Chapter 3

12 3 0
                                    

Hari ini tampak cerah, langit sepertinya sedang bahagia. Aji berencana ke rumah wulan karena saat ini Wulan sedang libur. Sejak pagi Ia sibuk mempersiapkan kedatangan Aji dan pergi ke pasar untuk membeli bahan masakan kemudian beristirahat di masjid dekat pasar sebelum Ia pulang. Wulan terdiam menatap langit dengan hati penuh sesal mengingat Radit kemarin.

"Maaf," gumam Wulan sembari mengusap lembut air mata yang menetes tanpa sadar.

Tak ingin berlama-lama larut, wulan kemudian bangkit untuk pulang namun seseorang membuatnya terkejut.

"Wulan."

"Eh, Radit," ucap Wulan canggung.

"Mari, dit." Wulan bergegas meninggalkan Radit.

Radit menatap Wulan heran, "Kenapa kamu terlihat menjauh, lan?."

Februari, 2012
"Lan, maaf dong tolong print surat ini di ruang guru aja. Gue lagi sibuk nih."

"Gue gak bawa laptop may." Maya menatap sekeliling untuk memeriksa seseorang yang membawa laptop. Kemudian menemukan Radit yang sedang bermain game di laptopnya.

"Noh, si Radit bawa. Udah ya." Wulan dengan cepat menarik lengan Maya.

"Gue gak kenal may, please," bisik Wulan sembari manatap Radit.

"Ya kenalan lah, dia kan juga anggota PMR kali."

Wulan hanya membuang nafas kesal. Radit yang merasa dirinya menjadi bahan pembicaraan kemudian menatap Wulan. Suasana saat itu tampak sangat canggung. Wulan memberanikan diri untuk meminta bantuan Radit. Kesan pertama saat itu, Radit amat sangat dingin.

"Hemm... kamu bisa tunggu diluar jagain ruangan takutnya ada guru," Ucap Radit dingin.

"Oh... emm... iya deh," tanggap Wulan canggung.

Dengan cepat Radit mengerjakannya dan wulan terus berjaga jaga dengan panik.

"Gak usah panik, nih udah beres," Ucap Radit mengagetkan Wulan membuat Radit tertawa.

"Ish. Kaget gue--memukul pelan Radit. Kenapa lo ketawa."

"Wajah lo udah kaya maling ayam yang takut ketawan tau gak. Santai aja kali."

Wulan yang merasa malu hanya mendelik kemudian bergegas meninggalkan Radit yang tertawa dengan kesal.

Seolah waktu tak pernah berjalan, kejadian itu masih tampak hangat di pikiran keduanya. Mereka mengingat kecanggungan kemudian tersenyum sesudahnya. Tampak sangat kekanak kanakan namun berkesan indah diingatan.

June, 2018
"Masyallah... kenapa mendadak inget itu sih," ucap Wulan sembari menangis.

"Astagfirullah.. apa gara-gara tadi siang ketemu Wulan jadi inget cerita itu."

POV Radit
Pagi yang cerah, suatu yang baik untuk memulai sesuatu. Suatu perusahaan bagian informatika sudah memulai pekerjaannya begitupun Radit. Ia memulai paginya dengan kegiatan yang menyibukan.

"Mas, mau kopi sekalian saya pesankan?" tanya salah seorang teman kantor Radit.

"Seperti biasa saja, Din."

"oh iya mas, laporan kemarin saya langsung print aja ya mas." Radit hanya mengangguk menandakan iya pada Dini.

Agustus, 2011
"Lan, tolong printkan proposal ini ya."

"Gue kan gak tau tempatnya, ka."

"Ya carilah, noh sama si Radit. Dit, bangun. Molor aja kerja lo. Bantu noh si Wulan, gue mau minta surat nih," ucap Irvan sembari membangunkan Radit yang sedang tertidur.

"Gue?" Ucap Radit mendelik kesal dan bangun dari tempat nyamannya.

Ini kali kedua Wulan merepotkan Radit, sejak pertemuan pertama keduanya tak saling berbicara atau sekedar bertukar sapa. Ini sebabnya keduanya masih tampak canggung. Saat itu, Wulan hanya mengikuti Radit ke warung internet. Bahkan Radit yang mengurus segalanya membuat Wulan hanya menatap Radit penuh kagum. Wulan terkekeh menatap Radit kesal karena kalah saat membantu anak kecil yang sedang bermain game yang pada kenyataannya mereka berdua tak saling mengenal.

"Kayanya mau hujan ya," ucap Wulan menatap langit setelah urusannya selesai. Kemudian terkejut karena Radit memberikannya jaket dan memakaikan helm padanya.

"Eh apa ini."

"Nanti lo sakit, gue yang harus tanggung jawab lagi. Kan ogah," Wulan mendelik kesal mendengar itu.

Melihat Radit terus mengusap wajahnya karena terkena air hujan membuat Wulan merasa bersalah. Kemudian Ia melepaskan helm dan memakaikannya pada Radit. Radit terus menggerutu karena khawatir Wulan akan sakit karenanya. Namun Wulan menenangkan Radit dengan kata-katanya.

"Gue kan bisa ngumpet di punggung lo. Mana nih, ujan gak kena kan mana," ucap Wulan menghibur membuat keduanya tertawa.

"Astagfirullah, kenapa inget Wulan terus ya allah," ucap Radit mengusap wajahnya dengan frustasi.

Kemudian melirik jam, Ia bergegas untuk sholat sembari menenangkan hatinya yang terus mengingat Wulan.

HAPPY WEDDING FOR YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang