~04~

8.9K 1.3K 259
                                    

Diran menatap punggung lelaki yang telah menjadi kekasihnya selama tiga bulan itu dalam diam. Kedua kakinya terus mengikuti langkah tersebut tanpa protes. Sesekali, ia menelan ludah. Lalu, akhirnya mereka berhenti. Lelaki itu berbalik menatapnya.

Diran melirik ke sekitar. Mereka berada di belakang gudang yang terletak di belakang gedung C. Tidak ada orang yang mau ke sini, karena memang tidak ada apa-apa.

"Jadi..?" tanya Diran.

Lelaki itu menghela napas, "Jangan ke sini tiba-tiba."

Sebelah alisnya terangkat, "Kenapa?"

"Aku ngga suka."

Diran mengerjap, "Kenapa?" tanyanya lagi. Kali ini nadanya lebih pelan.

Kekasih tiga bulannya itu mendesah kasar, dan mengacak rambutnya. Lalu, menatap Diran dengan tatapan yang tak ia mengerti, "Ran, temen-temenku udah pada curiga karena kamu sering dateng ke sini buat nemuin aku."

"Terus?"

Lalu, lelaki itu berdecak, "Aku ngga mau disebut gay. Aku baru pertama kali pacaran sama cowok. Sama kamu. Biarpun begitu, aku ngga mau disebut gay."

"Ya kamu tinggal bilang aja ke mereka, kalo kamu bukan gay."

"Aku udah bilang! Tapi, mereka terus nanyain aku gay apa bukan karena kamu sering dateng! Orang-orang udah pada tau orientasi kamu, Ran! Jadi, jangan seret-seret namaku ke dalam golonganmu!"

Diran menarik napas, dan melihat ke arah lain. Hatinya cenat-cenut nyeri mendengar perkataan itu.

"Tapi, kamu pacarku?" bisik Diran pelan.

Lelaki itu mengabaikan bisikan tersebut, "Jangan pernah dateng ke sini lagi tanpa izin dari aku, ngerti? Sekarang, kamu pulang, karena aku mau ngumpul sama temen-temenku."

"Tapi, aku kangen--"

"Aku enggak!"

Diran menggigit bibir bawahnya, dan menunduk. Kedua tangannya mengepal erat.

"Jangan bertingkah kayak cewek. Jangan manja! Ngga pantes untuk cowok kayak kita!"

Manik kecokelatan milik Diran bergulir untuk menatap paras wajah itu kembali, "Ngga pantes?" tanyanya pelan.

Lelaki itu menatapnya dingin, "Ya. Cowok manja itu menggelikan. Banci."

Kaki itu berbalik, dan melangkah meninggalkannya. Diran menatap punggung itu dengan bibir bawah yang ia gigit kembali. Setetes air mata, jatuh menuruni pipinya. Lalu, diikuti oleh tetesan yang lain, dan menjadi deras.

Diran menelan ludah. Kedua matanya bergulir menatap ke arah lain. Air mata itu, ia usap kasar.

Bukan maunya menjadi seperti ini.

Bukan maunya menjadi seorang gay.

Jika pun dia bisa memilih, maka dia akan memilih untuk jatuh cinta pada seorang wanita.

Agar dia normal.

Air matanya kembali turun. Diran berdecak. Menarik bagian bawah kaosnya ke atas, dan mengusap wajahnya dengan kasar. Setelah itu, melangkah untuk meninggalkan tempat itu. Dan dia hampir jantungan -lagi- saat melihat Devan tengah bersandar sambil bersedekap dada di sisi gudang yang lain.

Tunggu. Sejak kapan dia ada di sana?!

Devan menoleh. Menatap wajah berantakan itu, dan menegakkan tubuhnya.

"Gue telat masuk kelas," itu kalimat pertama yang Devan utarakan.

Dahi Diran mengerut. Lalu? Hubungannya dengan dia apa? Kenapa Devan memberitahunya?

MINEWhere stories live. Discover now