Aku masuk kamar rawat Keiya, dia terlihat sangat lemah dengan kondisinya sekarang. Ada perasaan hangat yang menyelimuti hatiku saat melihat wajah polosnya ketika tidur.
Aku menatap beberapa borgol yang mengikat kaki dan tangannya, aku mencoba melepas satu persatu borgol tadi.
Sengamuk-ngamuknya Keiya aku nggak ingin dia terikat dalam keadaan tidur seperti ini.
"Kenapa dilepasin? Kamu gak takut aku ngamuk lagi nanti?" Aku terkejut saat tiba-tiba Keiya membuka matanya, tapi tunggu. Dia bicara? Untuk pertama kalinya aku mendengar suara pelan itu, terkesan halus tapi sedikit berat, mungkin karna dia baru bangun tidur.
"Kalo mau ngamuk, ngamuk aja. Keluarin semua uneg-uneg kamu, jangan ditampung! bisa jadi stres kalo lama-lama mendam masalah." Ucapku santai sambil terus melepas borgol di kaki kanannya.
"Kan emang aku dari awal udah stres, udah gila malahan!" Nada suaranya sumbang, tapi terlihat jelas perasaan sakit tergambar disana.
"Ngomong apa sih, lanjut tidur aja. Ini aku lepasin biar kamu lebih bebas geraknya nanti," Aku berusaha untuk tidak menanggapi ucapannya.
"Aku tau, kamu dari awal nggak harus ngelakuin ini semua."
"Ngelakuin apa?" Tanyaku bingung.
"Jadi pengantin pengganti, aku marah sama diri aku sendiri. Dengan bodohnya aku baru menyadari kalo sejak awal aku yang salah." Aku masih diam tidak menanggapi gerutuan Keiya.
"Aku tau kak Radit emang gak pernah ada rasa cinta sama aku, dia nunjukin rasa sayangnya hanya sebatas kasihan dan ingin melindungi," Airmatanya mulai turun.
"Tapi aku menutup mata untuk itu semua. Aku sangat mencintai kak Radit. Aku selalu berusaha agar dia terus berada di dekatku, setiap saat aku berusaha membuatnya jatuh hati. Aku emang egois." Keiya terus menyalahkan dirinya sendiri.
"Sekarang kamu udah tau tentang aku kan, aku gila. Aku tau itu akan sulit diterima siapapun termasuk suami aku sendiri. kita memang sudah terlanjur menikah, tapi ikatan kita belum terlalu jauh, aku siap menerima gugatan cerai dari kamu kapan saja." Ucapnya lemah. Airmatanya semakin deras.
"Kenapa kamu ngomong kaya gitu?" Tanyaku dengan nada yang kubuat setenang mungkin.
"Karna aku bukan orang waras, aku bisa gila kapan saja dan aku nggak yakin bisa menjalani kehidupan seperti orang normal diluar sana, apalagi soal berumah tangga. Aku mungkin nggak akan mampu jadi istri dan ibu yang baik." tangis itu semakin menjadi-jadi.
"Kalo kamu aja nggak yakin apalagi aku," Dia mendongak sedikit terkejut dengan apa yang aku ucapkan, tapi kemudian kembali menunduk.
"Maka dari itu ceraikan saja aku, biar kamu bisa bebas mencari pendamping hidup yang lebih baik."
"Dalam prinsip hidupku, menikah hanya akan terjadi satu kali seumur hidup! tidak ada perpisahan karna cerai kecuali maut memisahkan," Dia kembali menatapku.
"Jadi maksud kamu, aku harus apa? Kita harus gimana?" Tanyanya bingung.
"Yakinkan diri kamu agar bisa menjalani kehidupan rumah tangga kita ke depan, belajarlah. Karna aku juga akan melakukan hal yang sama."
"Aku tau pernikahan kita nggak senormal pernikahan pada umumnya, tapi tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki keadaan. Siapa tau kita akan saling cinta nantinya, siapa tahu juga kita ternyata jodoh yang sudah ditakdirkan seperti ini jalannya!"
Keiya memalingkan wajah, aku tau dia lagi-lagi menangis. Padahal tadi airmatanya sudah mulai mengering.
"Kalo nanti kamu udah yakin bisa, kabari aku." Ucapku sembari melangkahkan kaki keluar kamar, aku yakin Keiya butuh waktu sendiri untuk memikirkan kesepakatan kita tadi.
💍
Pagi harinya, aku langsung menuju bangsal isolasi tempat Keiya dirawat, semalam setelah berbicara dengan Keiya aku memutuskan tidur di mobil.
kenapa kosong batinku saat melihat kamar isolasi sudah bersih, Keiya juga tidak ada disana. padahal semalam masih ada."Maaf , bapak mencari pasien di kamar ini?" Tanya seorang perawat.
"Iya sus, pasiennya kemana?"
"Subuh tadi sudah dipindah keruang biasa pak, keadaan pasien sudah stabil." Jawabnya
"Kalo begitu terimakasih sus infonya,"
"Sama-sama pak!" Kemudian aku segera menuju ke ruang rawat biasa.
"Pagi ma," Aku menyapa mama yang ternyata sudah ada di kamar sedang menyuapi Keiya.
"Rendra kamu udah dateng?"
"Aku nggak pulang ma, semalem ketiduran di mobil." Jawabku sembari melirik ke arah Keiya, dia menunduk saat tau aku menatapnya.
"Ya ampun kenapa nggak tidur di sofa dalem aja, ini kamu sarapan dulu aja. Tadi mama bawain nasi goreng." awku meraih kotak makan yang mama berikan dan mengambil tempat di samping mama untuk sarapan.
"Tadi aku ketemu dokter Jefri ma, kata beliau nanti sore Keiya udah bisa pulang." Ucapku pelan.
"Syukurlah," Aku melihat ke arah mama yang tersenyum lebar, aura bahagia terpancar jelas di wajahnya.
Lagi-lagi Keiya masih diam, tapi aku cukup tau ada rasa sedikit lega dari hatinya saat mendengar dia sudah boleh pulang.
💍
Keiya
"Selamat ya, kamu sudah bisa pulang. Jangan terlalu banyak pikiran dan jangan lupa rutin minum obatnya." Ucap dokter Jefri.
"Terimakasih dok," Jawabku sembari tersenyum ke arahnya.
"Ya sudah saya permisi dulu, dijaga istrinya ya Ren." Ucap beliau dengan nada menggoda yang ditanggapi senyuman oleh Rendra.
Sejak siang tadi, mama sudah pamit pergi ke Butik untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku ditemani Rendra yang sibuk menyiapkan segala keperluanku untuk pulang.
"Udah siap semua, ayo pulang!" ajaknya sembari menggenggam tanganku, dia membantuku untuk turun dari kasur. Aku hanya diam tak bergeming menanggapi perlakuannya lalu mencoba melepaskan tangannya dari tanganku.
"Jangan begini," Ucapku pelan masih tetap menunduk tidak mampu menatap wajahnya.
"Begini apa?" Tanyanya heran.
"Jangan terlalu perhatian sama aku, biarin aku mandiri aja. Aku baperan jangan sampai kejadian kak Radit keulang lagi. Aku tau kamu simpati sama aku karna keadaanku saat ini."
"Aku nggak ngerti sama omongan kamu," Ucap Rendra.
"Aku gak mau kamu terlalu perhatian sama aku, nanti aku jadi cinta sama kamu padahal kamu cuma simpati sama aku aja. Iya kan? kaya kak Radit kemarin." Aku tertawa renyah meratapi kebodohanku selama ini.
"Emang gak ada sedikit aja keyakinan dari dalam diri kamu tentang aku dan kata-kata ku kemarin Kei?" Tanyanya dengan nada serius aku cuma diam, nyatanya perasaan yakin itu malah membuatku takut, aku trauma dengan kehilangan bermodalkan rasa terlalu percaya, nyatanya itu menyakitkan! Sangat menyakitkan.
"Kalo kamu gak mau aku perhatiin gak papa, kamu bisa pulang sendiri gak usah sama aku. Di depan ada pak Karim biar dia yang nganterin kamu pulang. Ini bawa barang-barangmu sendiri." Ucapnya sembari memberikan tas dan berlalu pergi dari hadapanku.
Aku lagi-lagi terkejut, tapi mungkin ini langkah yang tepat agar aku nggak terlalu bergantung sama orang lain.Aku harus bangkit untuk kemajuanku, aku pasti bisa!
Aku membawa barang-barang keperluanku menuju parkiran, disana sudah ada pak Karim. beliau sopir keluarga kami"Mbak kenapa gak panggil bapak saja tadi, biar bapak yang ambil," Ucap pak Karim sembari memasukkan barang-barang ke bagasi.
"Gak pa-pa pak, cuma sedikit kok."
"Ya sudah mari kita pulang pak!"
Aku dan pak Karim segera beranjak pulang. Sepanjang perjalanan, aku sibuk memikirkan dimana Rendra, ada perasaan bersalah di hatiku karna membuat dia tersinggung seperti tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Grateful #Mendadakinlove
Romance[READY EBOOK😍] Lamaran sama siapa, Nikahnya sama siapa Kenyataan pahit harus dialami oleh Keiya Arumi, dihari yang seharusnya menjadi moment indah untuk memulai bahtera rumah tangga berubah menjadi kenangan buruk saat Radit Rajendra calon suaminya...