Weni.

Bayu mengedikan bahu, ia mengambil lima bungkus makanan ringan tiga rasa secara acak dan mengikuti Weni ke kasir.

"Kita tunggu di luar aja ya."

Weni mengangguk, ia menunggu kasir menghitung.

"Samain aja, Mbak," ucap Bayu meminta kasir menyatukan hitungan belanjaan mereka.

"Makasih, Mas." Weni tersenyum, ia menerima belanjaannya dan berjalan menyusul Bayu.

"Santai aja Wen." Bayu menepek pundak Weni.. "Kamu duduk di sini dulu ya," ujar Bayu lagi menyuruh Weni duduk di kursi teras mini market.

Weni menurut, ia langsung duduk. Dan bertanya-tanya saat Bayu kembali masuk ke mini market.

"Kamu di sini juga?"

Sapaan di depanya membuat Weni mendongakkan kepala. "Mas Gani!" serunya kembali terkejut.

Gani berdehem, ia mengambil tempat duduk di sebelah kiri Weni. "Ngapain di sini malam-malam?"

"Belanja Mas," jawab Weni. "Mas Gani datang sama Mas Bayu ya?" Weni membulatkan mulut membentuk huruf o saat melihat Gani mengangguk.

"Kiara di rumah kamu? Kata Ibu, tadi dia enggak ada di rumahnya."

"Iya mas, Kiara menginap." Weni melirik Gani segan. Di menoleh ke arah pintu berharap Bayu cepat kembali dan menghilangkan ketegangan dirinya.

"Kamu tahu apa yang terjadi dengan Kiara?"

Pertanyaan Gani sukses membuat Weni menahan napas dan terdiam selama beberapa detik. "Enggak tahu Mas, kayaknya dia pusing. Sindrom pernikahan mungkin," ucap Weni tak yakin dengan jawabannya sendiri.

"Semakin ke sini dia semakin aneh, jarang tersenyum dan selalu menghindar jika di tanya sesuatu."

Weni bergerak tak nyaman dalam duduknya. 'Duh Mas Gani, enggak tahu ya kalau aku pernah suka sama Mas. Pake curhat masalah hubungan kalian sama aku lagi! Kalau aku di goda setan buat merebut Mas Gani dari Kiara gimana?' Weni berkeluh kesah dalam hati.

"Dia juga sangat sulit di hubungi, kamu tahu penyebabnya?"

"Enggak tahu Mas, Kiara mungkin lagi pusing aja ngurus pernikahan kalian. Mas tenang aja, setelah selesai semua acara pernikahan nanti, Kiara pasti bakal balik kayak dulu lagi?"

Weni berharap Gani membahas hal lain, jangan sampai membahas hal ini lagi. Atau dia akan benar-benar tergoda menenangkan kegelisahan Gani. Dan lama-kelamaan akan merebut Gani dari Kiara.

"Minum-minum-minum." Weni bernapas lega begitu Bayu datang dan menyerahkan sekaleng minuman dingin untuk mereka.

"Makasih Mas," ucap Weni tersenyum. Lalu senyum Weni hilang saat Bayu mengambil tempat duduk di sebelah kanannya. Ini sangat tidak nyaman, duduk di apit dua lelaki dewasa yang memiliki wajah luar biasa .

Ya ampun, hujan cepat lah kamu reda agar aku bisa kembali pulang.

Gaun Pengantin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang