Selamat membaca semua ❤❤
=====
"Apa?" Weni menatap Kiara, ia seperti mendengar sesuatu yang salah di sini.
"Kita duduk di belakang."
Menggelengkan kepala, Weni menatap Kiara kaget. "Sinting, gak mau aku." Ia berjalan cepat meninggalkan Kiara.
Weni tiba lebih dulu di samping mobil Gani, ia berdiri menunggu Kiara dan Gani mendekat."Ayo." Gani membuka kunci mobil dan berjalan memutar ke arah kemudi.
Tidak ingin membuang kesempatan, Weni menyelinap ke kursi belakang dan menguncinya. Weni mendelik, melihat Kiara mencoba membuka pintu belakang. Hanya beberapa detik memang, akan tetapi tetap menegangkan jika sampai Gani tahu.
"Siap," ucap Gani menoleh pada Kiara yang duduk di sampingnya dengan senyum tipis.
"Siap," balas Kiara. "Siap Wen?" Kiara menoleh ke belakang mendelik, lalu tersenyum pada Weni.
Weni mengangguk, mobil langsung berjalan. Banyak hal yang mereka bicarakan dan semuanya seputar pernikahan Kiara dan Gani. Syukurlah, Kiara sudah melupakan kejadian tadi.
Satu jam setelah bermain dengan kemacetan jalan, akhirnya mereka tiba di tempat tujuan. Melihat Gani dan Kiara turun, Weni segera menyusul. Mereka bertiga menyejajarkan langkah memasuki gedung.
"Di sana," ucap Kiara menggandeng lengan Weni dan sedikit menariknya ke arah kanan.
"Selamat siang, Mbak," sapa Gani pada pegawai yang berdiri di belakang etalase.
"Siang, Mas, Mbak." Pegawai wanita itu tersenyum ramah.
Gani berbicara dengan wanita itu dan Kiara tetap di sana, menemani. Sedangkan Weni, matanya sudah menjelajah melihat-lihat kilau berlian dalam etalase.
Sumpah demi apa pun, ia sangat ingin ada seseorang yang menyematkan salah-satu cincin ini ke dalam jari manisnya. Pasti akan sangat cantik. Weni sedang asyik mengkhayal saat bahunya dicolek Kiara.
"Gimana menurutmu?" tanya Kiara menunjukkan cincin putih bertatahkan berlian.
Mulut Weni terbuka, cincin itu sangat indah. Berlian-berlian kecil di atasnya membuat cincin tersebut sangat memikat dan siapa saja yang melihat langsung jatuh cinta. "Cantik banget, Ki!" serunya semangat. "Itu cincin nikahnya?"
Kiara tersenyum, lalu mengangguk. Setelahnya Kiara kembali menyerahkan cincin tersebut pada Gani.
"Enggak mau coba dulu?" tanya Gani lembut.
Kiara menggeleng. "Gak deh, ukurannya kan udah pas."
"Coba aja kenapa, Ki. Aku pingin lihat kamu pakai cincin itu." Kiara tetap menggeleng, membuat Weni cemberut. "Kamu gak asyik."
Weni kembali menekuni etalase. "Mbak, boleh lihat yang ini gak?" Weni menunjuk sebuah cincin yang lebih banyak berliannya dari pada milik Kiara. "Eh yang ini aja deh, Mbak." Weni tersenyum malu.
Kiara dan Gani yang sama-sama melihat ke arah Weni menggelengkan kepala.
"Cantik gak, Ki?" Weni mengulurkan tangan ke hadapan Kiara. Di jari manisnya tersemat cincin kecil yang sangat sederhana, tapi terlihat serasi di tangan Weni.
"Cantik, kamu mau ambil?"
Weni terkekeh. "Enggak deh, nanti aja, kalau aku udah dapat calon, aku bawa dia kemari dan minta beli in ini deh," kata Weni sedih, melepas cincin yang sangat disukainya.
"Keburu di beli orang, Wen." Weni cemberut mendengar ucapan Kiara. "Mending kamu beli sekarang aja deh," usul Kiara.
"Duit aku belum cukup, Ki," bisik Weni. "Eh, mungkin bulan depan bisa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gaun Pengantin
General FictionSudah tersedia versi ebook di playstore #PengantinSeries1 Menikah secepatnya adalah target Weni saat ini, ia sudah bosan menjadi pengiring pengantin disetiap pernikahan para sahabatnya. Weni juga ingin tahu, bagaimana rasanya menjadi ratu sehari...