Saya tak pernah membencimu, apapun yang kau lakukan, bahkan jika harus menyiksaku, tak pernah sedikitpun membuatku marah, apa daya? Hati ini hanya bisa kecewa.
"Hari ini juga kita selesaikan sampai tuntas" ucap Anggun ditelefon.
Menemui calon istri suaminya untuk mendiskusikan permasalahan mereka, Anggun tak suka ikut dalam suatu masalah tanpa ujungnya, dia lebih suka sesuatu yang simple. Semua orangpun juga begitu.
"Apa maumu??" tanya Anggun singkat.
"Ceraikan Abi dan jadikan aku istri satu-satunya" ujar Riri menahan gengsinya. Amarah berusaha menggelapkan mata Anggun namun dia luapkan dengan menghembuskan nafas pelan."Oke, tapi nanti, 3 minggu lagi. Bersabarlah" ucap Anggun putus asa, sedikit kasihan melihat wanita itu menanggung beban sendirian. Suaminya memang bedebah. Huh.
"Kamu kira perutku akan selalu rata!! aku selalu morning sick setiap hari dan tak ada yang mengurusiku!!, wanita egois macam apa kamu??" marahnya sambil menggebrak meja.
Anggun berusaha menulikkan pendengarannya, sesakit ini jika harus berurusan dengan wanita gila, memarahinya yang tidak tahu apa-apa.
"Kamu jangan marah-marah, kandunganmu nanti terguncang" ucap Anggun memperingati. Kasihan. Riri menghembuskan nafas lelah. Sedikit tersentuh mendengar nada khawatir istri calon suaminya."Aku tetap pada pendirianku, tak ada yang mampu mengubahnya" ucap Riri sedikit lembut dan keras kepala.
"Kanker rahim stadium akhir, rahimku rusak, kamu tinggal tunggu saat itu" kata Anggun mantap, tidak menangis ataupun terlihat sedih, tidak untuk didepan lawan bicaranya sekarang.
Mata Riri melotot mendengarnya, diam-diam tak kuasa menahan tangisnya. Riri tidak kejam, dia orang yang baik. Tapi cinta lama membutakannya. Riri menutupi wajahnya, menahan malu menangis didepan lawannya. Dia juga wanita.
"Kamu tak melakukan histerektomi*?" tanya Riri hati-hati.
*pengangkatan rahim"Tidak" jawab Anggun jujur.
"Kamu membunuh dirimu sendiri, Anggun" kaget Riri mendengar hal gila itu.
"Tidak, aku yang membunuh harapan suamiku, Ri" ucapnya dalam hati."Kita akhiri saja disini, aku akan bilang pada Abi, jaga kesehatan" ucap Anggun berdiri meninggalkan Riri.
"Aku mau menunggu, saat itu" ucap Riri pada akhirnya.
"Baiklah, terimakasih Riri" membelakangi Riri menahan tangis.Hanya menunggu saat itu, Anggun ingin bersama Abi, memiliki Abi satu-satunya. Lalu pergi dengan tenang.
"Darimana kamu?" ucap Abi mengageti Anggun yang berjalan melewati tv.
"Aku sudah telepon kamu tadi mas, habis mengobrol sama Riri" ucap Anggun jujur, menyentil hati Abi.
"Untuk apa?? Menyuruhnya pergi?" ujar Abi sinis. Kejam.Anggun tak mengenal sosok suaminya kali ini. Diam. Anggun hanya diam. Dia hanya bisa diam. Tak ingin memperkeruh suasana. Suaminya sedang banyak pikiran-pikirnya.
"Aku tadi bicara sama Riri soal pernikahan kalian sekitar 1 bulan lagi" ucap Anggun pada akhirnya.
"Hal gila apa yang kau lakukan Anggun!!!" marah Abi sengit.
"Lebih gila mana dengan menghamili wanita lain" ucap Anggun rendah, menusuk hati Abi."Aku khilaf," ucap Abi menerawang.
"Ini khilaf keberapa mas??" tanya Anggun menohok Abi.
"Apa maksudmu, sayang?" takut Abi. Terpojok baru memanggil sayang. Cih.
"Sudahlah" tak ingin menjawab, karena Anggun tahu rencananya akan gagal jika dia mengatakannya, Anggunpun tahu kelakuan Abi dibelakangnya. Tapi dia masih menyayangi suaminya, yang sialnya brengsek.Mereka tidur seperti biasa, Abi memeluk pinggangnya erat, Anggun tahu Abi lelah, tapi dia juga sudah lelah. Biarkan saja, toh dia sudah tak ada harapan.
🍁🍁🍁
"Apa yang kalian bicarakan kemarin malam?" selidik Abi pada Riri, calon ibu dari anaknya.
"Hanya urusan wanita dan pernikahan kita" ujar Riri jengah menatap lelaki didepannya. Calon ayah anaknya.
"Siapa yang ingin menikah?" tanya Abi menusuk.
"Kitalah mas, kamu harus tanggung jawab ya" ucap Riri sedikit marah dan takut Abi mempermainkannya."Aku tidak bisa menceraikan istriku untuk menikahimu, kamu lahirkan saja anak itu tanpa aku harus menikahimu"
Plak
"Gila kamu mas!!" tampar Riri sambil memukul dada Abi.
Sakit. Tapi lebih sakit hatinya."Aku benar-benar tak bisa. Aku tak bisa meninggalkan Anggun begitu saja" tampak wajah lelah Abi yang mengundang keprihatinan Riri, tapi dia juga korban disini.
"Aku akan kembali saat itu tiba, mau tak mau kamu harus menikahiku!" ucap Riri ingin pergi.
"Sebenarnya apa yang kau bicarakan dengan Anggun??" tanya Abi menghentikan Riri beranjak.
"Seperti yang kubilang tadi" jawab Riri tidak nyaman.
"Kalian menyembunyikan sesuatu dibelakangku," Riri merasa tersudutkan saat ini, oh apapun itu dia sudah berjanji untuk tutup mulut.Drt drt drt
Telfon Abi berdering menandakan panggilan masuk, menjawab sambil keluar meninggalkan Riri yang bernafas lega.
"Ada apa?" kata Abi sedikit jengkel.
"Orangtua anda sedang di rumah anda pak" jawab Arsakha disana.
"Untuk apa?? Oh yasudahlah, saya kesana sekarang". Abi pergi dari sana tanpa kembali lagi masuk café."Tumben Ayah sama Bunda mampir?" tanya Abi melihat orangtuanya duduk tenang.
"Ayah hanya ingin lihat anak ayah sama menantunya" jawab Ayah kalem, sosok Ayah yang dikagumi Abi.
"Bunda juga rindu sama Anggun, apa salah?" ikut Bunda.
Anggun keluar dari dapur membawakan jajanan pasar yang dibelinya tadi, seperti putu ayu, klepon, dadar gulung dan masih banyak lagi, yang ia tahu keluarga Abi memang suka jajanan pasar seperti ini."Anggun sayang, kok kamu tambah kurusan??" tanya Bunda meneliti tubuh menantunya.
"Abi kamu gimana sih, punya istri kok kayak nggak diperhatiin, ini kurusan loh" ucap Bunda masih mencak-mencak sendiri. Ayah yang melihat hanya geleng-geleng kepala menatap kejelian istrinya. "Benar sih, tambah kurus" ungkap Ayah juga dalam hati.Kita pernah bersama,
memadu kasih dengan canda tawa, tapi apa mau dikata,
Tuhan punya segudang cara mengambilnya,
Suka maupun tidak suka,
Terpaksa maupun dipaksa.Break

KAMU SEDANG MEMBACA
T O X I C
Short StoryIt's just for you, Abigail Noctis Arbac. Note: -Seluruh part menggunakan sudut pandang orang ke-3. -sadend. -perhatikan alurnya!!!.