Aku tahu sekarang, apa yang terparah dari sakit hati. Aku tidak mati. Walau sakitnya membuat semua tulangku lantak, walau sakitnya membuat semua luka menganga, tapi aku terus hidup. Aku akan terus hidup dengan semua sakit di dada.
- Kusumastuti, Denting Lara
.
.
.Tatapan Jaemin ga pernah semati ini. Gaada cahaya sedikitpun. Gaada binarnya lagi. Semua redup, mati dengan perlahan. Dan sadar jika Jaemin semati ini karena perbuatannya bikin Jeno ngerti; dia emang harus lepasin Jaemin.
"Aku selalu nolak cerita jika kamu tanya sesuatu tentang Ayahku." Jeno mulai. Suaranya tenang. Rintik hujan kembali menemani. "Si jahanam itu tempramental. Marah-marah setiap hari, bahkan kalau harinya benar-benar buruk dia bisa sampai pukul Bunda atau aku."
Jaemin terkesiap. Tak pernah tahu sisi gelap Jeno yang satu ini. Memang benar, dia tidak pernah tahu luka mendalam Jeno. Dia tidak mengenal Jeno.
Delapan tahun terasa seperti tidak ada apa-apanya.
Mereka hanya mempertahankan kebiasaan, kenyamanan.
"Hidupku ini kayak bom berjalan, Na. Bisa meledak kapan aja. Masa remajaku diabisin buat denger teriakan kesakitan Bunda saat si jahanam itu mukulin Bunda. Si dua belas tahun Lee Jeno ini pengecut. Ga bisa ngapa-ngapain. Cuma diem di kamar. Nangis seorang diri."
"Lalu setelah Jisung lahir. Aku gabisa diem terus sama kelakuannya. Dia makin kasar. Makin luar biasa jahanam. Aku kumpulin keberanian untuk berontak, untuk lepasin dia. Supaya dia ga sakitin Bunda lagi. Sore itu, aku tonjok wajahnya."
Jeno cerita dengan nada datar. Matanya menyimpan dendam. Jaemin bisa liat kesungguhan dalam ucapan Jeno.
"Aku bilang, aku bisa menjadi pembunuh buat abisin dia. Aku minta dia buat jauhin Bunda, pergi dari kehidupan kami; karena kami jauh lebih baik tanpa adanya dia. Keesokan harinya dia pergi, lalu seminggu kemudian aku dipertemukan sama kamu."
Kini, nada bicara Jeno sudah berubah. Matanya melembut.
"Kamu yang bikin aku berubah. Kamu yang bikin aku lebih baik. Aku ingat sekali kata-kata kamu siang itu."
"Saat kamu napak keluar dari rumah, kamu membawa serta nama orang tua di pundak kamu. Orang-orang akan lihat peringai kamu, tutur kata kamu, santunnya kamu, dan setelah melihatnya, mereka akan tahu seberapa hebat Bunda kamu udah besarin kamu biar jadi seorang Lee Jeno. Buat Bunda bangga, No. Cukup dengan berperilaku baik. Aku yakin, dia akan senang luar biasa saat orang-orang berkata betapa santun putranya, betapa baik peringai putranya. Buat Bunda bahagia cukup sesederhana itu."
Iya. Itu adalah kata-kata yang Jaemin ucapkan kepada Jeno kala si bandel Jeno membolos dari sekolahnya dan kena skors. Jaemin maklum. Duduk di samping Jeno dan memberikan petuahnya yang langsung bikin Jeno sadar
"Tentang Carisa," Jeno kembali buka suara. Melanjutkan topik yang teramat sensitif untuk dibahas, namun perlu dituntaskan malam ini juga. "Dia adalah cewe luar biasa baik hati yang menjalin hubungan dengan pria yang salah."
Jaemin tarik nafas. Tundukin kepala buat denger lebih jelas.
"Cowoknya berengsek. Suka main tangan. Wajah Carisa sering penuh lebam. Dan aku, sebagai orang yang pernah liat luka yang sama di wajah Bunda, aku gabisa diem aja. Awalnya empati, awalnya hanya rasa kasihan. Aku sering hibur dia saat dia sedih. Aku sering bujuk dia buat akhirin hubungan toksiknya sama cowonya. Aku cuma pingin ada buat Carisa. Aku pingin dia sadar jika dia ga sendirian. Aku pingin dia berani."
Jaemin gigitin bibirnya. Hanya patuh mendengarkan. Seketika dia begitu lelah. Seketika Jaemin hilang minat. Seketika Jaemin capek sekali hanya untuk sekedar menarik nafas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elegi [NOMIN]
FanficJeno hancur di bawah ucapan Jaemin bxb! don't like don't read~