Part 20

11 2 0
                                    

🍂🍂🍂

Ada perumpamaan yang mengatakan bahwa sekeras-kerasnya batu karang, jika terkena ombak lama kelamaan akan terkikis juga. Seperti itulah yang dialami oleh Claryssa. Seberapapun otaknya menolak untuk menerima setiap perlakuan Randeas, namun nyatanya hatinya perlahan mulai bisa menerima.

Intensitas pertemuan Claryssa dan Randeas akhir-akhir ini semakin sering, entah di kantor atau sekedar makan siang di luar. Tak jarang Claryssa diperlakukan luar biasa manis dengan Randeas, si manusia mesum itu berubah total. Sadar atau tidak, Randeas yang dulunya selalu dikejar-kejar oleh wanita kini harus berjuang jungkir balik demi mendapatkan perhatian dari Claryssa.

Claryssa mendengus pelan. Dia kesal bukan main saat ini. Dia sedang meminta saran kepada sahabatnya itu untuk menggagalkan rencana perjodohannya, namun yang dilakukan Merinda malah sebaliknya. Bukannya memberi saran malahan mendukung.

Ck..

"Gue gatau apa kurangnya dari Randeas Sa, selain masa lalunya yang begitu deh. Dia itu perfect, dalam artian yang sebenernya." ucap Merinda lagi, dia masih bersikukuh supaya perjodohan itu tetap berlanjut.

Claryssa berdecak. Kemudian dia menoleh ke arah sahabatnya yang sedang asyik makan keripik.

"Trus gue harus jatuh sama buaya lagi?"

"Seenggaknya lo kasih dia satu kesempatan Sa. Ga adil aja rasanya, cuma karena masa lalunya lo jadi seperti itu ke dia?"

"Kalo menurut gue sih. Lebih baik yang bejat trus tobat, bukannya yang baik tapi diem-diem main di belakang. Ga banget deh." lanjut Merinda.

Entah sengaja atau tidak, ucapan Merinda barusan seperti menyindir dengan sosok di masa lalunya. Claryssa menghela nafas perlahan. Dia akan kalah seperti ini kalau berdebat dengan Merinda, seharusnya dia sudah tahu.

"Lo sendiri yang bilang dulu Mer, Randeas itu bukan lelaki yang menyukai komitmen. Trus sekarang lo malah mendukung perjodohan ini tetap berlanjut."

"Lo ga pengen tau alasannya kenapa gue mendukung perjodohan ini pada akhirnya?" tanya Merinda sambil menatap sahabatnya.

Claryssa hanya mengedikkan bahu sebagai jawaban bahwa dia tidak tahu menahu.

"Gue cuma pengen liat lo terlepas dari bayang-bayang mantan lo itu Sa. Masa penjajakan ini akan sukses kalo lo bisa ngebuka diri buat orang lain. Semua tergantung diri lo Sasa, lo lebih memilih untuk tetep stay on atau move on?"

Claryssa yang sedang mendengar perkataan sahabatnya langsung tersentak. Ucapan sahabatnya membuatnya sadar bahwa selama ini yang dilakukan dirinya adalah bersembunyi dibalik rasa sakit hatinya. Dia belum move on, dia masih disana bersama dengan kepingan kenangan sang mantan.

"Gue mau lo bangkit dari keterpurukan ini Sa. Gue sedih liat lo seperti ini. Lo selalu nolak setiap lelaki yang gue kenalin ke lo selama ini. Lo selalu membatasi diri, hal ini membuat gue khawatir. Mau sampe kapan lo terus kaya gini? Dan gue rasa cuma Randeas yang mampu merubah lo."
Perkataan Merinda masih berlanjut. Claryssa hanya diam saja tanpa mengelak setiap pernyataan yang diucapkan oleh sahabatnya itu. Karena dia tahu, dia memang masih berpatokan dengan mantannya.  Dia masih belum bisa lepas dari lelaki brengsek itu. Seberapapun dia berusaha.

Akhirnya mereka berdua lebih memilih diam, bergelut dengan pikiran mereka masing-masing.

Merinda sangat sadar dengan kondisi sahabatnya itu saat ini, dia sangat khawatir. Claryssa selalu menutup diri dari semua lelaki yang mencoba untuk mendekatinya. Traumanya untuk menjalin hubungan dengan pria belum hilang hingga saat ini. Dia harus membantu Claryssa menghilangkan traumanya, biarpun dia harus mengumpankan kepada Randeas. Entah kenapa hatinya seolah mempunyai feeling jika hanya Randeas yang mampu merubah Claryssa. Saatnya dia turun tangan kali ini, tidak berdiam diri dan hanya menemani Claryssa saja.

Sedangkan Claryssa pikirannya melayang memikirkan sikap Randeas belakangan ini. Entah kenapa dia merasa ada yang berbeda dari lelaki itu. Meskipun dia brengsek tapi perlakuan dan perhatiannya benar-benar membuatnya tersanjung, seolah menjadi satu-satunya wanita yang dipuja olehnya. Bahkan saat ini dia sudah jarang sekali memikirkan mantannya itu. Bagaimana dia sibuk memikirkan mantan jika Randeas saja selalu merecokinya setiap hari tiada henti. Benar-benar..

Randeas bisa bersikap manis dan menyebalkan sekaligus. Entah kenapa hal itu yang membuatnya berbeda. Pria itu terkadang membuatnya serasa terbang di atas awan, namun juga terkadang menghempaskannya begitu saja. Claryssa tidak tahu apa yang sebenarnya diinginkan oleh lelaki itu. Dan sebelum dirinya lepas kendali seperti sebelumnya dia harus menjaga jarak, dia tidak boleh lengah. Randeas sangat berbahaya, terutama untuk hatinya.

Seolah sadar dirinya sedang dibicarakan, tak lama ada panggilan telepon masuk dari Randeas. Claryssa hanya menengok sekilas dan mengacuhkannya. Panggilannya pun tak lama mati namun tak berselang lama dering hpnya kembali berbunyi, menandakan ada sebuah pesan yang masuk.

Dengan malas-malasan Claryssa meraih hp dan membacanya, matanya langsung melotot lebar. Dia mengumpat keras dalam hati.

Bisa-bisanya lelaki itu datang ke apartemennya tanpa persetujuan darinya. Dia merasa tenang jika tidak ada Merinda, dia bisa saja mengacuhkan jika Randeas mengetuk pintunya. Tapi disini sekarang sedang ada sahabatnya yang tengah duduk santai sembari menonton tv. Tidak mungkin jika sahabatnya itu dengan begitu teganya membiarkan Randeas menunggu di luar setelah mengetuk pintu namun tak kunjung dibukakan.

Oke, dirinya sekarang mau tidak mau harus mengusir Merinda secepatnya. Kalau tidak semua rencananya akan hancur berantakan.

"Aduh..gue lupa Mer. Gue ada janji sama klien nih yang baru balik dari luar negeri. Duh gimana ya?" ucap Claryssa berpura-pura. Mudah-mudahan aktingnya kali ini benar-benar meyakinkan.

Merinda hanya menoleh dan mengerutkan kening. Dia menatap lama namun tak lama dia pun berdiri.

"Lo gimana sih? Hari libur gini masih aja kerjaan yang diurusin. Ck. Tau gitu gue ogah kesini, mending jalan bareng Miko."
Merinda menggerutu dan mukanya nampak kesal bukan main.

Claryssa hanya bisa memberikan cengiran meminta maaf padanya.

"Sorry Mer, ntar sebagai gantinya lo gue traktir deh. Gue bener-bener lupa. Ini juga Clara ngingetinnya dadakan banget. Gue bener-bener lupa. Sorry ya..." ucapnya lagi sambil mengatupkan kedua tangan. Tak lupa juga dengan muka yang memelas.

Merinda hanya mendengus pelan namun dia segera beranjak mengambil tasnya dan berlalu menuju pintu.

"Untung lo sahabat baik gue. Gue pegang omongan lo ya Sasa, awas aja gue pokonya minta traktir yang mahalan kali ini." ucap Merinda lagi sebelum berlalu dari pintu.

Claryssa hanya bisa mengangguk pasrah.

Setelah mengantarkan Merinda sampai di depan pintu lift, dengan terburu-buru dia berjalan kembali menuju apartemen. Claryssa harus buru-buru sebelum Randeas melihatnya. Kalau tidak, Randeas akan tahu jika dia berada di apartemen. Namun baru hendak membuka pintu apartemen, dilihatnya Randeas keluar dari lift.

Sial. Dia mengumpat lagi.

Sia-sia sudah usahanya mengusir Merinda kali ini. Dia tidak bisa menghindari lelaki mesum itu kali ini.

"Lo abis darimana calon istri? Menyambut kedatangan gue ya?" sapa Randeas dengan nada yang teramat sangat menyebalkan.

***

Move on Or Stay on??Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang