Part 6

31 2 0
                                    

Terkadang dalam hidup ini kamu lupa, ada hal kecil yang tidak terlihat tapi hal kecil itulah yang selalu mendukungmu dalam kondisi apapun. Sahabat dan keluarga...

🍂🍂🍂

Tidak perlu banyak orang untuk membuktikan dan menunjukkan betapa hebatnya dirimu. Seorang sahabat tidak akan pernah meragukan seperti apa dirimu. Tidak banyak kata tapi dia yang akan selalu maju terlebih dahulu ketika sesuatu yang buruk menimpamu. Itulah makna dari seorang sahabat. Kita bukan manusia individual yang bisa hidup mandiri bukan? Kita adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan keberadaan orang lain. Seorang sahabat akan senantiasa mengiringi langkah kita dalam suka maupun duka. Dia akan selalu berada di samping kita bahkan dalam kondisi terburukpun. Dia yang akan selalu bilang ke kita kalo kamu pasti bisa. Dia yang akan menguatkan kita.

Aku tidak butuh banyak orang untuk berteman, kalian pasti sudah tau alasannya. Iya, aku tidak menyukai sebuah kepura-puraan di dalamnya. Cukup seorang sahabat itu sudah sangat berarti. Ketika banyak kepalsuan di wajah manisnya itu lama-lama akan membuatmu bosan dan muak. Mereka cenderung akan meninggalkanmu ketika kamu di bawah dan mengolok-olok seolah kejadian buruk yang menimpamu adalah sebuah lelucon. Tapi mereka akan datang berbondong-bondong dengan senyuman paling manis di dunia ketika kamu sedang berada di titik teratas. Menggelikan menurutku. Dan seorang sahabat tidak akan pernah melakukan hal ini kepadamu. Percaya atau tidak itu terserah kalian. Aku tidak memaksa kalian untuk mempercayainya. Tapi aku pernah merasakan di posisi itu. Keberadaan seorang Merinda sebagai sahabat sudah sangat cukup buatku. Dan aku tidak butuh mereka-mereka lagi. Tidak, terimakasih.

Persahabatanku dengan Merinda dimulai sejak SMA, aku lupa tepatnya di kelas berapa. Kejadian itu sudah lama sekali, beberapa tahun yang lalu. Tapi aku tidak pernah lupa hal-hal kecil yang dilakukannya, dia akan selalu ada untukku. Menyiapkan bahunya kala aku sedang bersedih atau memberiku lelucon garing hanya untuk menghiburku. Dan dia sekarang sudah bertranformasi menjadi si cabe. Aku bersyukur memilikinya, seenggaknya di hidupku yang monoton ini sedikit lebih berwarna.

"Lo utang penjelasan banyak sama gue tau ga? Kurang ajar banget kan, udah main kabur gitu aja trus ketemu sama Randeas ga bilang-bilang juga. Lo temen apa bukan sih sebenarnya?" berondongnya setelah mendudukkan diri di sofa.

Aku memutuskan menghabiskan waktu weekend kali ini di apartemen aja bareng sama Merinda. Mungkin kita bisa membuat tutorial memasak biar bisa menjadi youtuber terkenal. Tapi aku ga terlalu yakin dengan ide itu, kita cenderung akan mengacaukan dapur dibandingkan menghasilkan sebuah masakan dengan cita rasa luar biasa. Dan bagian paling buruknya adalah kita bisa membakar dapur itu dalam sekejap. Oke, itu ide yang buruk. Emm..mungkin kita bisa mencoba membuat video tutorial make up siapa tau bisa jadi beauty vlogger. Hemm..itu baru ide jenius.

"Nih minum dulu, lo pasti haus sepanjang perjalanan kesini tadi." Ucapku mencoba menunda menjawab pertanyaan darinya dengan menyerahkan segelas air padanya.

"Iyah. Bentar gue minum dulu." Jawabnya sambil menerima gelas tadi yang ku berikan padanya.

Tak lama bel pintu berbunyi, aku melangkah kesana. Sepertinya makanan yang aku pesan sudah datang. Aku masuk kembali sambil menenteng dua box pizza dan beberapa kaleng soft drink.

"Tau aja sih gue mau dateng, lo emang da best dehhhhh Claryssa," ucapnya sambil melemparkan kiss jauh padaku. Gila tuh anak lama-lama, heran dengan Miko bisa betah punya pacar sepertinya. Bisa gila beneran lama-lama..

Setelah menghabiskan beberapa menit untuk menonton film sambil makan beberapa potong pizza, akhirnya pertanyaan yang sempat tertunda tadi muncul lagi.

"Jadi, gimana?" tanyanya.

Ku hela nafas sekali lagi, sepertinya aku tidak bisa menghindar lagi.

"Gue kemarin ngeliat Rafael di club, gue juga gatau kenapa dari sekian banyak tempat di kota ini gue harus ketemu dia di club. Rasanya ngeliat dia baik-baik saja sedangkan gue berjuang mati-matian menata hati bikin gue geram sekaligus kasian sama diri gue sendiri. Gue ga sanggup lama-lama berada disana, makanya gue langsung cabut setelah ngeliat mukanya.

Gue minta maaf Mer, kemarin gue ga sempet bilang apapun sama lo. Lo tau gue kaya gimana selama ini setelah tiga tahun yang lalu. Gue hanya mencoba melindungi diri gue, pengecut sih emang."

Merinda menatapku dengan raut muka penuh penyesalan kemudian dia menggenggam tanganku.

"Lo liat gue, gue yang harusnya disini minta maaf sama lo. Gara-gara gue lo jadi ketemu sama si brengsek itu lagi. Tapi lo harus inget kata-kata gue kemarin Sa, mau sampai kapan lo akan kucing-kucingan seperti ini? Itu semakin menunjukkan betapa terpuruknya lo tanpa dia. Dan gue sebagai sahabat lo ga mau seperti itu."

See, aku tidak perlu menjelaskan lagi bagaimana beruntungnya aku mempunyai sahabat sepertinya.

Mungkin benar apa yang diucapkan Merinda, ga seharusnya aku bersikap seperti kemarin. Itu hanya menambah daftar betapa terpuruknya aku. Tapi mau bagaimana lagi, memang seperti itulah keadaannya. Tidak mudah melihat mantan dalam kondisi baik-baik saja semenjak berpisah sekian tahun sedangkan kamu harus berjuang seorang diri untuk menata hati yang ditinggalkannya. Entahlah aku tidak tau mana yang benar disini. Aku hanya mencoba menyelamatkan diriku saja.

"Gue ketemu temen lo itu juga ga sengaja, gue kemarin ada meeting dan ga nyangka dia menjadi salah satu diantara klien gue itu. Pertemuan ga sengaja sih lebih tepatnya dan menurut gue juga itu bukan hal yang penting." Lanjutku lagi.

"Randeas?" tanyanya.

"Iya, siapa lagi. Pertemuan selanjutnya di cafe langganan gue juga kebetulan lagi, dia bilang sih ban mobilnya bocor di deket situ makanya mampir di cafe. Dan ga sengaja ngeliat gue duduk merenung disitu. Udah gitu aja, nothing special."

"Oke, alasan gue terima. Tapi satu hal yang harus lo inget Claryssa, lo harus mencoba membuka hati lo. Lo itu cantik, banget malah. Siapapun akan rela bersujud di kaki lo demi mendapatkan sedikit perhatian lo. Lo hanya buang waktu percuma kalo lo hanya nangisin cowok brengsek seperti Rafael. Ga banget tau ga sih.." ucapnya mencoba menyemangati.

Entah mengapa hal seperti itu mudah diucapkan tapi sulit ketika melakukannya. Aku tahu maksud Merinda baik, tapi entahlah..

Aku hanya tidak tau apa yang harus aku lakukan.

***

Move on Or Stay on??Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang