//Kepercayaan//

11 1 0
                                    

   Tepat pukul delapan pagi, bel berbunyi. Seluruh murid duduk ditempatnya masing-masing.

Kemudian, terdengar langkah kaki memasuki ruang kelas X IPA 1. Seketika kelas menjadi tenang.

Nampak seorang lelaki berpostur tubuh tegap, berkepala plontos dengan kumis lebat terpajang diwajahnya.

"Selamat pagi! Kalian telah resmi menjadi siswa-siswi SMA Harapan Nusa! Huebat tenan." Lelaki tersebut kini berada didepan murid-murid yang terpaku menyimaknya.

"Perkenalkan, nama saya Bapak Tristanto wes biasane saya dipanggil Pakde. Oh iya, saya akan menjadi walikelas X IPA 1, yaitu kelas ini." Sambungnya, sambil melemparkan senyum.

"Kalian pasti kenal dengan saya, toh? Wes pastine saya yang ngomong di aula tadi." Sambil tersenyum ramah menampakkan giginya, ia menyisir tatapannya keseluruh sudut kelas.

"Sebelumnya, ada yang kenal bapak? gak ono? Kalau begitu kita kenalan dulu. Bapak sudah 15 tahun mengajar sebagai guru matematika, kebetulan ngajarnya kelas X dan XI, maka 2 tahun kita akan bertemu, bila di beri umur panjang. Ada pertanyaan?" Tanyanya dalam keadaan kelas yang pasif.

Kemudian seseorang mengacungkan tangan, dan dipersilahkan berdiri oleh Pak Tristanto.

"Bapak kalo ngajar galak gak?" Tanya Seno polos.

Lantas ia ditertawakan oleh murid lainnya, begitupula pak Trinstanto.

"Puinterr kamu nanyanya, ya gak galak kalo pada bisa jawab!" Jawab pak Trinstanto.

"Kelas ini tenang toh ya, kalau begitu saya mau kenalan satu-persatu. Dimulai dari, bangku depan sebelah kanan!"

Kemudian, seluruh siswa memperkenalkan diri ke depan kelas secara bergiliran.
Hingga tiba giliran Gio.

"Pagi teman-teman, saya Sergio Bimala yang tadi juga ngomong di Aula, panggil Gio aja. Dari sekolah Pelita Jaya. Milih IPA karena suka. Terus apa lagi ya? Saya suka pelajaran matematika, sama mau nyalon jadi ketua kelas, pilih saya ya teman-teman." Gio memperkanlkan dirinya, sambil tersenyum tipis. Karena luka disudut bibirnya belum sembuh.

"Sek ta (Tunggu bentar), tadi Bapak inget, wajah kamu masih mulus. Ini baret-baret kenapa?" tanya lelaki berumur 40 tahunan tersebut, sambil memperhatikan wajah Gio.

Gio diam seribu bahasa, ia tak berani berbohong pada orang tua.

"Habis berantem sama kakaknya, rebutan mau pake mobil!" celetuk Seno.

Seno kemudian terpaku, mengingat kembali bahwa saat di ruang aula Gio bahkan masih segar tanpa luka yang terlukis diwajahnya. Kini, Seno ikut bingung.

Inez lebih dibuat bingung, ia ingat betul bahwa Gio mengaku jatuh.
Namun, setelah mendengar pernyataan Seno, ia mulai curiga Gio telah berbohong.

"Wes, Oke Gio kamu orangnya percaya diri! selanjutnya!" Ucap pak Tristanto sambil mengacungkan jempol kearah Gio.

Gio kembali duduk dengan perasaan gugup.

Kini, giliran Inez.

"Halo, nama saya Arumdira Inez, dipanggil Inez. Dari SMP Taruna Jiwa II." Inez memperkenalkan diri.

"Kamu Inez toh? Yang nemnya tinggi? yang sering juara olimpiade matematika? saya panitia 2 tahun lalu! Huebat kamu Nez!" Kagum pak Tristianto.

"Se' (tunggu), kamu bukane sekolah negri dulu waktu jadi juara?" Tanyanya.

"Saya pindah ditahun ketiga pak, sewaktu baru naik kelas 9." Terang Inez, sambil sesekali menunduk.

"Oalah, silahkan duduk, Ini dia juara IPA I, Inez! Selanjutnya!" Ucap pak Tristanto.

Totally trustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang