Kata orang, dinding kampus itu punya mulut dan telinga. Soalnya apa-apa bisa jadi bahan gosip—mulai dari hal berat sampai sepele—menyebar dengan cepat.
Salah satunya antara aku dan Ino. Katanya, kami friendzone-lah, TTM-lah, FWB-lah atau apa pun deh istilah-istilah yang menunjukkan kata teman.
Pertanyaannya adalah, siapa yang memulai gosip itu?
Salah satu temanku pernah bilang, "Tau nggak, cowok-cowok pada nggak jadi deketin lo."
"Hah? Kenapa?"
"Soalnya ada Ino. Mereka langsung mundur."
Aku bingung mendengarnya. "Apa hubungannya?"
"Ya ada," sahut temanku itu agak kesal. "Si Ino itu bukan pacar lo, tapi sering keliatan bareng sama lo. Gimana orang lain nggak salah paham?"
"Tapi kita cuma temen?"
"Kalian yang anggap begitu. Orang lain anggapnya beda. Lagian mana ada coba temen yang kayak kalian? Apa-apa berdua, malah kayaknya ngalahin yang pacaran."
Aku tidak paham kenapa orang-orang berpikiran seperti itu.
Atau, kenapa orang-orang peduli sekali dengan kehidupanku. Apakah tidak ada yang lebih penting daripada mengurusi hubunganku dengan Ino? Atau bagaimana cara kami menjalin pertemanan ini?
Mungkin, iya, antara aku dan Ino sering kali terlihat tidak meyakinkan untuk disebut teman. Masalahnya, aku yakin jika Ino memang menganggapku hanya sebagai teman.
Aku mengenal Ino sudah bertahun-tahun dan aku paham mana yang ia anggap sebagai teman dan yang bukan.
Dan, Ino menganggapku sebagai teman.
Asumsiku itu terbukti saat Ino bilang padaku seperti ini:
"Kalau misalnya gue punya pacar gimana?"
Aku tersenyum. "Ya enggak apa-apa? Harusnya gue seneng, dong?"
"Terus kalau gue punya pacar dan kita jarang ketemu gimana?"
Aku tertawa. "Lo kenapa sih? Lo punya gebetan apa gimana?"
"Iya," sahut Ino cepat dan hal itu berhasil membuat tawaku berhenti.
"Apa?"
"Gue lagi coba deketin seseorang nih, tapi gue bingung,"
Aku menghirup napas dalam-dalam, kemudian membuangnya perlahan seraya tersenyum samar. "Bingung kenapa?"
"Kalau gue punya pacar, nanti lo makannya sama siapa?"
"Lho, kok lo yakin banget gebetan lo itu bakal jadi pacar?"
"Sialan."
Aku terkekeh. "Santai, gue bisa makan sendiri atau sama temen yang lain. Temen gue bukan cuma lo."
Ino tersenyum. "Oke, doain gue, ya?"
Aku ikut tersenyum. "Good luck, Kirino."
