//Masa Kecil I//

12 3 0
                                    

"Pamit bukan berarti tidak akan bertemu lagi, Perpisahan tidak selalu berakhir sedih. Disetiap engkau pamit, tak ada sedih terlukis di wajahku, tak ada luka terukir di hatiku.
Karena kau seringkali pamit, namun kembali lagi.

Jika memang boleh, kini giliranku yang pamit, dan janganlah bersedih.

Mungkin aku tidak akan kembali, karena lelah oleh pamitmu. "

•°•°•◇◇•°•°•

    Tersimpan sejuta kenangan buruk pada wajah murung gadis kecil itu, masa mudanya diisi oleh berbagai macam trauma dan cerita yang tak pantas untuk dikisahkan kembali. Jika diizinkan mati, ia ingin melakukannya sekarang. Apa boleh buat tatkala nyawa ditangan Tuhan.

Tak ada haknya untuk bermain dengan nyawa, ia seringkali pasrah bila tidak kuat dengan batin yang menyiksanya.

Menangis sudah bosan, mengadu tak ada tempat yang siap menampung kisahnya. Pohon 'pun tak kuat menahan raganya yang rapuh, kala ia duduk manis diatas ranting.

Terlintas akal bodohnya,

"Boleh gak sih aku lompat dari sini? Apakah Tuhan akan marah seperti yang di katakan oleh Oma?"

Ia bergumam, mengingat kembali bagaimana ia menyaksikan Kakak tunggalnya, melompat dari lantai tiga gedung pusat perbelanjaan.

Flashback,

Kala itu, tepat di hadapannya, ia tidak dapat menahan kehendak Kakaknya yang sepuluh tahun lebih tua darinya.

"Inez jaga diri, Abang mau ketemu Ibu" Ucap mendiang Kakaknya sebulan yang lalu, Ia tersenyum ke arah Inez kemudian melompat.

Sejumlah pengunjung kurang cepat merespon, belum ada yang sadar bahwa anak lelaki berusia empat belas tahun akan melakukan aksi bunuh diri.

Waktu berlalu cepat, hingga Jiwa Revan kembali ke Sang Pencipta.

Inez masih bisa membendung air matanya, walau pelupuk matanya sudah berat siap menangis.

"Jangan takut dengan apapun dan siapapun ya dek."

Pesan mendiang kakaknya.

Flashback off.

"Inez, hayuk turun anak cantik. Taksinya sudah datang." Ucap Oma, wanita paruh baya, dengan rambut putih, kerutan halus di wajahnya, memecahkan lamun Inez.

Inez adalah gadis kecil yang penurut, ia kemudian turun dari pohon dengan lincah.

"You don't want to say the last good bye to your favorite tree?" Tanya Oma, dengan senyum khas yang terukir, ia mengizinkan cucu kesayangannya memeluk pohon yang tumbuh di halaman rumahnya itu.

"Let's meet your Daddy and Mommy!" Oma kemudian memegangi tangan cucunya itu, menuntunnya naik ke atas taksi.

Saat di perjalanan, Inez terus berpikir. Berbagai macam pertanyaan muncul di kepalanya.

"Oma, kenapa Abang mau ketemu Ibu?" Tanya Inez polos.

"Maksud kamu? Abang bilang apa dulu?" Oma mengernyitkan dahinya.

Totally trustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang