Seberapa kuat kita menolak, garis takdir Tuhan tetap sama, tak ada yang berubah, kecuali bagaimana kita menyikapinya.
Flashback
2 moon ago
"Aku mengijinkan kamu menikah lagi Abi, tapi tetap jadikan aku istrimu" ucap Anggun mantap.
"Dia nggak mau, dia maunya jadi istriku satu-satunya. Tunggu surat cerai dan tanda tangani saja" ujar Abi bimbang. Jeda sesaat di kalimat terakhir.
Rumah tangga mereka baik-baik saja, tapi tidak untuk beberapa minggu ini, Abi tidak seperti biasanya, mengacuhkannya, lebih acuh dan dingin daripada biasanya. Yang Anggun tahu Abinya berubah.
Tiba-tiba. Dan kalimat terakhir yang diucapkan Abi benar-benar menyesakkan dadanya."Aku nggak mau, aku sudah mengalah selama ini" ucap Anggun tegas, mengalahkan amarah, Anggun bersumpah seumur hidupnya tak akan pernah berkata kasar pada Abi.
"Tidak bisa, aku akan kehilangan anakku jika kamu masih egois seperti ini" ucap Abi tak tahu malu.
Deg.
Mendengar kalimat yang lebih menyakitkan itu keluar dari bibir suaminya, orang yang dia hormati. Keputusannya untuk tetap disamping Abi. Menghancurkannya-lebih sakit daripada penyakitnya.
"Baiklah" jeda sesaat.
"Kamu boleh menikah lagi tapi setelah aku udah gak ada" jawab Anggun dingin.Mata Abi melotot mendengar kata-kata istrinya, wanita yang dinikahinya 3 tahun ini. Wanita tangguh dan keras kepala. Membuat dia semakin bersalah. "Sudah terlanjur, tak perlu disesali" kata Anggun tenang, kala itu saat mendengar pengakuan suaminya berselingkuh.
Rizky Mentari Herlambang. Selingkuhan suaminya, mantan pacarnya saat SMP. Putus karena Riri tak tahan dengan sikap dingin Abi. Hingga mereka bertemu lagi, memulai lagi kisah cinta mereka yang nampaknya belum tuntas. Menyakiti wanita lain. Anggun. Istri sahnya.
"Kamu jangan bicara sembarangan, tidak lucu sedikitpun" ucap Abi sedikit lembut.
"Aku nggak ngelucu Abi, terserah kamu" jawab Anggun lelah. Masuk ke kamar mereka, saksi bisu bahwa mereka pernah saling jatuh cinta, dulu entah sekarang.
Abi diam. Bingung dengan kehidupannya sekarang. Setahunya, dia tak pernah sebrengsek ini. Menghamili orang. Menghianati istrinya. Janjinya dengan Tuhan.
"Ayo kita bicara, sekarang!!" tegas Abi ditelefon.
Anggun selalu merenung, sejak kejadian tadi dirinya diam di kamar, seketika memorinya berkelana saat di Rumah Sakit 2 hari yang lalu, dia tak berdaya sekarang. "Kita sudah usai sayang" teriak Anggun frustasi.
"Anggun tak ingin dicerai, tapi dia mau dimadu" tegas Abi pada lawan bicaranya, Riri. Berani menyebut nama istrinya di depan mantannya.
"Sudah kuduga, dia memang egois. Keputusanku tetap sama, aku istrimu satu-satunya atau anak ini taruhannya" kekeuh Riri marah.
Abi tercubit mendengar orang lain mengatai istrinya egois, tapi mengingat kembali bahwa wanita dihadapannya sedang mengandung. Anaknya. Shit."Lalu bagaimana?? Kamu mau kandunganku semakin besar dan orang-orang membicarakanmu?? Merusak citramu!?" ucap Riri membingungkan Abi.
"Jadilah istriku yang kedua, aku siap bertanggung jawab" mantap Abi dalam satu tarikan nafas.
"Ceraikan dulu dia, kamu mendapatkan kita" sengit Riri. Bersumpah bahwa dia tak ingin menjadi yang kedua.
Abi gamang, mengingat kembali bagaimana dia bisa jatuh ke pelukan medusa-mantan. Argh! Sial!.
Malam ini dia sendiri, menahan pahit nya cobaan ini, suaminya selingkuh, penyakitnya yang sering kambuh, seakan-akan tumpuan di dunia ini telah hilang. Dia kehilangan segalanya, tapi satu hal, dia tak pernah menyerah. Selagi masih bisa bernafas.
Tangan kurusnya menggapai telefon di nakas, menelefon tujuan terakhirnya, teman terbaiknya, Rakha Mahesa."Kaka, ayo jalan-jalan" ucapnya dan langsung mematikan telefon. Singkat. Jelas. Padat. Dia lelah.
Anggun menelefon suaminya, sekedar meminta ijin keluar. Dan Abi mengijinkan, tidak menanyakan apapun, tidak seperti biasanya. Suaminya berubah.
Masuk ke mobilnya, mobil kesukaannya, Jaguar F. Mengendarai dengan pelan. Dia masih sadar akan keselamatannya."Kenapa? Ada masalah apa?" ucap Rakha to the point. Dan Anggun suka itu, tak perlu basa-basi.
Mereka berbicara panjang, yang Anggun tahu, Rakha adalah pendengar dan penasehat yang baik. Itulah kenapa Anggun betah bercerita dengan laki-laki daripada perempuan. Setidaknya dia netral dalam memberikan solusi.Walaupun dikhianati suaminya, Anggun bukanlah wanita yang bodoh dengan melakukan hal yang sama, dia juga tidak menyinggung perihal masalah rumah tangganya dengan orang lain, sekalipun itu Rakha.
Berhubung temu kangennya telah selesai, Anggun menelefon suaminya, bahwa dia akan pulang, selalu mengabari apapun kegiatannya. Dia tak pernah melewatkan kebiasaannya.
"Terimakasih Kaka, kamu memang terbaik kalau masalah begini" ucap Anggun lega setelah mendapat petuah dari Rakha.
"Nope, its easy ta-Detta, kabari aku jika kamu perlu ocehanku lagi" canda Rakha sambil tersenyum manis.
"Dasar!!" sambil menjitak kepala Rakha pelan, sedikit centil memang, tapi tak memiliki makna khusus. Dia setia, walaupun suaminya berkhianat.Setibanya Anggun di rumah, melihat suaminya tidur di sofa dengan tv yang menyala. Menghampirinya dan duduk sambil menahan kepala suaminya.
Menelusuri garis kokoh suaminya, guratan-guratan lelah akibat keegoisannya. Meminta maaf dalam hati dan menangis dalam diam. Apapun yang terjadi tak akan pernah Anggun biarkan kata cerai keluar dari mulut suaminya. Lagi. Tekad Anggun sambil menyeka air mata yang ingin jatuh ke pipi suaminya."Maafkan aku sayang, biarkan aku egois sekali ini saja, biarkan saja sampai aku siap melepasmu" lirih Anggun sambil mencium pipi suaminya.
Anggun tidur dengan posisi duduk, menjadikan pahanya sebagai tumpuan suaminya, mengelus lembut rambut suaminya-kesukaannya. Tidur dengan Abi disisinya. Salah satu kebahagiaannya.
Break
KAMU SEDANG MEMBACA
T O X I C
Short StoryIt's just for you, Abigail Noctis Arbac. Note: -Seluruh part menggunakan sudut pandang orang ke-3. -sadend. -perhatikan alurnya!!!.