Sebelumnya

849 94 6
                                    

=flashback=

.

.

Teriak

Bentakan

Lemparan barang

Sudah menjadi hal yang biasa bagi Samatoki. Dan mendapatkan sebuah luka dan memarpun hal yang tidak asing lagi baginya, dan malam ini pun ia harus kembali mendengar pertengkaran antara kedua orang dewasa tersebut.

.

Di dalam lemari pakaian di kamar miliknya. Samatoki memeluk adiknya yang menangis ketakutan. Samatoki mengusap lembut puncak kepala adik semata wayangnya itu. Memberikan kata-kata penenang dan menghibur adiknya itu.

Bila ada 'orang' itu dirumah, pertanda hukuman akan mereka terima. Entah kesalahan apa yang keduanya perbuat, dan kapan hal ini berawal. Samatoki sudah tak bisa mengingatnya.

Karena sudah terlalu lama, mereka berdua diperlakukan seperti itu.
.

.

.

.

Lalu malam itu Samatoki kembali mendengar tangisan dari sang ibu. Dan teriakan memohon. Tapi tampaknya 'orang' itu tidak memperdulikannya, terdengar suara detuman dinding akibat pintu yang dibanting.

Samatoki semakin mengeratkan pelukan pada adiknya itu. Takut? jelas tidak mungkin, ia hanya berusaha melindungi adiknya itu.

.

BRAK

.

Samatoki bisa menebak, kali ini kamarnya pasti akan seperti kapal pecah.

"Anata... kumohon, mereka hanya anak-anak, jangan kau pukuli lagi..."

"Diam! Anak keparat itu tidak berguna! hanya bisa menyusahkan saja. Gara-gara dia ada, aku harus mengeluarkan uang yang banyak untuk membayar pajak. Kau perempuan sialan mana tau susahnya mencari uang!" orang itu kembali mengobrak-abrik, guna mencari apa yang seharusnya menjadi sasaran tinjunya.

.

.

.

"hiks.. hiks.." isak tangis ketakutan Adiknya itu terdengar, anak perempuan bungsu Aohitsugi itu tidaklah bodoh. Ia sangat mengerti maksud dari perkataan orang tersebut.

"Tenanglah... ia tidak mungkin menemukan kita disini.." bisik Samatoki. Menyembunyikan adiknya itu dibelakang tubuhnya, antisipasi kalau orang itu membuka lemari.

Suara barang pecah dan jatuh terus terdengar dari ruangan kamar Samatoki. Jantungnya terpacu, berdoa pada kami-sama agar mereka lolos untuk malam ini saja.

Ada beberapa detik keheningan. Samatoki siap-siap menghela napas lega, karena doanya terkabul.

Namun, hal itu tidak berjalan sesuai dengan kehendak. Pintu lemari itu bergerak terbuka perlahan, Samatoki sudah bersiap untuk membela diri dan adiknya itu.

Tapi, pintu lemari kembali tertutup.

"Anata... Kumohon, biarkan mereka tidur untuk malam ini... Sebagai gantinya akan aku buatkan makan malam yang kau sukai. Jadi lepaskan mereka..."

Ternyata sang ibu yang kembali menyelamatkan mereka. Memohon pada orang itu untuk ampunan keduanya.

Terdengar geraman penuh amarah, laluー

Bugh

Sebuah pukulan yang tidaklah mungkin dengan kekuatan biasa saja dan benturan pada dinding sudah menjelaskan semuanya.

Tanpa melihatpun, Samatoki bisa menebak apa yang terjadi di balik pintu lemari. Air matanya jatuh dengan sendirinya, ia merasa sesak.

.

.

.

Dengan segala keberanian yang entah datang dari mana, Samatoki beranjaka dari posisi duduknya.

Sekali tendangan. Samatoki menendang pintu lemari, yang digunakan sebagai tempat persembunyian. Amarahnya sudah memuncak, bahkan ubun-ubunnya sangat terasa panas.

"Hoohh... akhirnya kau keluar juga, Bocah sialan.... ternyata dengan memukul perempuan jalang ini, kau terpancing keluar..." Orang itu menjambak rambut ibu dari Samatoki, dan menendang perutnya.

"Argh..." rintih kesakitan wanita dewasa itu, menatap Samatoki sendu.

"Nak... pergi...., bawa adikmu pergi. uhuk... Biar Ibu, yang urus ayahmu.." seru wanita dengan nada yang tersenggal-senggal menahan sakit diseluruh tubuhnya.

"Mereka tidak akan bisa pergi dari kandang ini, jalang keparat..." orang itu kembali akan melayangkan sebuah tendangan, yang sebelumnya Samatoki sudah menahan kaki orang tersebut.

"LEPASKAN KAKIKU, KUMAN!"

Bugh

Sebuah tendangan yang Samatoki terima, hingga ia terkapar disalah satu sudut ruangan

Kali ini, Gantian. Samatoki yang menjadi pusat segala kekerasan, sempat melawan. Namun ia lebih banyak menerima―terpaksa tindakan kekerasan anarkis pria tersebut.

Tubuhnya mati rasa, pandangannya menjadi kabur. Namun, Samatoki masih berusaha menatap tajam pria yang kali ini menjambak rambutnya.

"Lihat mahluk lemah ini.. masih berani menatapku seperti itu. Sungguh tak ada rasa terima kasihnya padaku.. cuih"

Pria itu meludah tepat di wajah Samatoki, sebatang rokok yang terabaikan, masih menyala ditangannya. Di dekatkannya pada wajah Samatoki.

"Kurasa mata ini akan lebih baik buta saja..." kekehan itu membuat Samatoki muak. Dengan sekuat tenaga, ia menepis tangan pria itu.

"KAUー!"

Ting tong

Bel rumah berbunyi, menghentikan niat pria itu--

"Kami dari pihak polisi, dan sudah mendengar semua yang terjadi. Jadi Tuan Aohitsugi untuk segara menyerahkan diri." Pria itu menghempaskan Samatoki hingga membentur tembok, tepat disamping sang ibu.

Suara pintu yang di dobrak, langkah yang tak hanya milik satu orang memasuki kediaman Aohitsugi, dan saat itu pula Samatoki dengan jelas melihat sosok penolongnya.
.

.
Pria hampir 4 kepala itu menatap begis pada sosok yang sudah dari tadi mendial nomer polisi.

"Kau akan mendapatkan akibatnya, wanita jalang!" Sebuah pukulan hendak dilayangkan pada sang Ibu, dengan segera saja Samatoki menyerahkan tubuhnya sebagai tameng pelindung.

.

.

.

.

Tbc gengssssss xD

Wkwkwkwk.... Sumpah aku ngetiknya benaran terbayang.... Sedih juga TwT

Tapi ini hanya pemikiran aku saja. Ku bayangi kehidupan si samat ama adeknya tuh kek gitu... *plak

Kritik en saran kutunggu... UwU typo dan sebagainya memang kesalahan dari aku...

Bandung, 21 November 2018
11.29 WIB

[HIATUS] Hypnosis Microphone #AU [YAOI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang