Part 4

26 0 2
                                    

Beberapa hari setelah meet up pertama, aku pulang ke rumah. Saat itu, bertepatan juga dg Idul Adha makanya aku pulang. Ketika di rumah, tiba-tiba ada seseorang yg nge-chat aku. Aku tidak mengenal nomernya dan foto profilnya juga tidak diperlihatkan.  "Ini Merinda dari Psikologi ya? " begitu katanya. "Ini orang pasti ada maunya. " pikirku. Soalnya aku rasa jarang yg kenal aku disini (kampus). Beda dg jaman SD dan SMP dimana aku tergolong famous. Famous loh ya, bukan hits.

Singkatnya, dia ingin tuker kelompok KKN denganku.  Dia memberiku iming-iming ada anak Psikologi di kelompoknya. Seketika pendirianku hampir goyah hingga aku teringat kata orang-orang yg mengatakan bahwa mahasiswa harus berpikir kritis. Aku jejali dia pertanyaan apa dan mengapa. Aku suruh dia menjelaskan latar belakang dia pengen pindah. Untungnya aku gk minta tujuan sama rumusan masalahnya sekalian. "Kamu beruntung kali ini mbak... "pikirku.

Penjelasan yg diberikan kurang masuk kalo menurutku. Kurang kuat gitu alasannya. Sepertinya dia referensinya kurang. Aku udah berusaha menolak, tapi dia tetep kayak maksa secara halus. Tapi, ketika aku tanya lagi alasan kuatnya, dia kurang bisa meyakinkanku.

Akhirnya, aku tanya pendapat dari temen-temenku. Orang pertama yg terpikir olehku adalah Malinda. Dia anak Psikologi juga dan kebetulan sekelas juga sama aku dan barusan juga dia habis tuker kelompok KKN makanya aku langsung kepikiran dia.

Sebenernya dia tuker kelompok juga bukan karena kemauannya, tapi tanpa urun pendapat dia udah dituker sama anak lain. Dia baru tahu ketika proses itu sudah selesai. Malinda pun memberiku wejangan sebagai berikut,

"Jangan mau Mer, itu ribet. Kamu nanti pakek ngurus-ngurusin gitu. Kamu juga harus ttd ke LPPM".
"Ke LPPM juga? " sahutku.
"Iya. " Jawab Malinda.
"Lah, aku mau jalan kaki gitu ke LPPM 😑, enak aja. Tapi, kalo si anak yg ngajak aku tuker tadi mau beliin aku motor sih it's okay. " pikirku. 
"Trus kamu juga perlu minta ttd kajur juga (lanjut Malinda), ribet deh pokoknya. Jangan mentang-mentang kita anak Psikologi sendirian terus kita bisa dituker-tuker seenaknya. Jangan mau ditindas, kita harus bangkit. Merdeka!!!" (oke, gk gitu juga).
Btw, makasih Malinda atas wejangannya 😊.

Kemudian aku juga tanya pendapat temen-temen lain dan semuanya sependapat sama Malinda. Aku pribadi juga sebenernya males pindah. Aku menganggap bahwa kesempatan aku sendirian dari jurusanku ini sebagai ajang untuk menambah relasi bagiku soalnya kapan lagi gitu aku punya kesempatan kenal orang baru kalo gk kayak gini. Gk mungkin juga kan aku di jalan terus pas ada orang lewat aku bilang, "kenalan yuk" (jangan dibayangin). Lalu, kalo diitung-itung juga kalo misal aku pindah nanti temen baruku cuman 13 bukan 14. Jadi, selisih 1. Kan lumayan. 20 gk bakal jadi 20 kalo kurang 1.

Setelah mendapat saran dari temen-temen, aku pun mencoba tanya ke temen KKN untuk memperkuat jawaban yg sudah aku simpan. Aku pilih Sumik dan Yuslima. Mereka pun mengatakan "jangan". The last, aku tanya ibu karena posisi lagi di rumah dan ibu juga bilang "jangan".

Akhirnya, aku mengutarakan keputusanku, tapi si anak tadi tetep bersikeras dan minta aku pikir-pikir lagi (duh, anak ini 😑).  Chat terakhir dia aku read doang. Jadi, mungkin dia sungkan mau chat lagi.

Sebenernya, sebelum aku menanyakan pendapat tentang itu ke Sumik dan Yuslima, aku tanya juga ke mereka apakah mereka dimintai tuker sama anak itu.  Tapi, ternyata tidak.

Lah, dari situ muncullah sebuah pertanyaan mendalam "why me?" "apakah aku tidak diinginkan dalam kelompok?" "apakah kehadiranku tidak diharapkan? " seperti itulah pertanyaan-pertanyaan yg menggelayut dalam benakku saat itu.

Bersamaan dengan itu, turunlah pengumuman kapan penlat berlangsung (penlat itu sejenis pengarahan gitu sebelum KKN). Gara-gara peristiwa tadi, moodku penlat udah hancur. Apalagi anak-anak juga kesepakatan ada meet up kedua setelah penlat. Udah tuh, pengen rasanya gk ikut tapi wajib. Males aja, padahal sebenernya bukan salah mereka juga sih (mbuh lah 😑 Maaf ya teman-teman, kalian baik kok ternyata 😊). Aku yakin, nanti kalo ketemu juga perasaan tidak nyamanku bakalan nambah.

Dinoyo punya CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang