viii. to him

2.3K 569 20
                                    

Kepada Kirino Isha Khalil,
yang sering menemani selama hampir 14 tahun.

Hai, kamu masih ingat nggak waktu kita TK dan aku jadi korban perundungan, dengan baiknya kamu membantuku "melawan" orang-orang jahat itu? Aku masih ingat. Sampai sekarang.

Kalau waktu itu kamu nggak membantuku, mungkin rasa traumauku bisa lebih besar daripada hari ini. Terima kasih karena kamu selalu menguatkan saat aku berada di titik terendah dan takut pada orang lain. Terima kasih karena kamu mengenggam tanganku, tersenyum dan bilang padaku, "Nggak apa-apa. Mereka nggak akan nyakitin kamu." Terima kasih ya, Kirino. Setidaknya kamu bisa melegakan diriku walaupun sebentar.

Kamu masih ingat, waktu kita SD bergantian bermain di rumah masing-masing dan menonton kartun bersama? Atau ketika kita mencoba-coba menulis lirik lagu dengan sok tahu. Menulis lirik lagu dari Ada Band, Kerispatih, Peterpan, Samsons, Sheila on 7, Jamrud, dan lain-lainnya. Katamu waktu itu, "Ino juga pengen bisa bikin lagu." Ah, lihat, hari ini kamu berhasil membuat lagu bersama temanmu, kan?

Kamu masih ingat, ketika kita SMA dan mendadak popularitasmu menjadi naik? Aku tak henti-hentinya mendapatkan titipan dari berbagai teman, adik kelas, bahkan kakak kelas. Mereka semua menitipkan salam—bahkan makanan. Dan makanan itu semua berujung di lambungku karena katamu, "Buat lo aja deh. Lo kan suka laper."

Saat itu aku tidak mengerti kenapa seorang Kirino Isha Khalil yang disukai banyak orang tidak juga memiliki pacar. Dua tahun kemudian aku baru mengerti ketika kita bertemu setelah acara kelulusan. "Gue nggak boleh punya pacar sampai SMA, jadi gue mau cari pacar di kuliah. Hahaha. Doain gue, ya?"

Saat itu aku masih mengamini dan berharap dirimu segera bertemu dengan seseorang yang tepat.

Namun hari ini, aku meragukan keputusanku sendiri. Apakah aku benar-benar berharap dirimu akan bertemu dengan seseorang yang tepat?

Ah. Perasaan. Aku tidak tahu sejak kapan perasaan ini muncul. Aku benci untuk mengakuinya, tapi memang urusan perasaan ini sungguh menganggu. Tidak ada yang tahu selain diriku sendiri ketika aku menangis malam-malam, mencoba memutuskan untuk mengatakannya atau tidak.

Pada akhirnya, aku tidak pernah bisa mengatakannya. Sesederhana aku takut kehilangan teman dan sahabat yang menemaniku selama hampir 14 tahun.

Apa yang bisa kulakukan selain mendoakan yang baik-baik untukmu?

Tapi, hari ini aku mencoba menuliskannya, berharap suatu hari kamu membaca tulisan ini. Kalaupun tidak dibaca, ya, tidak apa-apa. Menulis saja sudah cukup melegakan.

Jadi, Kirino, aku memang menyukaimu. Bukan suka sebatas teman, sahabat, apa lagi tetangga. Bukan. Maksudku, suka dalam artian itu. Aku menyayangimu. Tapi, sudahlah. Lagi pula aku tidak berharap apa-apa. Aku takut sekali jika akhirnya perasaan ini menghancurkan pertemanan yang kita bangun bertahun-tahun.

Jadi, aku selalu mendoakan kebahagiaanmu. Semoga dirimu tetap sehat dan bahagia. Apa pun keputusanmu—selama itu baik—aku akan tetap mendukungmu. Teruslah jadi Kirino yang baik bagi aku, ya? Terima kasih karena masih mau menemani diriku ini. Terima kasih karena masih mau mendengarkan ceritaku. Terima kasih karena bersamaku selama hampir 14 tahun. Tentu itu bukan waktu yang singkat, dan aku tidak memiliki apa-apa selain terima kasih, terima kasih, terima kasih.

Kirino, semoga dirimu tetap sehat. Jangan sering mengobrol sampai tengah malam, nggak baik untuk kesehatan. Jangan sering main ke McD biar akhir bulan nggak pinjam uang ke teman satu kosmu. Kurangi rokok, soda dan kafein supaya masa tuamu selamat. Daaan, jangan lupa bahagia.

Kirino, akhirnya kamu punya pacar, ya? Akhirnya dirimu menemukan orang yang tepat. Aku turut berbahagia. Semoga kebahagiaan selalu membersamai kalian.

Kirino,
kamu masih mau menjadi temanku, kan?

To HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang