Nathan melirik sinis ke arah Abel yang sedari tadi tidak berhenti berbicara. Bukannya Nathan tidak ingin mendengarkan celotehan Abel ataupun ia membenci Abel tapi seharusnya cewek itu sadar mereka berdua sedang berada di Perpustakaan yang suasananya memang harus sunyi tanpa adanya celotehan siswi bawel seperti Abel
Abel bersembunyi dari Berlin di perpustakaan dan akhirnya bertemu dengan Nathan yang membuat Nathan merasa menjadi manusia tersial hari ini karena Abel memaksa ingin bergabung denganya
"Kenapa sih lo ngeliatinya sinis banget? Ga suka gue ada disini?!"
Mendengar nada bicara Abel yang terdengar marah Nathan hanya memutar bola matanya sambil menghela napas panjang "Kita di perpus"
"Siapa bilang kita ada di Arab? Tanpa lo jelasin juga gue udah tau kita ada dimana"
"Jangan berisik. Kalo lo cuma mau ganggu gue mending lo keluar" ucap Nathan penuh dengan penekanan di setiap katanya
"Siapa sih yang mau ganggu lo? Gue kan udah bilang gue kesini tuh mau ngehindarin Berlin tapi ko lo m-"
"Disini ngehindar dari gue atau modus?"
Abel memejamkan matanya kuat-kuat, ia kenal betul dengan suara yang ada di belakangnya ini maka dari itu ia tidak berani menoleh sedangkan Nathan yang ada dihapannya hanya memasang ekspresi biasa, seolah tidak peduli dengan sekitarnya. Padahal bisa saja nyawa Nathan sedang terancam sekarang
"Bel. Gue bukan setan, masa denger suara gue aja lo tutup mata"
Abel membuka matanya dan menemukan Berlin dengan wajah menyebalkanya, ia menatap dingin ke arah Abel "Eh Berlin"
"Kenapa? Takut? Udah kecyduk modus sama cowok lain"
"Idih siapa yang modus. Gue? Modus sama Nathan? Engga lah!"
Berlin menaikan sebelah alisnya "Kalo bukan modus apa namanya? PDKT?"
"Lo berdua kalo mau berantem ngurusin masalah kalian mending di depan deh. Ini perpus bukan panggung teather"
"Maksud lo apa?! Ngatain gue sama Abel drama?"
Nathan tersenyum sinis "gue ga bilang gitu lo sendiri yang ngomong" dari nada bicaranya Nathan sama sekali tidak takut pada Berlin
Melihat Berlin yang sudah mengepalkan kedua tanganya, langsung saja Abel menariknya keluar perpustakaan. Ia yakin jika dibiarkan terlalu lama berada di dalam Berlin pasti sudah menonjoki Nathan
Apa kata siswi lain nanti jika mengetahui Berlin dan Nathan si most wanted sekolah yang mempunyai sifat bertolak belakang berantem di perpustakaan. Terlebih lagi pasti Abel menjadi tersangka utama penyebab mereka berantem karena ia ada di tempat kejadian
Memikirkanya saja Abel sudah malas maka dari itu ia memilih jalan yang simple. Menarik Berlin menjauh dari perpustakaan
"Kenapa sih? Lo suka ya sama Nathan? Lo suka kan?! NGAKU!"
"Gue ga suka lin!"
"BOHONG! GUE TAU LO SUKA DIA ABEL!" Teriakan Berlin yang menggema di lorong sekolah itu membuat mereka berdua menjadi tontonan para siswa
Abel menatap Berlin sinis air mata menggenang di kelopak matanya, Abel tidak menyangka Berlin akan semarah itu. Terlebih lagi Berlin membentaknya di depan semua orang hanya karena masalah yang tidak jelas, cemburu
"Gue ga suka! Lagipula lo itu pacar gue. Semua orang juga tau gue pacar lo, gue ga mungkin ngedeketin cowok lain Berlin. Gue ga semurah itu!"
Mendengar ucapan Abel. Berlin hanya terdiam, ia tidak tahu harus mengatakan apa. Terlebih kini mereka sudah menjadi pusat perhatian rasanya malu jika ia langsung mengucap maaf, satu hal yang identik dengan Berlin. Ia lebih mementingkan reputasinya dibandingkan apapun
"Kenapa diem? Ngerasa kalo lo salah tapi takut buat minta maaf? Gue ga butuh cowok yang buat ngucap kata maaf aja susah"
Saat Abel ingin beranjak pergi meninggalkan Berlin tiba-tiba cowok itu menahan pergelangan tangan Abel dan merengkuh tubuh Abel ke pelukannya
"Maaf"
Pertahanan Berlin runtuh. Kata itu keluar sempurna dari mulut Berlin, cowok itu sudah tak lagi mementingkan reputasinya ia hanya memikirkan cara agar Abel tidak marah lagi padanya
Lagipula toh memang Berlin yang salah karena menuduh anak orang sembarangan jadi wajar saja jika Berlin minta maaf
Abel mendorong tubuh Berlin hingga pelukannya terlepas. Ia menatap Berlin sinis "Masih mau marah? Nuduh gue?"
Berlin cemberut, ia menunduk sambil memainkan jari-jarinya persis seperti anak kecil yang habis membuat kesalahan "Engga. Abel mau maafin Berlin?"
Abel tidak menjawab karena ia masih terpaku akan sifat Berlin. Rasanya aneh seorang Berlin berlaku seperti ini, terlebih Abel sadar bahwa banyak yang sedang memperhatikan mereka
"Abel? Nanti pulang sekolah Berlin traktir deh. Kita jalan-jalan tapi maafin ya"
Abel tersenyum kemudian ia mengangguk
🍃🍃🍃
Berlin mengerucutkan bibirnya untuk yang kesekian kali. Rasanya tadi saat di sekolah Abel sudah memaafkanya namun mengapa sifatnya berbeda. Cewek itu sama sekali tidak membalas satupun ucapan Berlin
Bahkan ketika Berlin memparkirkan motornya di parkiran Mall. Abel biasa saja padahal biasanya cewek itu pasti bertanya eh kita kemana? Atau ko ke sini dulu? namun kali ini lain ia tidak merespon apapun
"Bel, kok diem aja? Sariawan ya? Tadi pas marah-marah lidahnya kegigit ya? Sukurin siapa suruh marahin Berlin"
Abel masih diam. Ternyata benar kata Tayler dan Ilham tingkat horornya cewek itu kalo udah marah ia berhenti peduli atau kata lainnya DIAM
"Abel masih marah? Maafin Berlin" melihat puppy face yang Berlin tunjukan Abel hanya menyerit jijik
"Stop deh. Dari tadi tuh sebenernya gue jijik dengerin lo yang sok imut. Abel masih marah ya sama berlin? Please Berlin jangan nanya itu mulu kalo lo udah tahu jawabannya"
"Marah kan?"
"ENGGA! Subahannallah Berlin Malik Sanjaya ko lo ngeselin sih"
"Kalo ga marah yaudah gausah teriak-teriak. Malu! Gue bawa pacar gue bukan bawa tarzan betina"
Abel mendelik marah. Ia tidak terima saat Berlin berkata ia seperti Tarzan betina, namun sayang ia hanya bisa pasrah karena mau marah juga percuma, karena Abel tahu berdebat sama Berlin akan berujung panjang
"Suka novel ga?" Tanya Berlin setelah mereka melewati, salah satu toko buku ternama yang memang sudah tak asing lagi di masyarakat
Abel mengangguk antusias "Suka banget"
Entah mengapa setelah jawaban itu Berlin langsung menarik tangan Abel untuk berputar arah dan memasuki toko buku, Berlin terus menarik Abel hingga akhirnya cowok itu berhenti dan melepaskan genggamanya di hadapan rak buku-buku novel kesukaan Abel
"Pilih yang bagus" ucap Berlin santai
"Tap-"
"Ini perintah"
Abel hanya mengangguk kemudian memilih buku novel yang memang sudah lama menjadi incarannya
Ia berjalan ke arah Berlin namun Berlin tidak merespon ia hanya menyerit bingung "Cuma satu? Cari yang banyak"
Abel hanya mengangguk. Dan kembali mencari novel-novel yang menurutnya bagus, kini di tangan cewek itu sudah ada 5 novel dengan judul yang berbeda
Tanpa aba-aba Berlin merebut semua buku yang di pegang Abel dan membawanya ke kasir
Abel yang tidak tahu apa-apa dan tidak mengerti cara kerja otak Berlin hanya terdiam sambil memperhatikan Berlin dari tempatnya berdiri. Hingga cowok itu kembali menghampiri Abel
"Makasih ya bukunya. Kalo lo mau baca pinjem aja ke gue" Berlin mengedipkan sebelah matanya kemudian keluar dengan santainya dari dalam toko buku
Sedangkan Abel ia hanya menatap Berlin tidak percaya. Ia pikir Berlin menyuruhnya memilih novel karena ingin membelikannya untuk Abel namun ternyata novel-novel itu untuk dirinya sendiri
Sungguh Berlin cowok yang tidak romantis
KAMU SEDANG MEMBACA
Aberliana
Teen FictionBerlin mengangkat sebelah alisnya "kalo gitu. Lo jadi pacar gue" "WHAT? Lo nembak gue?!" "Emang itu terdengar kaya pertanyaan?" Bagaimana nasib si anak baru, Abelia ketika harus menjadi pacar most wanted sekolah yang mempunyai reputasi jelek hanya k...