Bagian 9

2.7K 203 21
                                    


     Malam ini aku belajar sungguh-sungguh. Ada beberapa mata pelajaran yang aku terpaksa remed. Eelaah! Tapi Pak Fitto benar, seorang Nessa gak boleh kalah.

Jangan hanya gegara bermain hati kesempatanku untuk meraih beasiswa di perguruan tinggi negeri melayang begitu saja. Sejauh ini aku adalah kebanggaan papa dan mama.

Orang boleh saja menganggapku sedikit slengean dan badung, tapi satu sekolahan juga tau Vanessa Rahma tidak bisa dipandang enteng. Dan mulai detik ini, aku akan kembali pertahankan itu.

Dari semalam gawaiku mati total. Bahkan seseakun pun telah aku unfriend.

Tega?

Entahlah!

Yang pasti untuk saat ini aku belum mau berinteraksi dengannya. Baik duta maupun maya. Apa yang aku rasakan bukan hanya sekedar sakit tapi juga malu. Walau kusadari, menghapus namanya dari ingatan bukan perkara mudah.

Terlebih setelah mengetahui siapa sosok di belakang akun Mahesa. Orang yang tanpa disadari akhir-akhir ini menghadirkan debar yang tak biasa. Yang beberapa waktu lalu aku mengganggap rasa ini berselingkuh dari seseakun karena merasa diabaikan. Ternyata orang yang sama. Eelaah!

"Kak, gua boleh masuk?"

Aku menoleh. Si 'rese' berdiri sok manis di depan pintu kamarku. Tu anak ngimpi kali, tumben amat. Biasanya kalau mau masuk juga main nyelonong seenak udelnya aja. Aku  mengangguk, pelan. Kemudian kembali fokus ke beberapa soal yang aku buat sendiri dan jawab sendiri. Sejauh ini cara demikian cukup efektif. Lebih gampang daripada menghafal rumus yang se'abreg'.

Adit langsung merebahkan tubuh di ranjang. Aku meliriknya sekilas, terlihat pemuda yang beberapa bulan lagi menginjak usia 16 tahun itu meregangkan tubuhnya berkali-kali. Berguling-guling di ranjangku. Eetdah, udah kayak anak kucing saja.

"Ada apa?" tanyaku karena dia tak kunjung mengatakan sesuatu.

"Gua kangen. Habisnya dari semalam lo ngurung diri terus di kamar."

Njiir! Digombalin adik sendiri.

"Ngurung diri pala lo. Pulang pergi sekolah juga kita bareng. Udah sana, gue mau fokus belajar. Ganggu aja."

Pemuda itu lantas melompat bangun. Lalu duduk bersila di ranjang. Kali ini ada keseriusan di wajahnya. Ya eelaah, nih anak! Sok dewasa banget.

"Kak!"

"Hmmm."

"Abang Mahes itu fans-nya banyak lho."

"Terus urusannya ama gue apa?"

"Yakin lo kaga mau ada urusan ama dia?"

Yaahh! Malah ngeremehin kakak sendiri.

"Yakinlah!"

"Tapi kek nya dia beneran sayang  ama lo, Kak."

Ya iyalah, orang pacar online gue, tentu saja kata-kata ini hanya terucap dalam hati. Bisa ketawa ampe koprol dia kalau tau aku jatuh cinta pada sosok tak berupa.

Aku berhenti menulis, memutar tubuh hingga berhadapan langsung dengan Adit yang masih bersila di ranjang. Menatap anak itu dengan pandangan menyelidik.

"Emang sejauh apa lo kenal dia?"

"Eelaah, Kak. Ya kenal banget lah. Secara dia teman futsal gue, guru literasi gue. Teman main gue."

"Guru literasi?"

"He'em. Kita ada komunitas."

Aku terbahak. Adit belajar literasi? Gak banget. Buku catatan temannya aja kerap difotokopi saking malasnya tuh bocah nulis.

Pacar Online (KolabYantiPeka)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang