Moonchild: 03

232 45 4
                                    

⚠a/n; halo! gak disangka moonchild udah 150+ readers😭 terima kasih banyak yang sudah membaca cerita ini termasuk yang meninggalkan vote beserta comment💕. seneng bgt aku tu udah ratusan:') ternyata jumlah readersnya lebih cepet dari pada sonder😅.

Udah si itu aja hehe, enjoy!!~

• • • •

" No one needs to understand your insanity but yourself.  "

- 🌑 -

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

- 🌑 -

Angin siang berhembus perlahan mengenai kulit pucat Yoongi, membuatnya mengaduh kedinginan. Segera ia mengeratkan jaket tebalnya —pemberian Namjoon tahun lalu.

Suasana di tempat ini sangatlah sepi. Tentu. Bahkan hanya dia yang satu-satunya masih hidup disini.

Yoongi menatap batu nisan didepannya dengan miris. Rasa rindu yang tak bisa ia tahan membuatnya sedikit tersiksa ketika melihat batu bertuliskan nama marga yang sama dengannya.

Andaikan jika ia tidak ada di dunia ini, mungkin gadis yang sudah tak bernyawa didepannya ini hidup bahagia dengan keluarganya sekarang tanpa dirinya. Ya, andaikan.

"Hei, aku rindu. Tidak bisakah kau datang menemui adikmu ini?" Gumamnya.

Yoongi memang bodoh berbicara dengan benda mati didepannya. Ya, Yoongi akui itu. Tapi, entah mengapa firasatnya yang kuat meyakinkan Yoongi bahwa kakak kembarnya ini bisa saja menjawab perkataan Yoongi. Ia yakin itu.

Min Yoonbi, kembaran perempuan Yoongi yang hanya terpaut lima menit saja tak disangka memiliki umur yang pendek. Tragisnya, Yoonbi meninggal diusia belia, yaitu umur delapan tahun dikarenakan kecelakaan yang menimpanya saat menghampiri Yoongi di sebrang jalan sepuluh tahun yang lalu. 

Disaat itu pula semua kejadian buruk terulang kembali. Kejadian yang tak diinginkan Yoongi itu datang kedalam hidupnya.

Yoongi kecil kesepian, ia diasingkan oleh ayahnya dan kakak laki-lakinya. Ibunya bahkan sudah meninggal saat mereka berdua berumur dua tahun. Tidak ada yang membelanya saat itu. Sama sekali tidak ada.

Semua tentang hal buruk membuatnya trauma di masa depan. Bahkan sampai sekarang, Yoongi tidak ingin bertemu dengan ayahnya yang kasar dan kakak nya yang pengecut itu. Ia sendiri tidak tahu apakah mereka masih hidup di Daegu atau sudah ditelan bumi? Ia tak pernah penasaran akan hal itu.

Air mata membasahi pipi dinginnya tiba-tiba. Kedua tangannya buru-buru menghapusnya dengan cepat. Tak ingin orang atau hantu melihat kelemahannya yang satu ini.

Saat hendak berdiri meninggalkan makam itu, tiba-tiba saja ada suara kecil dari seorang perempuan di belakangnya,

"Yoongi-ah, apa kabar?"

[ > > > ]

"Namjoon-ah, aku lapar. Bisa tidak kau memasak untukku?" Hoseok mengadu ke Namjoon setelah perutnya berbunyi– tanda kelaparan. Padahal saat di kedai tadi, mereka berdua dengan Yoongi sudah memakan jjajangmyeon dan kimchi buatan Haeun ditambah dengan cupcake —makanan penutupnya dan juga minuman teh yang dibuat spesial oleh Jina.

Mengapa Hoseok yang berbadan sedang ini sering makan tetapi tidak gendut? Lama-lama Namjoon bisa iri karenanya.

Pria jangkung itu meraih ponselnya yang berada di nakas meja. Kedua jempolnya mengetik sesuatu diatas keyboard ponsel dengan cepat. Lalu ia menaruh benda canggih itu dan fokus kembali pada angka-angka menyebalkan didepannya.

Sejujurnya, angka-angka itu tidak terlalu menyebalkan sih menurut Namjoon. Kesehariannya yang selalu makan angka dan huruf membuatnya sudah biasa akan hal itu.

Hoseok yang sedang bermain Play Station di sampingnya kembali mengaduh pada Namjoon karena temannya yang satu itu tak membalas perkataannya tadi. "Namjoon-ah, kau dengarkan?"

"Sudah ku pesan fried chicken dan chicken katsu beserta antek-anteknya." Jawabnya tanpa memandang Hoseok.

"Wah, terima kasih banyak." Girangnya sambil menggerakkan jarinya cepat diatas stik ps nya, mengontrol mobil miliknya yang hampir keluar dari zona arenanya.

Ya, kebetulan Namjoon dirumah sendiri hari ini. Mungkin sampai dua hari kedepan. Hoseok bisa menggunakan Play Station nya dirumah Namjoon karena rumah Namjoon memiliki televisi yang cukup besar yang membuat Hoseok puas dalam bermain game.

"Oh ya, kemarin Yoongi hyung tidak masuk. Noona ku bilang dia sakit. Tapi tadi ku lihat dia baik-baik saja?"

Namjoon yang sedang berkonsentrasi seketika buyar saat Hoseok menyebut nama Yoongi.

"Sudah sembuh kali?"

Hoseok tertawa kecil, terdengar meremehkan. "Sakit apa yang bisa sembuh dalam jangka satu hari? Memang ada? Coba jelaskan padaku Dokter Kim."

"Hm...aku juga tidak tahu. Mungkin diare? Atau sedikit mengalami sakit pada bagian kepala, singkatnya pusing?"

Hoseok menaruh stik ps itu. Game nya baru saja selesai dan ia menempati juara pertama. Tak ada rasa bangganya sama sekali, padahal jika ia sadari, baru kali ini ia memenangkan game mobil itu dengan juara pertama.

"Namjoon-ah, dia itu aneh. Tidak kah kau sadari itu?"

"Lalu?"

"Jauhkan dia. Bisa saja dia berbahaya untukmu,"

Namjoon mengerutkan dahinya. Tidak disangka Hoseok berbicara seperti ini kepadanya. Namjoon kira, selama satu tahun Hoseok dan Yoongi berteman bisa membuat Hoseok memaklumi sifat-sifat yang dimiliki si pria pucat itu. Ternyata malah menyimpang dari pikiran Namjoon.

Mengerti ekspresi Namjoon yang kebingungan membuat Hoseok melanjutkan pembicaraannya. "Maksudku, bukan seperti itu. Semakin lama Yoongi hyung terlihat semakin menutupi dirinya. Takutnya ada rahasia besar yang ia simpan selama ini. Seperti balas dendam terhadap seseorang?"

"Mengapa kau bisa berpikiran seperti itu?"

"Hanya firasat ku saja," Hoseok berdeham sebelum melanjutkan kalimatnya. "Minggu depan atau minggu depannya lagi aku yakin bahwa Yoongi tidak akan masuk sekolah lagi selama tiga hari. Atau bahkan lima hari."

-TBC

⚠; Oya, jadi disini Yoongi ada kembarannya, Yoonbi. Tadinya aku mau namain Yoonji, tapi jdnya nnti ngakak:'

Moonchild [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang