Chapter 8

1K 141 23
                                    

"Tianze menghilang! Bibi Ding terdengar sangat khawatir ge." ujar Junlin pada Jiaqi.

"Hah? Bukannya tadi kau pulang bersamanya?"

"Iya. Bahkan kami berpisah didepan gang rumahnya. Aneh. Mana mungkin ia melarikan diri."

"Apa yang sedang kalian bicarakan?" tanya Chengxin.

"Tianze hilang."

"HAH?! Apa kau serius?!"

"Bibi baru saja menelepon ku tadi.."

"Kita harus mencarinya!" Ujar Chengxin.

"Tapi hari sudah malam, bukankah lebih baik besok saja?" saran Jiaqi.

"Tapiii, bagaimana jika sesuatu terjadi padanya?"

"Kenapa gege begitu khawatir?"

Chengxin terdiam sejenak.
Benar, kenapa ia menjadi sekhawatir ini?
Bukankah ia sangat membenci adiknya  itu?

Membuang rasa gengsi dalam dirinya, keselamatan Tianze adalah yang terpenting baginya.
Menjadi anak orang kaya dan terkenal memang beresiko.

"Atau mungkin...." Ujarnya menggantung.



"Tianze diculik!"

.
.
.

Pagi telah tiba dan Chengxin sudah tidak sabar menunggu kabar adiknya.

"Kita kerumahmu dulu." ajak Jiaqi.

Mereka mengangguk dan segera kerumah Chengxin.

"IBU.." Chengxin berteriak agar ibunya membukakan pintu.
Tangannya terlalu lemah untuk mengetuk pintu besar itu.
Ia benar-benar gugup..

Pintu dibuka..

"Chengxin?! Kau darimana saja,nak?"

"Nanti kuceritakan bu. Aku izin kekamarku dulu."

Chengxin segera menuju kamarnya dan mengecek handphonenya.
Sayang, handphonenya mati karena baterainya habis.

Ia menge-charge hpnya untuk sesaat..

Sebuah pesan masuk muncul dilayar handphonenya..
Nomor tidak diketahui dan tampak mencurigakan,
Ketika ia mengeceknya..

"Sial!"

.
.
.

"Eungh.."

Tianze membuka matanya perlahan, membiasakan cahaya yang masuk kematanya.

Tunggu, Tianze merasakan sesuatu yang janggal.

Tangan dan kakinya sulit digerakkan, mulutnya juga ditempeli sesuatu.

Tempat yang ia tempati saat ini, sangat asing.

"Sudah bangun hm?"

Tianze tersentak dan memandang keasal suara itu.

Aneh, Tianze tidak mengenal orang itu sama sekali, melihatnya saja tidak pernah.

"Bagaimana tidurmu? Nyenyak?"

"Hmph hmph hmph hmph"

Yang terdengar hanyalah gumaman tak jelas dari mulut Tianze.

"Oh iya, mulutmukan dilakban." ujar orang itu terkesan mengejek.

Ia melepas lakban yang tertempel dimulut Tianze dengan kuat, membuatnya meringis kesakitan.

"Uh, maafkan aku adik kecil, sakit ya? Heheheh" ujarnya sambil tersenyum.

"Ka..kau siapa?"

"Ah iya! Namaku Yao Jingyuan.. Kenal? Tidak ya?"

"U..untuk apa kalian membawaku kemari?"

"Mendapat uang yang banyak? Jawaban itu boleh juga."

"Hah?"

"Maksud--"

"Jangan terlalu baik padanya Jingyuan!!"

Seseorang tiba-tiba muncul dari balik pintu,
Matanya yang tajam dan ekspresinya yang selalu tampak dingin membuatnya terlihat sangat menyeramkan.

Tianze bahkan tidak berani menatap sepasang mata itu lama, menurutnya tatapan itu sangat membunuh.

"Maafkan aku Zitao ge, anak ini terlalu polos untuk dikasari."

"Penggunaan katamu sangat ambigu, Yuan. Hahaha!" Zitao tertawa, tetap saja menyeramkan.

"Lihatlah! Polos apanya? Wajahnya? Sini biar aku beri motif!"

Zitao menampar pipi Tianze kuat, meninggalkan bekas merah disana.
Tianze hanya meringis kesakitan, rasanya sangat perih.
Matanya memanas, terlalu banyak air yang menggenang hingga rasanya ingin jatuh.

"Sebenarnya, kenapa kalian melakukan ini?" Ujarnya.

"Dendam masa lalu? Anggap saja ini semua salah ayahmu, Tianze."

"H..hah?"

"Sudah kuduga kau tidak akan mengerti. Jadi diam saja oke?!"

Tianze menunduk pasrah, ia hanya ingin tau.. Sampai kapan ia akan disekap ditempat menyeramkan seperti ini?

"Eh lihat. Tampaknya abangmu sebentar lagi datang."

Mata Tianze berbinar-binar, tersirat sebuah harapan dikedua biji matanya yang indah.
Ia berharap, gege nya akan tiba secepatnya.

"Agar menambah unsur dramatis, bukankah aku harus membuatmu sekarat dulu?" ujar Zitao menyeringai.

Tianze bergidik ngeri mendengarnya.
Ia antara bisa atau tidak bisa menebak apa yang akan dilakukan Zitao kepadanya.

Zitao kembali melakban mulutnya dan menyuruh Jingyuan untuk keluar.

"Jangan terlalu menyiksanya, bos." pesan Jingyuan sebelum menghilang dari pintu.

Kini hanya tersisa Zitao dan Tianze.
Jujur, Tianze belum pernah membayangkan kejadian seperti ini akan terjadi dalam hidupnya.

Diculik, sendirian, disiksa, masalah keluarga.
Hidupnya terasa seperti sinetron yang terdiri dari beribu episode.

Zitao hanya tersenyum miring, memandang rendah anak tuan Ding yang duduk tak berdaya didepannya.

Ia tak mengira bahwa menculiknya akan terasa sangat membosankan, maka dari itu, ia ingin memulai permainannya yang menyenangkan.

Bugh!

Zitao menendang perut Tianze keras, membuat anak itu batuk dan meringis kesakitan.
Namun hal itu yang membuat Zitao senang;anggap saja ia adalah seorang psikopat.

Pukulan demi pukulan terus dilayangkan ketubuh Tianze.
Tianze hanya diam pasrah, ia tidak bisa melawan karena tubuhnya diikat.

Sekujur tubuhnya kini penuh lebam dan darah,
Jadi seperti ini rasanya dikeroyok? Batinnya. Sakit juga ternyata.

Tampaknya tidak ada tanda-tanda Zitao untuk menghentikan kegiatan brutalnya.
Tenaga Tianze semakin lama semakin melemah.
Kesadarannya juga mulai berkurang, walau ia terus mempertahankan matanya agar tetap terbuka.

"Sudah bos. Anak ini akan mati!" Jingyuan mencegat Zitao yang sudah gelap mata.

"JANGAN HALANGI AKU!"

Tianze bingung, apa masa lalu yang dialami Zitao dan ayahnya hingga hal ini terjadi..

Dan...

Menurutnya

Jingyuan itu..

Tampak baik.

Tbc~
Akhirnya bisa fast-update wahahahaha(づ ̄ ³ ̄)づ

B L I N D •Ding Cheng Xin✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang