Sepanjang perjalanan, Ino tak henti-hentinya bercerita tentang dia.
Dia, seseorang yang beruntung yang bisa mencuri perhatian Kirino Isha Khalil.
Aku tak bisa apa-apa selain menyembunyikan iri hati di balik senyum dan mata yang seakan-akan antusias. "Terus lo mau nembak dia kapan?"
Ino terdiam sebentar, kemudian menggeleng. "Nanti deh, gue masih belum yakin,"
"Belum yakin gimana?" Aku mengerutkan dahi. "Si Mbaknya juga naksir lo kok. Keliatan dari respon dia ke lo. Keliatan dari cara dia natap lo itu beda,"
Ganti sekarang Ino yang mengerutkan dahinya. "Gue sering banget denger orang bilang 'cara dia natap lo beda'. Emang natap yang beda itu kayak gimana sih?"
Aku tertawa, membuat Ino mendorong bahuku pelan. "Gue serius nanya, kenapa diketawain?" kata Ino kesal.
Aku tertawa sekali lagi. "Pokoknya ada yang beda, tapi susah dijelasinnya."
Ino mengangkat bahu sekilas, tidak ingin melanjutkan obrolan. Ganti ia mengangkat HP dan menggoyangkannya pelan. "Eh, vidcall sama dia mau nggak?"
"Nanti gue ganggu kalian, males ah," Aku menggeleng.
"Nggak apa-apa." Ino menekan ikon video dan langsung saja di layar terlihat wajahku dan Ino. Tak berselang lama, dia mengangkat panggilan video ini.
"Hai!" Ino menyapa dengan senang, diikuti tanganku yang melambai cepat.
"Halo!" Dia di ujung sana tersenyum dengan cantik. Ah, orang dengan senyum secantik itu tentu pantas mendapatkan Kirino.
"Halo juga!" kataku.
"Hai, kamu lagi di mana?"
Aku tersenyum begitu mendengar kata-kata itu dari Ino.
Gadis itu tentu orang yang beruntung. Semoga saja di antara keduanya mendapatkan kebahagiaan.