"Gilaaa.. Ini gila. Lo beneran maksi sama si unyu kemarin Sa?" tanya Merinda.
"Iyalah, yakali gue boong. Gue ga butuh pencitraan." jawabku.
Merinda histeris lagi, berteriak heboh seperti biasa dan aku otomatis langsung menjauhkan hape dari telinga. Sakit nih kuping lama-lama dengerin dia teriak-teriak mulu.
"Lo kenapa ga motoin dia? Kalo ga minta foto bareng?"
"Lo gila ya. Otak lo kayanya geser nih. Gue ga sengaja nabrak dia trus abis itu minta foto. Muka gue mau ditaro dimana?"
"Ih lo mah gitu sama temen sendiri. Kan biar gue bisa pandangin Sa biar bobo nyenyak."
"Geli tau ga, lo ngomong biasa aja. Gue bukan Miko, ga usah diimut-imutin."
"Ck, lo ga asik ah."
Cukup lama aku mengobrol panjang lebar sama Merinda. Aku sengaja bercerita tentang insiden kemarin dengannya dan sedikit melebih-lebihkan. Hahaa..
Kesenanganku terganggu kala ada yang mengetuk pintu tiba-tiba. Ku putuskan telepon dengan Merinda dan mengucapkan kata masuk setelahnya.
Tak lama muncul Clara, berjalan menunduk dengan diikuti sosok pria di belakangnya.
"Maaf bu Claryssa, saya sudah mencegah bapak ini tapi si bapak tetep ngotot mau bertemu ibu. Bilangnya dia klien penting." ucap Clara takut-takut masih dengan menunduk.
Aku berdecak, merasa kasian pada Clara sekaligus geram dengan pria di belakangnya.
"Oke tidak masalah Clara." ucapku sambil memberi isyarat ke Clara untuk kembali ke mejanya.
Setelah Clara keluar, aku lantas berdiri dan menghampiri pria itu.
"Jadi, ada kepentingan apa sampai Pak Randeas mau bersusah payah datang menemui saya?" sapaku tanpa basa-basi.
"Saya kangen sama calon istri. Makanya saya bela-belain datang kesini."
Astaga, tidak bisakah laki-laki ini menghilang sehari saja dari muka bumi. Sejak pertemuan keluarga di rumah dia semakin merajalela mengangguku.
"Saya rasa sekarang masih jam kantor. Jika bapak Randeas yang terhormat tidak ada kepentingan yang lain, silahkan keluar dari ruangan ini. Karena saya masih ada pekerjaan lain." Mataku menatap tajam ke arahnya.
Randeas dengan seenaknya malah duduk dengan menyilangkan kaki di sofa. Masih menatapku sambil bersidekap.
"Saya mau mengajak makan siang saja. Ada beberapa hal yang harus dibahas. Saya rasa sebentar lagi juga jamnya makan siang." ucapnya dengan santai sambil mengamati ruanganku.
Sial, maunya apa sih dia.
"Oke, baiklah. Saya akan meminta Clara buat menyiapkan minuman buat Pak Randeas. Takut bapak dehidrasi karena kelamaan nunggu terus meninggal. Sebenarnya saya sangat senang jika itu terjadi tapi saya sekarang masih mau sedikit berbaik hati." ucapku sambil berjalan ke arah mejaku.
Dia pun lantas tertawa terbahak-bahak.
"Oh ya. Kalo gitu saya mengucapkan terima kasih banyak dengan Bu Claryssa atas kebaikannya kali ini. Sungguh luar biasa kebaikan ibu."Kurang ajar memang lelaki ini, dia sengaja memancing emosiku setiap bertemu. Radarku selalu bekerja kala berdekatan dengan pria semacam dia. Tingkat kewaspadaanku akan langsung meningkat. Pengalamanku di masa lalu bukan hal yang membanggakan tapi setidaknya membuatku lebih berhati-hati setiap berhubungan dengan makhluk sepertinya.
Sengaja ku acuhkan Randeas yang sedang duduk dengan santainya di sofa. Aku lebih memilih melanjutkan pekerjaan daripada meladeninya. Dia hanya akan membuat emosiku naik dan hal ini tidak bagus untukku. Aku tidak ingin menambah kerutan di wajah, tidak sampai aku menemukan jodohku yang sekarang masih tidak ku ketahui keberadaannya.
Tanpa disadari, sedari tadi Randeas mencuri-curi pandang ke arah Claryssa yang sedang menatap laptopnya. Wajahnya mulus tanpa ada jerawat satupun, hidungnya yang mancung, rambutnya yang tergerai indah meski sedikit acak-acakan tapi malah menambahkan kesan sexy dan yang paling favorit adalah bibirnya. Bibir yang selalu mengucapkan kata-kata pedas dan sering mengacuhkan setiap perkataan darinya itu sangat menggoda. Membuatnya ingin mencicipi bibir yang berwarna merah muda itu.
Sial, dia mengumpat dengan keras dalam hati. Mikir apa dia barusan? Astaga...
Buru-buru dia mengalihkan pandangan dari Claryssa. Randeas menggelengkan kepala atas pemikiran yang terlintas di kepalanya barusan. Dia sudah sering ons dengan wanita-wanita cantik, bahkan tidak cuma sekali. Tapi entah mengapa dengan Claryssa terasa berbeda. Dia akui Claryssa sangat cantik, tanpa make up pun dia yakin Claryssa masih terlihat cantik. Tapi mata yang terkadang terlihat sendu itu selalu mengganggunya. Dia penasaran sekali.
Apa yang membuat gadis itu terlihat sendu saat menatap jalanan di depan cafe? Apakah semut kesayangannya meninggal ketika menyeberang jalan disana karena pengendaranya rabun jauh jadi tidak melihatnya? Namun saat berhadapan dengannya matanya akan menyorot tajam, tak jarang mengucapkan kata-kata pedas. Sungguh ini kenyataan yang kontradiktif.
Randeas tidak menyadari sejak kapan mengganggu Claryssa menjadi kesenangan tersendiri buatnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Move on Or Stay on??
RomanceClaryssa Adelia yang mengalami trauma mendalam dengan masa lalunya harus dihadapkan dengan kenyataan, bahwa kini dirinya mau tidak mau harus berhadapan dengan seorang lelaki lagi. Selama ini dia selalu menjaga jarak dengan makhluk yang bernama lelak...