That Person

57 5 0
                                    

Looks like we made it
Look how far we've come my baby
We mighta took the long way
We knew we'd get there someday

They said "I bet they'll never make it"
But just look at us holding on
We're still together still going strong

You're still the one I run to
The one that I belong to
You're still the one I want for life
You're still the one that I love
The only one I dream of
You're still the one I kiss good night
(You're still the one-Shania Twain)

Terdengar suara merdu dari arah dapur, suara sang istri yang selalu menyambutnya dikala pagi hari, mengingat lagu ini adalah lagu saat Anggun melamarnya. Iya, Anggun yang melamarnya. Bahkan sampai saat ini tak bosan-bosannya sang istri terus menyanyikannya. Membuatnya hafal diluar kepala. Liriknya. Nadanya. Temponya. Bahkan 'cengkokan-cengkokan' tambahan dari istrinya.

Dentingan piano memenuhi gendang telinga Abi, suara Anggun mengalun indah membuai kulitnya. Merinding. Melihat Anggun sedang memandangnya sambil tersenyum manis. Memainkan jari jarinya diatas tuts dengan mahir. Abi melihat gedung ini ditata rapi. Bunga-bunga berserakan indah di lantai. Lilin-lilin aromatherapy yang menenangkan otaknya. Terlalu romantis.

Abi melangkah gemetar menuju sang pujaan hati. Nafasnya masih tak beraturan, 20 menit yang lalu Anggun menelefonnya, ingin berbicara serius. Khawatir, Abi dengan mengenakan baju tidur berlapis jaket dan sandal 'swallow' kesukaannya, langsung berlari menerjang hujan yang saat ini sedang deras-derasnya. Garis keras: berlari!! Padahal ada mobil saat itu. Tapi yang dia lihat sekarang langsung meluruhkan tubuhnya, melihat wanitanya sedang duduk manis disana, menyanyikan lagu favorit Anggun. Lagu mereka. Perasaanya lega, hatinya berbunga-bunga. Memandang lagi ciptaan Tuhan yang terpahat sempurna disana. Yang telah menjahilinya dan membuatnya khawatir membayangkan yang tidak-tidak. "Dasar wanita gila" ujar Abi sambil 'berdecih' pelan, sedikit kesal tadinya. Lalu tersenyum lagi.

"Look how far we've come my baby"
Akhirinya menuju ke arah Abi pelan.
Kaget melihat prianya basah kuyup, Anggun langsung mendekapnya erat, tanpa berfikir bahwa dia akan basah juga. Sial!! Diluar rencana-pikir Anggun.
"Tak apa, kau akan kena basah juga" hindar Abi melepaskan pelukan hangat wanitanya.

"Kenapa sampai basah kuyup begini?" khawatir Anggun.
"Kau menghubungiku seolah-olah ada sesuatu yang sangat penting. Itulah kenapa aku lari kesini" kesal Abi mengingat kecerobohannya sendiri, tapi dilampiaskan ke Anggun tentu saja, tak ingin terlihat bodoh di depan wanitanya. Tidak. Harga dirinya bisa terluka.
"Maafkan aku" sesal Anggun dengan tampang bodoh.
"Iya, lalu apa yang ingin kau katakan?" tanya Abi bingung. Dia benar-benar bingung, sungguh. Tak tahu apa maksud ini semua. Tidak paham hal-hal seperti ini. "Memang laki laki datar" batin Anggun menatap mata Abi.
"Ayo bicara cepat, aku kedinginan" ucap Abi jujur, dingin dan ditambah suhu ruangan ber- AC ini,
"Tidak, kita pulang saja, nanti kamu bisa sakit" putus Anggun menggandeng tangan Abi keluar.
"Percuma aku kesini kalau gitu" kecewa Abi. Entahlah, hatinya mengharapkan yang lain.
"Oke, oke, tenang Anggun" kata Anggun dalam hati sambil memantapkan tekad. Melepas tangan Abi dan menuju ke arah belakang gedung meninggalkan Abi.
"Mau k__" ucapan Abi terpotong dengan munculnya gambar-gambar yang familiar diingatannya. Dari foto masa kecilnya hingga masa sekarang. Bahkan foto saat dia menangis dengan ingus yang keluar dihidungnyapun ditayangkan juga. "Memalukan" ucap Abi menahan malu dengan tenang.

Abi kaget merasakan pelukan dibelakangnya, memeluknya erat sambil menyampirkan jaket tebal ke punggungnya, hangat. Suhu ruanganpun sudah hangat semenjak Anggun keluar. Wanitanya memang perhatian.

"Aku dengan lancang telah meminta ijin orangtuamu untuk melamarmu. Dan mereka setuju" jeda sedikit mengambil nafas pelan, menghirup udara menahan rasa sakit di dada yang tiba-tiba mendera.

"Sekarang giliranmu,"
"Abi, ijinkan saya menjadi istrimu, menjadi bagian dari hidupmu, saya tidak ingin apa-apa lagi, saya hanya ingin kamu disisa hidup saya" ucap Anggun masih memeluk Abi dari belakang. Tidak ingin bertatap muka, dia sedang mimisan, dan darahnya tak berhenti juga, padahal ingin mendengar cepat jawaban Abi. kepalanya pusing tiba-tiba. Pandanganya kabur menghalangi. Pingsan dipelukan Abi. Setelah melamarnya.

Abi masih membeku ditempat. Dilamar dengan cara yang seperti ini, seketika harga dirinya tergores, hendak marah atas sikap sang wanita, tapi setelah merasakan berat di punggungnya dan tangan Anggun yang mengendur membuat Abi sigap langsung menghadap kebelakang memeluknya hingga terjatuh, sambil menyangga tubuh wanitanya. Kaget tiba tiba sang wanita pingsan, Abi menepuk pelan pipi dan melihat darah keluar dari hidung, banyak. Wajah pucat Anggun menyadarkan Abi untuk membawanya ke Rumah Sakit. Yang Abi ingat saat itu, dia menerima lamaran Anggun. Entah karena cinta atau hanya kasihan.

"Kamu masak apa?" tanya Abi mencium bau harum masakan istrinya,
"Masak gulai kambing, aku lagi ingin makan ini" antusias Anggun menyendokkan kuah, mencicipi.
"Kamu hamil ya??" tanya Abi spontan

Deg. Deg. Deg.

Sendoknya jatuh membisingkan suasana. Abi menatapnya terheran heran, melihat tampang istrinya menatap kosong ke depan. Cukup lama terdiam sampai Anggun mematikan kompornya, menyediakan di meja makan.

"Ayo makan, makanannya sudah siap"
kata Anggun menahan tangis. Abi hanya diam, acuh tak acuh seperti biasanya, tidak bertanya lagi untuk memastikan jawaban, karena sepertinya istrinya sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja.

  🍁🍁🍁🍁

"Apa aku menyakiti perasaannya?" setidak pekanya Abi, dia dapat merasakan aura berbeda dari istrinya, apalagi setelah ucapannya tadi. Bahkan habis mencuci piring, istrinya langsung pergi ke kamar. Tidur lagi, tidak seperti biasanya.

"Bodoh, bodoh" pukul Abi di kepala, mengingat lagi bahwa mantannyalah yang malah mengandung anaknya.
Mungkin itu permasalahannya.

Tapi kan dia hanya bertanya. Mengapa Anggun tiba-tiba menginginkan sesuatu. Huh. Wanita memang rumit.

"Aku tak bisa melakukan banyak, kamu menolak melakukan pengobatan,  bahkan kamu tidak bisa dikatakan hidup sekarang. Kamu sekarat, nggun" ucap dr Ringgo selaku dokter pribadi Anggun. Temannya juga, terlalu jengkel dengannya yang keras kepala dan sedikit gila.

Lagi- lagi yang bisa Anggun lakukan hanyalah menangis. Menangis lagi mengingat perkataan Ringgo, diotaknya terus tersugesti bahwa tindakan yang dilakukannya benar, jangan pernah merasa menyesal, acuh tak acuh saja dan jangan dipikir dalam-dalam setelah memutuskan. Karena itu hanya akan mendatangkan penyesalan. Dan Anggun sedang tahap merasakannya, selalu mensugesti otaknya. Tidak apa-apa. Tidak apa-apa. Tidak apa-apa. Kamu hebat. Kamu wanita yang kuat.

Sekeras apapun aku mencoba mengikhlaskan, nyatanya akan mendatangkan penyesalan setelah aku kembali mengingatnya, apakah aku harus menghilangkan ingatanku dan memulainya dengan tidak tahu apa-apa Tuhan? Seperti orang gila.

Break

T O X I CTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang