Part 15

13 0 0
                                    


Hari demi hari kita lewati dg agenda rutin kita yaitu les bersama adik-adik. I don't know why, but aku lebih prefer pegang matematika kalo ngelesin. Mungkin karena dulu waktu SD aku sangat mencintai matematika hingga membuatku sempat bercita-cita menjadi guru matematika sebelum aku belok ingin menjadi guru fisika, dokter hewan, arsitek, penulis (sastrawan) dan akhirnya berakhir di jurusan Psikologi. Hidup ini penuh liku-liku memang.

Sebenarnya, kita punya beberapa proker, cuman yg tiap harinya jalan ya cuman les itu. Itu pun sehabis maghrib. Jadi, jangan ditanya kegiatan kita ngapain. Makan & tidur, exactly. But, agar kegiatanku lebih bervariasi, aku selalu ikut bantuin yg piket memasak di dapur. Jadi, kalo yg lain hanya makan dan tidur (sebagian besar), aku ada tambahan kegiatan rutin yaitu memasak. Dari kegiatan memasak yg dilakukan di dapur itu, aku mulai mengenal sebuah lagu yg saat ini berhasil mencuri hati sebagain besar penikmat musik tanah air yaitu "Hey, Tayo! ".

Sungguh KKN sangat di luar ekspektasiku. Aku berpikir kalo aku bakalan sibuk banget sampe gk sempet makan gitu. Biar rada keren gitu nanti kalo ditanya, "Mer, kok kurusan." "Iya, soalnya habis KKN 😎." (tapi itu cuman ekspektasi).

Selain itu, aku juga inget waktu jaman kakakku KKN. Dia keliatannya sibuk banget sampe gk pulang-pulang padahal jarak rumah dan tempat KKN nya lumayan deket. Walaupun kita beda almamater, tapi aku pikir untuk urusan KKN bakal sama. But wait, apa mungkin gara-gara kakakku yg seorang aktivis makanya dia keliatan sibuk banget. Maybe.

Ya, kita emang saudara kandung tapi perbedaan kita nyaris 180 derajat. Dia cowok, aku cewek. Dia aktivis,  aku pasivis. Dia pinter gambar, gambaranku amburadul. Dia cerewet, aku pendiem (padahal dia yg cowok. But, kalo kalian nganggep aku cerewet yakinlah bahwa kakakku lebih dari aku 😂).

Namun, aku selalu mengingat kata-kata temenku yg selalu bilang, "Negative thinking aja, itu semua hanya pencitraan."
Kata-kata mutiaranya itu memang selalu jadi moodbooster bagiku.

Back to KKN. Agenda selanjutnya yaitu posyandu lansia. Senam lansia dilaksanakan hari Rabu (bukan setiap Minggu). Posyandu lansia merupakan program desa Dinoyo. Kita diminta untuk datang dan mengisi senam lansia (saat itu). Permasalahan senam langsung dihandle oleh seorang anak olahraga bernama Jalung.

Posyandu lansia tak jauh beda dengan posyandu balita yaitu berisikan pemeriksaan kesehatan and those stuff. Sebagian dari kita ada yg membantu di bagian administrasi dan ada juga yg ikut dalam fase pemeriksaan untuk membantu mengambil obat sedangkan sebagian lagi termasuk aku membantu untuk mengurus masalah snack.

Setelah posyandu selesai, kita membantu untuk beres-beres. Tak lupa di tengah perjalanan beres-beres itu kita menyempatkan diri untuk timbang berat badan. Dan dari situlah aku jadi tahu kalo tubuhku ini sangat teguh pendirian karena nominal yg ditunjukkan oleh timbangan berat badan dari SMP sampai sekarang (saat itu) tetep sama. After everything's done, kita pulang ke kontrakan.

Next day next stuff. Agenda selanjutnya yaitu seminar "Sanitasi Hygiene" yg dipandu oleh Yuslima seorang mahasiswi jurusan Tata Boga yg merupakan salah satu anggota kelompok KKN kami. Sebenernya saat itu ada rapat pleno ibu PKK dan kita diundang. Yaudah kita inisiatif buat nyempilin itu.

"Sanitasi hygiene" dari namanya cukup keren. Apa sih itu sebenernya? Ya, arti sanitasi hygiene tak seribet namanya 😂. Jadi, dia itu sejenis kayak upaya penanganan gitu buat makanan/minuman biar terhindar dari bahaya yg sekiranya dapat mengancam kesehatan. Ya, seperti itulah simplenya walaupun prakteknya tak semudah definisinya. Btw istilah "Sanitasi Hygiene" yg kayaknya wow gitu tapi artinya simple gk jauh beda sih sama kasus istilah-istilah dalam Psikologi. Kayak misal :
Resiliensi = Adaptasi
Konformitas = Ikut-ikutan
Prokrastinasi = Menunda-nunda
Regulasi = Pengendalian
Raflesia arnoldi = Bunga bangkai (oke, yg ini bukan istilah dalam Psikologi)
Sebenernya mereka simple gk sih? cuman gara-gara pakek bahasa asing jadi terlihat "keren". Coba waktu itu yg nemuin istilah-istilah itu orang Indonesia kan bisa jadi nama mereka pakek b. Indonesia 😁.
(oke, lupakan tentang permasalahan bahasa ini).

Aku tidak bisa mengatakan jika seminar itu berjalan lancar karena audien yg terkesan ngobrol sendiri. I don't know why, kenapa di negeri ini cukup sulit menemukan orang yg menghargai orang lain AT ALL bahkan hanya untuk sekedar mendengarkan (kebanyakan kasus depresi berawal dari mereka yg merasa sendiri dan tidak didengar).

Setelah acara selesai, kita beres-beres dan langsung pulang untuk kemudian melanjutkan rutinitas selanjutnya.

*to be continue

Dinoyo punya CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang