Why Daddy - 16

4.3K 68 0
                                    

Gigi masuk kedalam lift,  menekan tombol sampai liftnya tertutup, dan benda kotak itu akan membawanya ke ruangan Zayn.  Setelah ia terbangun pukul 11 dan masih bermalas-malasan di kasur,  dan memutuskan untuk makan siang bersama Zayn. 

Sampai bunyi lift yang menandakan kalau ia sudah sampai di lantai di mana Zayn barada.  Berjalan dengan santai nya tak peduli dengan tatapan mata yang melihat. 

"Saya ingin bertemu dengan Zayn,  apa zayn ada di dalam"

"Apa sudah ada janji sebelum nya Nona? " Tanya sekretaris Zayn dan aku hanya menganggukkan Kepala

"Main saya antar" Ucap nya dan aku hanya mengikutinya dari belakang.  Dan ia tampak memberi tahu zayn bahwa ada tamu dan saat aku masuk kedalam ruangan Zayn tersenyum lebar.

"Hai sayang,  kau datang?  " Tanya Zayn langsung berdiri dari kursi nyamannya dan berjalan sambil merentang kan kedua tangannya. 

Ia memelukku hangat,  jujur saja kehangatannya menghilangkan rasa lelah ku.

"Kita makan siang diluar? " Tanyaku mendongak ke arahnya karena aku masih dalam pelukannya.

"Nope babygirl,  kita makan siang disini saja.  Aku akan memesannya untukmu" Zayn melepaskan pelukannya dan menelfon seseorang,  kurasa ia sedang memesan makanan.

"Duduklah sayang,  aku tahu kau pasti lelah"  Ia menepuk sofa yang ada disebelah nya. Ia benar,  kakiku sekarang seperti jelly apalagi aku kurang tidur dan ditambah sedikit makan.

Aku menyandarkan kepalaku di dada bidang nya,  memejamkan mataku dan menghirup bau maskulin yang membuatku ingin tertidur saat ini juga.
CEO muda dan supermodel. Aku tak pernah menyangka akan hal itu.

Makan siang ini begitu berbeda karena Ada di kantor Zayn.  Tapi cukup banyak gerak,  bisa berisik dan juga berjalan kesana-kemari.
Aku melihat keluar jendela,  melihat jalanan New York yang sangat ramai. 

"Kau sudah siap berkemas? " Zayn memelukku dari belakang. 

"Belum Zayn" Jawab ku lesu

"Kau kenapa?  Kau sakit? " Tanyanya sambil membenamkan kepala nya di lekukan leherku

"Tidak Zayn,  aku merindukan ibu" Ungkap ku jujur.

"Ayo,  kita pergi ke tempat ibumu" Ajak Zayn sambil melepas pelukannya dan menuntun tangan ku keluar dari ruangan ini.

Aku masuk kedalam mobil Zayn,  dan menatap jalanan yang sangat ramai,  Zayn fokus pada jalan dan kami hanya berdiam diri.

"Jaga kesehatan mu selama di Paris, aku pasti akan sangat merindukan mu" Zayn menggenggam tanganku. Aku tersenyum dan mengangguk.

Ponsel ku berbunyi dan itu dari Dava,  aku melirik Zayn dan Zayn mengisaratkan untuk mengangkatnya

"Iya Dav,  ada apa? " Tanyaku

".....

" Aku sedang di luar"

".....

" Tidak,  aku bersama Zayn sekarang "

"....

" Baiklah,  sampai bertemu besok"

Aku menutup telfonnya dan meletakkan ponselnya kedalam tas.

"Mau apa dia? "

"Dia ingin membicarakan soal keberangkatan ke Paris besok" Zayn hanya mengangguk

Zayn berhenti di persimpangan jalan,  dan banyak sekali paparazzi mencoba mengambil gambarku dengan Zayn.  Aku sudah biasa dengan Flash.  Tapi Zayn tidak,  Zayn tidak suka cahaya yang menyilaukan itu menusuk matanya.  Dia benci dengan paparazzi apalagi memberitakan hal yang bukan-bukan tentang nya maupun keluarga nya.

Kami sampai di pemakaman umum,  sebelum masuk aku membelikan bunga untuk ibuku.
Aku dan Zayn berjalan menelusuri makam,  dengan Senyuman mengambang di bibirku.  Aku senang bisa bertemu dengan ibu lagi,  dan bercerita banyak hal dengannya.  Hanya saja, air mataku tidak akan bisa berhenti jika sudah berada disini.

Meletakkan bunga itu di dekat batu nisan,  duduk di atas rerumputan hijau. Disini terasa nyaman dan tenang.

"Ibu,  Faey disini..  Ibu apa kabar?  Faey harap ibu selalu bahagia disana"

"Ibu,  besok Faey akan pergi ke Paris apa Ibu percaya itu? Faey sama sekali tidak pernah berfikir akan seperti ini sekarang.  Maksud faey kenapa tidak dari dulu saja kemudahan datang dalam hidup faey sehingga kita tidak akan hidup terpisah seperti ini bu."

Air mataku jatuh bagaikan sungai yang mengalir deras.  Zayn mencoba menenangkan ku dengan mengusap punggung ku lembut.

Aku mencoba untuk tenang, menghapus sisa air mataku dan berdiri

"Ibu,  faey pulang dulu ya.  Faey harus berkemas. Faey tau jika Ibu disini Ibu pasti sudah menyelesaikan semuanya tanpa faey minta,  tapi sekarang faey harus melakukannya sendiri bu. Tapi faey di bantu oleh Zayn dan juga teman-teman faey yang lainnya.  Ibu jangan khawatir,  faey akan baik-baik saja selama ada Zayn disini" Ucapku lalu melangkah pergi menuju parkiran

***

Zayn P.O.V

Aku selalu merasakan kesedihan yang Gigi rasakan. Mungkin masa lalu nya begitu kelam dan suram.  Tapi aku berjanji akan membuatnya merasa dia adalah matahari, matahari yang akan menyinari seluruh dunia. Takkan ku biarkan matahari ku pergi,  dan membuat hari-hari ku gelap dan mati kembali.

"Kau ingin pulang kerumahmu atau ikut dengan ku? " Tanyaku ia hanya menoleh dan masih kesulitan untuk menemukan suaranya

"Ikut dengan mu" Jawabnya parau

"Baiklah,  kita ke apartemen ku saja" Anakku dan dia hanya mengangguk

"Tapi aku harus berkemas? " Tanyanya lagi

"Aku sudah menyuruh dava mencarikan asisten untukmu, Heidi tidak mungkin tahu dalam fitting pakaian bukan?  "

"Ya, selama ini aku yang selalu mencari pakaian ku sendiri, jujur saja itu sedikit menyusahkan"

"Tenang lah. selama ada aku, kau akan baik-baik saja"

Zayn mencium punggung tanganku,  aku tersenyum dan memejamkan mataku.

"Aku lelah Zayn,  apalagi membayangkan besok harus pergi ke Paris dan berjalan seharian"

"Tidurlah,  aku akan membangunkan mu jika sudah sampai"

***

Why Daddy?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang