BAB 9

1.5K 60 15
                                    

Selamat membaca readers!

Annisa duduk di kursi sebelah brankar. Firza tidak sadarkan diri ketika sampai di rumah sakit, dan dokter memvonis ia mengalami masa kritis akibat terlalu lama di lautan.

Annisa menggenggam tangan Firza dan menciumnya hingga air matanya mengalir ke punggung tangan pria itu.

"Om, bangun....hiks hiks... Tadi lo bilang kalau lo kuat, tapi kenapa lo harus kritis om?!" Annisa terisak di atas tangan Firza. Tak lama, usapan terasa di puncak kepalanya. Ia mengangkat kepalanya. Ia melihat orang tuanya dan Firza berdiri di sampingnya. Ada Fanny, Aaron, dan Jason juga.

"Firza kuat, nak, kamu harus yakin bahwa dia akan baik-baik saja,"

"Tapi om Firza janji sama Nisa, bun, kalau dia bakal sadar sesampainya di sini....hiks.... tapi dia...dia..."

"Sudah, sudah, insyaAllah beberapa hari lagi dia akan sadar."

⚓⚓⚓⚓

Sebulan berlalu, Firza belum juga bangun dari tidur panjangnya. Matanya seperti enggan untuk terbuka. Sekarang Annisa sudah berkuliah. Dan setiap selesai kuliah ia akan terus menemani Firza di rumah sakit.

Hari ini, 5 Agustus adalah ulang tahun Annisa yang ke 18 tahun. Keluarga besar Annisa dan Firza merayakan di ruang VVIP tempat Firza di rawat. Sebuah kue coklat terlihat berada di pegangan Linda.

"Om, cepat sadar, gue kangen sama lo." Doa Annisa dalam hatinya sambil menatap kue ulang tahunnya.

"Ayo di potong!" Saat Annisa akan memotong kuenya,

"Firza!" Annisa lantas membalikkan tubuhnya. Ia melihat jemari Firza bergerak, kedua matanya pun perlahan terbuka. Annisa dengan segera memencet tombol darurat, dan beberapa detik kemudian tim medis datang untuk memeriksa keadaan Firza.

"Bagaimana keadaan suami saya, dok?" Tanya Annisa cemas.

"Alhamdulillah, suami anda sudah melewati masa kritisnya. Tapi beliau harus banyak beristirahat agar cepat pulih."

"Baik dok, terima kasih." Setelah tim medis pergi, Annisa segera mendekat kearah Firza.

"Om," Annisa menggenggam tangan kekar Firza. Pria yang masih terpasang oksigen di hidungnya itu lantas menolehkan kepalanya kearah Annisa.

"Annisa...." Lirih Firza pelan. Annisa menghambur ke pelukan Firza. Ia menangis penuh haru di dada bidang pria tampan itu. Walau tubuhnya terasa kaku, Firza tetap memeluk tubuh Annisa walau hanya dengan satu tangannya yang bebas dari jarum infus.

"Saya....mencintaimu." Ucap Firza pelan. Annisa mengangkat kepalanya. Ia menatap Firza tak percaya.

"Om...."

"Saya...tidak bercanda..." Ucap Firza lagi. Annisa hanya bisa menatap Firza dengan perasaan bersalah. Dan Firza mengerti arti pandangan itu.

"Saya...akan membuatmu...mencintai saya." Ucap Firza sambil mengusap pipi Annisa yang memerah. Annisa tersenyum dan mengangguk.

"Nisa, ayo di potong dulu kuenya!" Annisa memotong kue bersama dengan Firza yang menggenggam tangannya. Suapan pertama Annisa berikan pada Firza, lalu kedua orang tuanya, kedua mertuanya, dan juga Fanny serta Jason. Sisa kue juga di bagikan hingga tersisa setengah.

"Om mau gak?" Tanya Annisa. Ia duduk di samping Firza yang bersandar di sandaran brankar. Oksigen sudah dilepas dari hidungnya.

"Kamu suapi saya ya?"

"Iya, om-om manja!" Ujar Annisa gemas.

"Saya bukan om-om! Panggil saya yang lain!"

"Memangnya om mau di panggil apa?" Tanya Annisa sambil menyuapi Firza.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 18, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kapten KapalkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang