Wendy ingin menyesali keputusan menerima penawaran Mateo, makhluk asing aneh yang sepertinya adalah orang kaya raya. Akan tetapi, Wendy tak punya pilihan lain.
Setelah Wendy memutuskan untuk mengambil cuti mendadak karena insiden tadi pagi dan menunggu sore dengan gelisah, akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu tiba. Tak perlu waktu lama untuk Wendy menunggu jemputan yang dijanjikan Mateo di halte. Sebuah mobil sedan hitam mengkilap berhenti tepat di depannya. Wendy tak tahu pasti harga mobil mewah ini, tetapi siapa pun mengenali logo BMW yang terpampang di kap mobil.
Seorang laki-laki dengan setelan jas biru gelap keluar dari pintu bagian kemudi. "Selamat sore. Maaf, Nona Wendy Son?" tanya orang itu memastikan.
Wendy terdiam sesaat. Awalnya Wendy mengira harus berbahasa asing dengan laki-laki ini. Bagaimana tidak, dia adalah orang berkulit putih tinggi dengan rambut pirang. Namun, lidahnya terdengar fasih berbahasa Korea.
"Selamat sore. Iya, saya Wendy Son."
"Perkenalkan saya George, orang yang ditugaskan untuk menjemput Anda, Nona. Tuan Mateo Kim sudah menunggu," ujarnya menjelaskan, sopan.
"Oh ... iya." Wendy merasa sangat canggung. Apalagi saat orang-orang yang berlalu-lalang di sekitar halte menjadikan dirinya pusat perhatian. Mungkin karena penampilan Wendy yang tak sepadan dengan perlakuan dari George serta mobil mewah ini.
"Silakan." George menggiring Wendy supaya mendekati mobil. Badannya membungkuk beberapa derajat kemudian membuka pintu bagian belakang.
Wendy melirik George, sedikit menaruh curiga pada laki-laki itu. Apakah dia sama seperti Mateo yang mampu berpindah tempat dalam sekejap? Atau dia memang hanya sekedar sopir tampan yang beruntung dapat memakai pakaian bagus? Jemari Wendy menyampirkan helai rambutnya ke belakang telinga, berusaha mengenyahkan rasa curiga itu. Dia pun akhirnya masuk ke dalam mobil.
Mobil itu melaju perlahan meninggalkan halte yang kian ramai. Melalui kaca kabin Wendy dapat melihat pantulan rupa George yang serius. Air mukanya terlihat tegas. Rambut pirangnya tertata rapi tak dibiarkan sehelai pun menyentuh jidatnya yang licin tanpa noda.
Sejenak bayangan Mateo jadi melintas di benak Wendy. Memang tak jelas bagaimana otak Wendy mampu mengingat tiap detail laki-laki misterius itu. Karena pertemuannya dengan Mateo terjadi begitu saja dan Wendy sedang dirundung ketakutan. Tetapi senyum yang terlukis di bibir Mateo belakangan memang membuat Wendy merinding.
Sementara Wendy berusaha mengingat detail rupa Mateo, mobil sedan hitam ini telah tiba di tempat tujuan. George mengubah persneling ke posisi parkir. Wendy turun dari mobil setelah George membukakan pintu untuknya. Dia memandang ke sekitar. Sebuah gedung tinggi, megah dan berhalaman luas terpampang di depan Wendy.
"Tuan George?" Wendy bersuara membuat George yang semula membelakanginya menjadi menoleh. Kedua alis laki-laki itu terangkat. "Apa Mateo Kim tinggal di sini?"
"Tidak. Ini adalah kantornya."
George menggiring Wendy memasuki gedung yang katanya adalah kantor Mateo. Entah dia siapa dan sebagai apa di sini, tapi Wendy kira Mateo mungkin seorang bos. Ya, terlihat dari bagaimana George menyebut laki-laki itu dengan sebutan 'Tuan'.
Di lobi, Wendy disambut oleh seorang resepsionis cantik berlesung pipi. Suasana di sini agak lengang. Hanya ada beberapa laki-laki paruh baya bersetelan rapi berlalu-lalang. Di belakang meja resepsionis, nama tempat ini terpampang. 'CLOUD 9 CASINO' dicetak besar-besar berwarna keemasan lembut. Mereka kemudian menuju ke sebuah lift. Wendy berdiri gugup dan menyempatkan melirik tangan George yang menekan tombol angka 9.
Lift bergerak cepat menuju ke tempat di mana Mateo berada. Suara denting terdengar bersamaan dengan pintu terbuka. Wendy dibuat terperangah untuk kedua kalinya—yang pertama karena mobil serta penjemput yang dikirimkan Mateo. Interior ruangan ini bagus sekali. Desain klasik menawan bercat putih yang dipadukan dengan perabotan berwarna senada serta gorden hijau laurel. Bahkan tak terbayang oleh Wendy ada ruangan semacam ini di muka bumi.
George mempersilakan Wendy dengan sopan untuk keluar lift lebih dulu. "Ini adalah ruangan pribadi Tuan Mateo Kim. Hanya orang-orang tertentu yang dapat mengakses lantai 9 di lift," jelasnya sambil mengikuti langkah Wendy pelan-pelan.
Wendy mengabsen sudut demi sudut ruangan luas ini. Tempat ini lebih mirip sebuah suite room ketimbang ruang kerja biasa. George kemudian mendahului Wendy beberapa langkah, menggiringnya ke sebuah sofa putih lembut dan nyaman. Walaupun agak ragu, Wendy akhirnya duduk di sana. Sempat terlintas akan nasib karpet biru tua yang sedang diinjaknya. Pasti kotor.
"Anda ingin minum sesuatu, Nona?" tanya George.
"Oh, tidak. Terima kasih."
George mengangguk singkat lalu kembali menuju lift, meninggalkan Wendy sendirian di tempat ini.
Keheningan menyelimuti Wendy. Bahkan deru suara mobil di luar gedung pun tak dapat didengarnya. Benar-benar ruangan privat nan sunyi.
Wendy harap Mateo tak akan muncul secara tiba-tiba. Alih-alih dia masih merasa takut, akan tetapi Wendy berusaha mengesampingkan perasaan itu jauh-jauh. Yang penting dia bisa melunasi utang Hyukjae pada Kim Byungki tepat pada waktunya. Mungkin saja kan Mateo dengan senang hati memberi Wendy pekerjaan lebih baik di kasino ini.
"Akhirnya kau datang," ujar Mateo yang datang tak seperti pengharapan Wendy. Dia begitu saja sudah berdiri di belakang sofa yang Wendy duduki. Entah dari mana dia datang, karena setahu Wendy lift adalah satu-satunya akses untuk masuk ke sini.
Sempat merasa terkejut, Wendy pun mampu kembali ke sikap semula. Dia nyaris terbiasa dengan perlakuan Mateo yang seperti itu.
"Aku tidak punya pilihan lain."
"Oke. Aku akan membuat ini lebih cepat dan mudah." Mateo berjalan perlahan menuju ke sisi lain sofa, sisi di mana Wendy dapat melihatnya.
Wendy terdiam memperhatikan tiap detail laki-laki bersetelan gelap itu. "Jadi, apa yang harus aku lakukan untukmu?" tanya Wendy setelah beberapa saat hening.
Mateo diam saja. Mereka saling memandang satu sama lain. Melihat Mateo lekat-lekat nyaris membuat Wendy lupa caranya bernapas. Menurut Wendy, di manik hitamnya ada semacam magnet yang membuat dia tak ingin berpaling. Rahang Mateo yang tegas, garis bibir yang menawan, yang lagi-lagi menyunggingkan senyum sedemikian sehingga Wendy merasa ngeri.
Pupil Wendy seketika membesar. Hanya sekali kedip, Mateo telah berada di depannya dengan ujung hidung mereka saling bersentuhan satu sama lain. Dapat Wendy rasakan embusan napas laki-laki itu. Mulut Wendy sedikit terbuka, mencegah jantungnya supaya tak segera merosot jatuh ke perut. Dia ingin mendorong Mateo menjauh, tetapi tidak dengan tangannya.
"Berhubungan intim denganku," bisik Mateo.
Tubuh Wendy terasa membeku dengan kulit wajah pucat pasi. Jantungnya yang semula berdebar cepat nyaris berhenti saat merasakan bibir Mateo yang menyentuh bibir Wendy tanpa permisi.
Rasa ini ....
Wendy yakin, hari ini dia sudah sarapan, makan siang juga memakan beberapa camilan. Wendy selalu memastikan tubuhnya tetap menyimpan tenaga yang cukup. Akan tetapi, saat Mateo menciumnya, Wendy merasa seperti kehilangan daya hidup, merasa seperti akan ... mati.[]
|| 18 November 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Doppelgänger | CHENDY
Fanfiction•••hiatus••• Wendy Son, seorang gadis cantik yang terjebak dalam utang judi kakak tirinya. Sampai satu hari, ia bertemu dengan seorang misterius, Mateo Kim. Mereka saling membutuhkan. Satu-satunya yang mampu Wendy lakukan hanyalah menyerahkan diri s...