PROLOG

434 45 8
                                    

Masukan cerita ini dalam reading list mu:)

Kalau endingnya membuat jarak di antara kita akan terasa begitu nyata, kenapa harus ada ending?
-Unbroken Shadow-

***

  Gadis berseragam putih abu-abu itu menatap sendu ke arah seseorang yang begitu mirip dengannya. Setahun telah di lewati--dan kini gadis itu kembali terbaring lemah di ranjang rumah sakit.
Gadis disampingnya memegang tangan pucat itu sambil menangis dalam diam.

"Bangun Chelsi, kalau lo tidur terus Mamah bakalan hancurin hidup gue--" lirih gadis itu, ia mencengkram sisi ranjang dengan erat.

"Kenapa lo terus-terusan bikin hidup gue berantakan? Apa salah gue? Gue ini kembaran lo, apa lo nggak bisa buat hidup gue tenang sekali aja?" mata gadis itu berkaca-kaca.

   Seseorang membuka pintu dari luar, segera dihapusnya air mata sialan itu. Kini berdiri Seorang wanita paruh baya yang masih cantik. Ia menatap salah satu anak gadisnya itu dengan tatapan dingin, melihat anaknya memakai seragam sekolah membuat ia kesal.

"Mamah," cicit gadis itu pelan.

"Udah Mamah bilang berapa kali sama kamu, mamah nggak suka kamu sekolah! Lebih baik kamu ikutin kembaran kamu Chelsi, sekolah musik!" tatapan wanita itu sedikit garang.

"Chika mau sekolah, kayak anak SMA biasa mah. Mamah nggak bisa paksa Chika biar sama kayak Chelsi! Chika mau jadi diri sendiri." bantahnya.

"Chika ... Kamu menentang Mamah?! Keputusan Mamah udah bulat. Besok mamah bakal ngurus surat pindahan kamu." bentak wanita itu tak terbantahkan.

   Tubuh gadis bernama Chika itu melemas seketika.

"Chika nggak mau Mah, Chika itu bukan Chelsi! Mamah nggak bisa ngerubah Chika gitu aja. Chika bukan boneka mamah!" teriaknya.

   Vea, menatap anaknya dengan emosi. "Kenapa kamu susah banget diatur sih? Mamah tuh mau yang terbaik buat kamu, kamu nggak lihat keadaan Chelsi sekarang? Dia kritis. Kamu harus bisa gantiin kembaran kamu untuk turnamen resital piano itu! Mamah nggak mau tahu!"

Chika tersenyum kecut, "Dari dulu Mamah cuma sayang sama Chelsi, Mamah cuma peduli sama Chelsi dan mamah selalu mikirin tentang Chelsi. Tapi, apa mamah pernah mikirin sedikit kebahagiaan aku?"

PLAKKK

   Sebuah tamparan mendarat mulus di pipi Chika. Kini air matanya sudah tak bisa ditahannya, cairan bening itu kini tak terbendung lagi--tertumpahkan bersama segala pengharapan yang sia-sia. Bagaikan tersungkur diantara ribuan panah yang melesat menancap dinding pertahanannya. Sangat dalam!

Sorot mata Chika sarat akan kesedihan, yang mungkin takkan pernah usai.

Bagaimana bisa seorang ibu menampar anaknya? Wajah Chika terasa panas. Rasanya ia ingin bunuh diri sekarang! Untuk apa hidup, kalau terus di bayang-bayangi oleh penyiksaan batin ini? Betapa menyedihkan dirinya yang hanya berperan sebagai siluet bayangan dari sosok sempurna--Sang kembaran, ia merasa seperti seonggok hama yang terus menumpang pada inangnya. Merugikan!

   Chika memegang pipinya yang memanas, "Ternyata Chika benar, Mamah nggak pernah sayang sama Chika."

Vea seolah menulikan telinganya, mendengar tangisan Chika. Hatinya seperti telah ditutupi bongkahan batu yang besar sehingga membuatnya egois dan keras kepala. Bahkan air mata Sang putri, seolah-olah tidak bernilai apa-apa baginya.

"Dengar Chika ini untuk kebaikan kamu dan Chelsi. Mamah hanya meminta kamu menggantikan Chelsi selama turnamen itu, setelah Chelsi kembali pulih ... kamu akan Mamah bebaskan."

   Kalimat itu terdengar seperti tombak yang menancap tepat di ulu hatinya. Apakah rasanya sesakit ini?

"Chika nggak minta Mamah berikan rumah mewah, semua baju bagus, uang yang banyak atau sekolah yang bagus. Yang Chika mau cuma senyum Mamah, tulus hanya untuk Chika, Chika mau Mamah meluk dan usap rambut Chika seperti yang dilakukan Ibu lain kepada putrinya,"

Chika melirik Chelsi, "Dari dulu Chika cuma mau kasih sayang Mamah, sama kayak Chelsi. Chika mau menghabiskan waktu sama Mamah, belanja bareng, masak bareng. Apa itu salah? Kenapa Mamah benci Chika?! Katakan apa salah Chika?"

"Chika sangat mencintai Mamah. Chika mau bilang makasih karena Mamah nggak jadi bunuh Chika waktu itu." suara Chika semakin menipis--tak terdengar jelas.

Vea tidak berujar apa-apa, karena berikutnya yang terjadi adalah keheningan yang melanda.

' Chika tetap sayang sama Mamah walau Mamah nggak pernah anggap Chika, setidaknya Chika berguna jadi anak Mamah--sebagai pengganti Chelsi.' batin Chika.

' batin Chika

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-TBC-

Vote dan coment jangan lupa guys!

See you next time
And good bye

Unbroken Shadow Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang