Kulepas nyawaku pada cakrawala
Kutinggalkan sebentar ragaku yang nyala
Menuju awan menengok hujanDi langit kulihat para uap kekeringan
Hujan-hujan tersedu sedan
Wajahnya pucat tak karuan
Menangis mereka tak berkesudahanKurapal mengapa
Air mata tuhan merasa papa
Kutanya para petapa
Yang ada jawabnya hampaLalu jawab turun dari doa-doa langit
Arwah-arwah yang sakit
Ia berkata peluh awan merasa kecewa
Merasa dianiayaLantas kubawakan air surga
kusiram mereka
kusembuhkan semua
dan mereka semakin menangisHujan selalu merasa bersalah
ketika ia turun pada celah-celah
Ingin obati para insan
Dari sepi dan sakit berkelanjutanTapi ketika hujan turun
manusia-manusia menyesalkan
Mengutuk lelehan langit
Sedang langit ingin mereka sembuh
Jika tak turun manusia lumpuhTapi manusia tak mampu maklum begitu
Malah makin menggerutu
Di kala hujan turun menyentuh
mereka bilang bikin rapuh
Sepi, sepi, lalu mereka memilih matiDan hujan adalah pembunuh
begitulah mengapa di kampung langit hujan-hujan merasa sedih
ia merasa sakit
merasa bersalah
dan nyawa-nyawa yang terbang tak henti-hentinya menangisLantas hujan semakin sakit
Semakin kecewa
Semakin kering
dan akhirnya mereka membunuh hujanLalu aku kembali turun
membawa hujan yang masih hidup
lantas kutanam pada diriku
agar sejuk selalu
tak memilih mati seperti sebagiankuSalatiga Di Ujung Pena
Aldoprasetyopratama
YOU ARE READING
Sajak Tanpa Arti
RandomAku bukanlah borjuis Kegiatanku hanyalah menulis Aksara demi aksara kutulis Kurangkai bait dari baris demi baris Kususun menjadi puisi yang eksotis Puisiku dinamis Terkadang romantis Terkadang egois Aku bukan borjuis Bukan juga kapitalis Aku realist...