~06~

9K 1.2K 238
                                    

Diran terdiam saat bibir Devan menyentuh miliknya. Dia tidak menyangka bahwa lelaki ini akan sungguhan melakukan apa yang Adiknya suruh tadi. Ia menyentuh pundak selingkuhannya itu dan mulai mendorong. Tapi, bergerak dari posisinya pun, Devan tidak. Lelaki itu malah mulai melumat pelan bibirnya.

Cengkraman di lengan Diran melemah. Tangan Devan beralih menangkup wajah itu. Ia memiringkan kepalanya untuk memperdalam ciuman mereka. Dan ketika sudah puas, barulah Devan melepaskan ciuman itu.

Ia kembali duduk dengan benar di kursi pengemudi dan memasang sabuk pengamannya kembali. Sementara Diran, hanya diam dengan punggung yang menyandar lemas dan bibir yang basah, serta jantung yang berdentum tak karuan.

Mesin mobil, Devan nyalakan. Lalu, ia jalankan dan pergi dari halaman restoran cepat saji tersebut.

"Alamat lo di mana?" tanya Devan. Ia melirik sekilas, Diran masih terdiam di kursinya. Masih mencoba untuk menenangkan detak jantungnya yang menggila.

Mimpi apa dia semalam sampai dicium sama cowok seganteng Devan?

Duh, dia dengan pacarnya saja belum pernah lumat-lumatan begitu. Baru sekadar kecup-kecup manis saja.

"Ran?"

"Eh? Iya?"

"Alamat lo."

"O-oh, terus aja. Nanti pas dipersimpangan belok kanan."

Diran mengalihkan tatapannya. Tak mau menatap Devan atau dia akan mati karena jantungnya terkena komplikasi. Wajah Diran juga memanas tanpa bisa ia tahan. Ah, sialan sekali si Devan ini. Dan kenapa pula si ganteng itu masih bisa setenang ini setelah melakukan perbuatan tadi?

Aish.

"Ini belok lagi apa gimana?" tanya Devan ketika menemukan perempatan lagi.

"Lurus terus. Nanti ada pertigaan, belok kiri."

Devan mengangguk. Mobil mereka berhenti sejenak karena menunggu lampu merah.

"Lo sama pacar lo udah berapa lama?" tanya Devan tanpa menoleh ke arah Diran. Tatapan matanya pun masih terfokus ke depan. Tangan kirinya terulur, dan membuka dashboard. Mengeluarkan sebungkus besar permen belang merah putih yang berisi cokelat, kesukaan Adiknya, dan meletakkannya di dekat kotak tisu di depan Diran. Lalu, mengambil satu untuk dimakan.

"Tiga bulan lebih."

Ujung bibir Devan terangkat sebelah, "Masih baru, hm."

Diran mendelik, "Terus?"

Kedua bahu Devan terangkat, "Gapapa. Bilang aja."

Si manis bergingsul itu mendengus. Ia ikut mengambil permen manis itu, dan memakannya.

"Lain kali, kalo lo ke fakultas, bilang aja mau ketemu gue," gumam Devan pelan.

Mobil kembali bergerak ketika lampu hijau menyala. Diran tak menjawab. Dia... jadi sungguh-sungguh penasaran, kenapa Devan mau menjadi selingkuhannya? Bahkan, pemuda itu yang menawarkan diri. Apa hanya karena kasihan semata? Atau karena ada motif tersembunyi yang lain?

"Kalo gue ke sana, tapi lo ngga ada kelas gimana?" tanya Diran.

Kemudi Devan putar ke kiri, "Ntar gue kasi ke lo jadwal kuliah gue. Kalo pun, gue ke kampus pas gaada kelas, nanti gue kabarin."

Diran mengulum bibirnya. Mereka akan semakin terlihat seperti pasangan sungguhan. Seandainya Diran nanti betulan jatuh pada Devan bagaimana? Apa dia akan baik-baik saja?

"Berhenti di sini aja, Van," ujar Diran.

Devan menepikan mobilnya. Di samping mereka ada minimarket. Sebelah alisnya terangkat, "Rumah lo yang mana?"

MINEWhere stories live. Discover now