Jika bukan karena Mateo yang melepas tautan bibir mereka, mungkin saja Wendy sudah mati terbunuh sekarang. Tetapi, ini benar-benar. Wendy sangat sulit menjelaskan secara nalar apa yang telah terjadi pada dirinya.
Oke. Wendy berani bertaruh, perempuan mana pun saat berciuman pertama kali dengan laki-laki akan merasakan gejolak ini; kuping memanas, jantung berdebar kencang, darah terasa berdesir, dan mata membulat kaget. Namun yang terjadi pada Wendy bukan hanya itu saja. Mateo secara harfiah memang menyerap daya hidupnya. Ciuman selama lima detik itu rasanya seperti berbaring di rumah sakit dalam keadaan sekarat.
Mateo tampak meninggalkan Wendy yang mematung. Sementara dia menuju ke belakang meja kerjanya, lalu menghadap sebuah jendela besar yang menampilkan suasana perkotaan menjelang malam, Wendy cepat-cepat menghirup oksigen yang terasa mengosong dalam alveolusnya.
Wendy mengambil jeda, membenarkan suara napasnya yang kini putus-putus. Otaknya berputar, melebur sekian banyak pertanyaan menjadi satu. Wendy melirik Mateo yang kini mengambil sebatang rokok dari bungkus berbahan kulit mahal.
"Apa yang kau lakukan padaku?" tanya Wendy setelah napasnya kembali teratur.
Mateo menjepit batang rokok itu di mulutnya. "Hal kecil untuk memulai hubungan intim denganmu," kata Mateo agak tak jelas, namun entah kenapa telinga Wendy mampu mendengarnya.
Mulut Wendy sedikit terbuka, bermaksud mengatakan sesuatu, namun urung karena Mateo sudah berpindah tempat lagi. Sekarang Mateo berdiri di belakangnya dengan ujung hidung yang menggelitik bagian sensitif di ceruk leher Wendy.
"Memulainya? Tetapi kita bahkan belum membuat kesepakatan apa pun," ujar Wendy dengan nada yang terdengar agak aneh. Demi Tuhan, dia sedang berusaha mengendalikan mulutnya supaya tak mengeluarkan suara memalukan semacam desahan, karena Mateo tak juga berhenti menggoda tengkuknya.
"Em, tetapi aromamu membuatku tak dapat menahannya," kata Mateo yang makin tak terkendali. Dia menciumi helai rambut Wendy.
Wendy merasa risi. Dia segera berpindah tempat sedemikian sehingga mereka saling berhadap-hadapan. Wendy semakin risi melihat tatapan sayu nan dingin dari Mateo. Di bawah mata laki-laki itu terdapat garis kecokelatan, seakan menegaskan bahwa orang ini patut ditakuti karena keanehannya.
Tangan Mateo meraih batang rokok yang masih terjepit di antara bibirnya. Dia letakkan benda itu di asbak yang terletak di atas meja kopi. Dua kali Wendy mengedip, sebuah stop map berwarna biru langit telah berada di genggaman Mateo.
"Kau butuh ini untuk seonggok daging yang kau sebut tubuh itu?" tanya Mateo dengan nada teramat remeh. "Ini—" tangan Mateo melemparkannya ke lantai, tepat di bawah kaki Wendy, "baca saja untuk formalitas. Padahal menurutku itu tak perlu karena pada akhirnya kau harus menyerahkan dirimu untuk uang."
Wendy mendelik. Direndahkan seperti itu jelas membuatnya amat kesal. Diambilnya stop map yang tergeletak di lantai.
"Menikah, kau tak usah memikirkan hal merepotkan semacam itu," jelas Mateo menimpali Wendy yang sedang membaca isi perjanjian dengan saksama. "Jelas, ini jauh lebih sederhana daripada harus terjebak dalam hubungan yang disebut rumah tangga dengan Kim Byungki. Kau hanya perlu datang padaku saat penanggalan bulan mati."
Bola mata Wendy terangkat. Apa yang Mateo terangkan barusan telah tertulis di dalam perjanjian itu. Di bawah poin-poin yang perlu disetujui, tandatangan Mateo telah dibubuhkan di atas meterai. Tinggal menunggu persetujuan Wendy saja. Setuju tak setuju, Wendy pasti akan menyetujuinya.
"Kau butuh pena, Wendy." Mateo begitu saja berdiri di sebelah Wendy dengan sebatang pena mewah keemasan di tangannya.
Wendy meraih benda itu agak ragu. "Terima kasih."
Wendy menarik napas dalam. Jemarinya bergetar memegangi pena yang membasah. Baik, Wendy akan tandatangan. Tandatangan dengan mengesampingkan seluruh akal sehatnya. Menerima kenyataan bahwa Mateo masihlah makhluk yang dia pertanyakan spesiesnya.
Bagaimana Mateo dapat melakukan teleportasi? Atau ... kenapa Mateo selalu menganggap Wendy adalah makanan? Bahkan laki-laki itu secara gamblang menghina Wendy dengan menganggapnya seonggok daging berkualitas rendah yang untung dapat diolah menjadi makanan mewah.
Sekali lagi, Wendy akan membuang nalarnya jauh-jauh.
Wendy menarik napas dalam, lagi, lalu mengembuskannya perlahan.
"Izinkan aku bertanya satu hal," kata Wendy pada akhirnya. Jujur saja, dia tak dapat menangani perintah otaknya yang ingin tahu Mateo ini makhluk jenis apa. "Makhluk macam apa kau ini?"
Mateo malah mengulas senyum yang berhasil membuat Wendy menjadi jengkel. Wendy masih ingat pernah menanyakan hal semacam ini saat di rumah, namun sampai saat ini Mateo belum juga memberi kejelasan. Mateo tiba-tiba saja menghilang. Tubuh Wendy berputar, mencari sosok itu. Namun dia tak dapat menemui Mateo meskipun telah menelusuri sudut demi sudut ruangan ini.
"Kau ingin tahu?" tanya Mateo yang lagi-lagi sudah berdiri di belakang Wendy. Bulu kuduk Wendy merinding. Tangan Mateo melingkar di kedua lengan atasnya dengan dagu yang bertumpu di pundak.
"Aku adalah incubus," ungkap Mateo santai.
Wendy menahan napas. Rasa takut dan bertanya-tanya melebur menjadi satu. Mungkin kalau Mateo menyebut dirinya vampir, Wendy akan segera tahu kalau yang diincar darinya adalah darah. Tetapi, ini ... apa? Incubus?
Mateo mendesah. Tangan kanannya memegang sebatang rokok yang sempat diletakkan di asbak, sementara tangan kiri memegang sebuah Zippo klasik keluaran 1939 yang berlapis emas 14 karat.
"Bayangkan rokok ini adalah aku, dan kau sebagai pemantiknya. Dan, buuff! Rokok ini menyala."
Wendy diam saja memperhatikan rokok dalam genggaman Mateo yang kini menyala dan menimbulkan asap. Sejujurnya dia tak mengerti dengan apa yang dimaksud Mateo. Wendy juga tak suka dengan bau rokok yang kini menusuk indra penciuman.
"Api ini adalah daya hidupmu, energi di dalam tubuhmu. Dan aku hidup dengan hal itu melalui hubungan intim."
Wendy terpaku. Mateo berbicara di dekat telinganya, jadi, tak mungkin Wendy salah dengar. Mateo menghisap batang rokok itu, kemudian mengembuskan asapnya ke atas, sampai membubung di udara dan menyentuh plafon gantung yang didekorasi dengan plester dan lis warna emas.
"Lihatlah saat api habis membakar rokok ini." Mateo memperlihatkan bara di ujung rokok itu pada Wendy. "Sama sepertiku, saat energi yang kudapatkan habis, aku akan kembali menjadi makhluk baru yang membutuhkan kehidupan lagi. Semuanya terjadi saat bulan mati."
Biarkan Wendy bertanya pada dirinya sendiri. Mana yang lebih baik, menjadi istri Kim Byungki atau berurusan dengan Mateo Kim, makhluk asing yang Wendy simpulkan adalah pencandu seks?
Belum sempat Wendy melontarkan apa yang ada di dalam pikirannya, Mateo berkata, "Kau tak bisa membatalkan kesepakatan ini. Seperti yang kukatakan, kertas itu hanya formalitas. Tanda kesepakatan yang sebenarnya adalah ciuman itu."
Oh! Siapa saja! Tolong panggilkan Hyukjae untuk membunuh Wendy saat ini. Tolong!
"Oh ya rumah itu. Rumah yang penuh kenangan itu sekarang ada di bawah kuasaku. Jadi, kalau kau mencoba menyakiti dirimu, jangan harap rumah itu akan menjadi tempat penyimpan kenangan masa kecilmu lagi."
Wendy memejamkan kedua belah matanya. Ya, Wendy hanya bisa pasrah. Yang mampu Wendy lakukan hanyalah menyerahkan diri sepenuhnya pada Mateo Kim, makhluk yang hidup karena energi yang diserap melalui hubungan intim dengan manusia.[]
><
|| 23 November 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Doppelgänger | CHENDY
Fanfiction•••hiatus••• Wendy Son, seorang gadis cantik yang terjebak dalam utang judi kakak tirinya. Sampai satu hari, ia bertemu dengan seorang misterius, Mateo Kim. Mereka saling membutuhkan. Satu-satunya yang mampu Wendy lakukan hanyalah menyerahkan diri s...