"Berdansa di malam hari"

20 0 0
                                    

Selasa, 23 Juli 2019 (19.00)

WITA:
     Setelah aku keluar dari ruang BK, aku sangat malu sekaligus kesal. Aku telah berkonsultasi dengan Bu Nirawati, dan beliau tidak menemukan seseorang yang bisa menggantikanku sebagai pengurus SBOS Aldo.
    
     Alasan semua anggota SBOS semua sama; Tidak siap untuk menghadapi Aldo secara mental dan fisik.

     Selain itu, aku dipercayai Bu Nirawati karena kesuksesan aku dalam melaksanakan program SBOS. Jadi, aku tidak bisa kabur dari siksaan ini.

     Aku sudah berada di depan rumah Aldo. Sekali lagi, menarik nafasku sebanyak mungkin. Dengan penuh tekad, aku ketuk pintu rumah dia. Tidak beberapa lama, pintu itu terbuka dengan lebar oleh Aldo yang terlihat baru bangun dari tidur.

     “Oh, rupanya si Wita. Silahkan masuk! Anggap aja seperti rumah sendiri.” kata Aldo dengan mata yang setengah terbuka. Aku hanya membalas dia dengan senyuman secukupnya. Malam ini, aku tidak mau Aldo cerewet. Dengan itu, aku memasuki rumahnya tanpa banyak berkata- kata.

     Saat aku berada didalam rumahnya, aku tidak bisa menganggap itu seperti rumah sendiri. Rumah Aldo tidak beda jauh dengan pembuangan sampah. Kotor, berdebu, dan bau.

     “Hm. Kayaknya kita tidak bisa belajar disini” kataku dengan menutup hidung.
     “Bagaimana kamu bisa hidup dalam rumah sekotor ini?” lanjut aku.
   “Yah, nggak nyaman sih. Tapi aku sering main keluar. Jadi malas juga ngebersihin.” kata Aldo sambil mengunyah permen karet.

     Sebenarnya, aku mau pulang dari rumah dia secepatnya. Cuma aku kasihan. Aku rasa orangtua Aldo juga terlalu sibuk untuk mengurus rumah.  Karena itu, aku mengajak Aldo untuk membersihkan rumah dia.

     “Katanya mau belajar” kata Aldo.
     “Ha? Seingatku ko nggak suka yang namanya belajar. Kamu mau belajar?” aku bertanya dengan senyum canda.
     “Haha. Ogah. Yoklah bersih- bersih. Aku jadi semangat kalau ada yang nemenin”

     Kami pun mulai membersihkan rumah Aldo.

     Awal kami membersihkan rumah, kami sangat serius. Tetapi, tidak lama kemudian Aldo mulai bercanda. Karena ingin mengisi suasana sepi pada waktu itu, aku pun ikut bercanda.

     Jujur, semakin lama aku berdua sama Aldo, semakin hilang rasa benciku dengan dia. Aku mulai berpikir kalau Aldo bukan orang yang sangat buruk seperti orang- orang dan aku kira.

     30 menit telah terlewati. Aku dan Aldo mulai lelah karena sudah lama membersihkan dan saling bercanda. Untungnya, kami sudah membersihkan hampir seluruh bagian dari rumah Aldo kecuali kamar dia.

     Aldo bilang kalau kamar dia itu adalah tempat yang paling berantakkan dan dia menyarankanku untuk tidak membersihkannya. Aku merasa kurang enak meninggalkan satu ruangan kotor.

     Saat kubuka kamar dia, kondisi kamar Aldo persis seperti dideskripsikan dia. Berantakkan. Kertas beracak dimana- mana.

     “Buset, apa aku salah masuk ruangan ya?” pikir aku.

    Karena penasaran, aku pun masuk dan melihat- lihat. Waktu aku didalam kamar Aldo, aku melihat sebuah tumpukan kertas setinggi tubuh aku yang terletak di ujung kamar.

    Aku pun melihat kertas- kertas itu satu demi satu. Isi kertas itu dipenuhi dengan tulisan- tulisan dari tinta pena. Setelah kusimak lebih lama, setiap kertas disitu merupakan kumpulan- kumpulan cerita yang tertulis dengan kata- kata bagus.

    Dari cerita romansa sampai cerita aksi. Setiap kumpulan kertas merupakan satu cerita yang memiliki judul tersendiri. Sangking fokusnya membaca salah satu cerita dari kertas itu, aku tidak tahu Aldo berada di belakangku. Dia menyapa aku dan aku terkejut.

    “Cie, kaget” kata Aldo. Aku menyembunyikan malu aku dari Aldo.
     “Mana ada aku kaget”.

     Aldo ketawa dan mengelus kepalaku.   Dadaku merasa hangat seketika. Aku juga berpikir hal- hal yang seharusnya tidak terlintas di pikiranku.

     Oleh karena itu, aku menjauh dari dia dan bertanya “Semua cerita yang ada di setiap kertas ini, itu kamu yang buat?”

Warna HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang