Aluna berjalan santai sepanjang koridor yang nampak mulai sepi karena bel sudah berbunyi sepuluh menit yang lalu, setiap langkahnya semakin melambat tatkala pintu bertuliskan XII-C Ips itu terjangkau oleh pandangannya.
Ia mengirup nafas dalam sebelum membuka pintu yang kini berada tepat dihadapannya. Dan seperti dugaannya, guru matematikanya itu sudah berada didalam dan tengah menatapnya dengan kacamata yang sedikit diturunkan.
"Terlambat lagi ?" Tanyanya dengan sedikit nada jengkel, "Berdiri dilapangan sampai jam pelajaran saya selesai." ujarnya tegas lalu kembali fokus pada buku ditangannya tanpa memberikan celah untuk Aluna menjawabnya.
Aluna pun hanya bisa mendesah pelan, dan kembali menutup pintu kelasnya dengan seulas senyum yang tercetak diwajahnya. Berjalan lebih santai menuju lapangan dan berdiri ditengah-tengahnya sambil mendongkak menatap bendera yang berkibar diujung tiang tinggi berwarna putih itu.
Tangan kecilnya memberi hormat pada sang saka merah putih, sekaligus untuk melindunginya dari sinar matahari yang mulai bergeser dari posisinya.
Panas. Namun sepertinya Aluna menikmatinya karena ini benar-benar kemauannya sendiri.
Memang setiap hari rabu, Aluna akan mewajibkan dirinya terlambat agar bisa dihukum seperti sekarang ini, semua ini karena lapangan upacara berhadapan langsung dengan lapangan olahraga. Dan setiap hari rabu pagi, adalah jadwal kelas XII-A Ipa melaksanakan kegiatan olahraga.
Itu adalah kelas Sang Raja keindahan.
Aluna menyunggingkan senyum ketika beberapa siswa berpakaian olahraga mulai berdatangan di lapangan futsal, kepalanya kini tak mendongak untuk menatap bendera itu, pandangannya kini terfokuskan pada sang Raja.
Cowok dengan pakaian olahraga berlengan pendek, ikat kepala, serta celana olahraganya yang digulung sebelah membuat senyum Aluna semakin merekah.
Mendadak tubuhnya panas, bukan karena sinar matahari yang kian meninggi, melainkan ada semacam atmosfer panas yang membuatnya sulit bernafas seperti ini.
Itu selalu dirasakan Aluna ketika sang Raja berada dalam pandangannya. Astaga... betapa sangat berpengaruhnya keagungan yang dibawanya meskipun dari jarak ratusan meter sekalipun.
Bahagia sekali rasanya Aluna berada dilangit yang sama dengan sang Raja, meskipun orang yang di sebut sang Raja itu tidak tahu bahwa ada seseorang bernama Aluna yang sangat jatuh cinta pada keindahannya. Setiap saat!
"Lun..." pandangan Aluna terputus dari aktivitas sang Raja yang sedang bermain basket, kemudian beralih kesumber suara,
"Lo ngapain, Ga ?" tanya Aluna saat melihat Arga tengah berdiri didekatnya, "Ini kan masih jam Bu Susi," imbuhnya,
"Lo disuruh masuk katanya, biar bisa ikut ulangan."
sontak mata Aluna melotot seketika, ia bahkan sama sekali tak ingat bahwa hari ini ada ulangan matematika. Ia gelagapan, gara-gara Sang Raja, Aluna melupakan segalanya.
Ia pun masuk kedalam kelas dengan tergesa-gesa, sebagian orang sudah mengumpulkan hasil ulangan kemudian beranjak keluar kelas hingga menyisakan dirinya dan Arga.
"Waktu lo hanya lima belas menit, nanti kasih Bu Susi diruang guru."
Rahang Aluna terasa ingin copot, apa gurunya sudah gila ? memberikan soal sebanyak dua puluh dengan waktu lima belas menit ? dikira dirinya seorang Albert Einstein ?
"Kalo lo cuma ngedumel, gak bakal kelar. Tuh soal gak mungkin ngejawab sendiri. Nih..." Arga melempar secarik kertas yang sudah lecek dari ambang pintu,
Aluna tersenyum melihat isi kertas, itu adalah jawaban dari semua soal-soal ulangan. Ia menatap Arga yang sudah berjalan meninggalkan Aluna sendirian dan siap berperang dengan soal matematika sialan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bait Rasa
Teen FictionKetika suara tak lagi bermakna, Bait kata mungkin bisa berguna. Semua ini tentang kamu, Tentang kamu yang tak kunjung mencintaiku, dan aku yang tak pernah bisa berhenti jatuh cinta padamu. ~Aluna Shakilla