HER: Falling
Awalnya Lisa sangat bersemangat begitu mendengar bahwa ia akan pergi ke Korea. Tentu saja karena ini pertama kalinya ia meninggalkan rumah yang ada di Seattle untuk melihat dunia luar.
Ibunya bilang, ia akan mempunyai seseorang untuk dipanggil ayah.
Lisa tidak pernah tahu bagaimana rasanya mempunyai seorang ayah. Selama ini ia hanya memiliki ibu yang selalu bersikap dingin padanya. Lisa juga tidak pernah mengenal sebuah kehangatan keluarga.
Tapi ternyata, semua tidak seperti yang Lisa bayangkan.
Tidak ada senyum hangat yang menyambutnya saat pertama kali ia menginjakkan kaki di rumah besar ini. Perbedaannya hanya terletak pada ibunya yang lebih sering mengajak Lisa berbicara dan menepuk kepalanya dengan lembut jika ada Kim Jongwoon di sekitar mereka. Jadi, ia berusaha menerima hal itu walaupun hanya sebuah kebohongan. Lisa tidak baik-baik saja dan dirinya tidak bisa mengeluh tentang hal itu. Lisa merasa ada lubang besar yang menggerogoti hatinya sedikit demi sedikit.
HER: Falling
Lisa menuruni anak tangga rumahnya untuk pergi ke ruang makan untuk segera makan malam dengan balutan sweater putih dan hot pants abu-abu. Tapi sebelum ia sampai di sana, suara tawa menggelitik telinganya. Ia menghentikan langkahnya di depan ruangan itu dan menemukan Julian lalu kakak perempuannya, Jennie Kim bersama kedua orang tuanya yang sudah menempati kursi masing-masing. Berbeda dengan Lisa, Jennie terlihat sangat anggun menggunakan dress dengan motif bunga.
"Aku kelaparan, noona," gerutu Julian sebal ketika Lisa mendekati meja makan. "Noona lama sekali."
"I'm sorry, Julian," balas Lisa sedikit menarik sudut bibirnya. Ia beralih menatap kedua orang tua dan kakaknya bergantian. "Aku tidak tahu kalau kalian sudah kembali dari perjalanan bisnis," kata Lisa setelah ia menarik kursi di samping Jennie dan duduk di sana.
"Bagaimana sekolahmu?" Tuan Kim mengambil garpu dan pisaunya lalu mulai menyantap makanan yang sudah dihidangkan oleh pelayan. "Kudengar kau lolos final olimpiade matematika?"
"Ne, abeoji." Lisa mengangguk setelah meminum segelas air putih di depannya lalu mulai mengambil garpu dan pisau miliknya. "Sekolahku berjalan seperti biasa," jawab Lisa seadanya.
"Jungkook?" sekarang giliran ibunya bertanya.
Lisa mengendikkan bahunya malas. "Biasa saja."
Irene terlihat melayangkan tatapan tajamnya begitu mendengar jawaban Lisa. "Lalisa-"
"Hubungan mereka baik-baik saja, eomma. Jungkook mengatakannya padaku," Jennie menyela begitu menyadari akan ada perdebatan antara ibu dan adiknya. "Kurasa mereka hanya sedang bertengkar seperti remaja biasanya. Benar, Lisa?"
Lisa tidak menjawab dan gadis itu hanya mengedikkan bahunya malas sambil melanjutkan makan.
"Kita sudah pernah membicarakan ini, Lisa-ya," ucap Tuan Kim. "Kau akan memperlakukan Jungkook dengan baik. Bukankah kau sudah berjanji?"
"Aku tahu," balas Lisa dingin lalu gerakan tangannya terhenti. Ia menghela napasnya lelah.
"Jangan menghela napas seperti itu, Lalisa," Irene memperingati Lisa dengan nada menusuk tanpa menatap ke arah gadis itu.
Semuanya tertunduk pada makanan mereka masing-masing. Tidak ada yang tahu bagaimana raut wajah tersiksa yang berusaha Lisa sembunyikan.
HER: Falling
Lisa menutup tas ranselnya setelah ia memasukkan beberapa obat ke dalam sana. Lisa merasa tidak enak badan ketika ia bangun pagi ini. Setelah ia memeriksa suhu tubuhnya, ternyata mencapai 38 derajat celsius. Tidak terlalu tinggi, tapi lebih baik jika Lisa mempersiapkan diri.
"Apa aku harus selalu menunggumu bersiap?" Jungkook tiba-tiba datang menginterupsi Lisa yang sedang memakai mantel jaketnya. "Jennie-noona dan Julian sudah menunggumu di bawah."
"Mereka sudah menemanimu," balas Lisa menatap datar Jungkook. Ia melemparkan tas ranselnya pada Jungkook lalu melewati pria itu lalu bergumam, "Aku sudah bilang kalau aku tidak ikut."
Jungkook bungkam mengikuti langkah Lisa dari belakang. Memperhatikan gerakan Lisa yang sedang mengikat rambutnya dengan asal. "Jennie-noona dan Julian sudah menunggumu di mobil, Lalisa," cegah Jungkook ketika Lisa berbelok menuju dapur.
"Biarkan aku mendapatkan makananku," balas Lisa sebal. Detik berikutnya ia mengerang kesal setelah menyadari bahwa tidak ada sisa makanan selain roti dan selai strawberry. Lisa tidak punya pilihan lain. Jadi ia mengambil dua lembar roti dan mengoleskan selai strawberry dengan cepat lalu melahapnya.
"Kau tidak mengatakan pada Michael kalau kita berangkat pukul enam pagi?" Tanya Jennie sebal saat Lisa sudah masuk ke mobil Jungkook. Jennie memilih untuk duduk di belakang bersama Julian dan membiarkan Lisa menemani Jungkook di depan.
"Aku meminta Mike agar tidak membangunkan-ku."
Jennie menghela napasnya menahan amarahnya. Ia menatap Lisa yang sedang menyandarkan tubuhnya di kursi penumpang dan Jennie yakin, gadis itu sudah memejamkan matanya. "Kenapa kau tidak mau pergi menunggang kuda bersama kami? Kami hanya ingin bersenang-senang bersamamu, Lisa-ya."
"Apa aku harus mempunyai alasan untuk menolak ajakan kalian?" Balas Lisa tenang tanpa membuka matanya. "Aku sudah ada di depanmu dan kita sekarang berangkat untuk bertemu teman-temanmu, eonnie. Bisakah kita tidak mempermasalahkan hal itu?"
"Noona hanya ingin tahu alasanmu menolak ajakan kami, Lisa-ya. Tidak bisakah kau menjawabnya?"
"Apa aku melakukan kesalahan, Lisa?"
Salah satu kalimat yang paling Lisa benci. Kalimat yabg membuat dadanya sesak dan membuat dadanya sesak. Membuat orang-orang yang menyayangi Jennie membenci Lisa.
Lisa membenci kalimat itu.
"Tidak," balas Lisa pelan. "Aku yang salah. Maafkan aku."
"Kau bertengkar lagi dengan eomma?" tanya Jennie kemudian.
Lisa memilih diam dan Jennie tahu, lebih baik dia tidak mengusik Lisa lagi.
To be continue
11 Januari 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
HER - Lizkook
RomanceLalisa Kim. Saat semua orang mengatakan bahwa aku beruntung menjadi bagian dari keluarga 'Kim', apa akan berdosa kalau aku mengutuk takdir itu? Kalau aku boleh memilih, biarkan aku melepasnya dan melangkah sedekat mungkin dengan 'kebahagiaan'.