PROLOG

3.2K 422 117
                                    

Halo, jadi aku udah unpublish beberapa part dari cerita ini yang nantinya akan aku publish ulang secara bertahap yaaa.
Soalnya di cerita ini akan ada banyak perombakan mulai dari pemilihan kata, adegan, dan beberapa ucapan dari tokoh. 
Sooo feel free buat baca ulang yahh biar bisa ngerasain sensasi freshnya cerita ini. Aku cuman pengen agar lebih rapi aja nih dan bisa lebih masuk feelnya.

Target tahun depan harus kelar nih Nerv, stay tune yak!

Enjoy!

***

Seorang laki-laki dengan tubuh jangkung berkaus biru laut melangkahkan kakinya dengan santai di area lorong rumah sakit. Sesekali ia menguap karena tidurnya yang belum cukup sebab harus menjaga sepupunya yang sedang diopname. Jam menunjukkan pukul 12 malam, namun cowok itu sama sekali tidak peduli berkeliaran di rumah sakit seperti ini. Mana takut dia sama hantu. Harusnya hantu yang takut sama dia. Pikirnya.

Demi menghilangkan rasa suntuk dan kantuk, ia berkeliling sendirian mencari hiburan. Kali aja bisa ketemu cewek cantik. Lantas kemudian ia terkekeh sendiri dengan pola pikirnya yang ia rasa sungguh bodoh. Mana ada cewek cantik tengah malam begini di rumah sakit. Yang ada bakalan ketemu Suzana nanti.

Sosok itu, Fajar Alfian, merogoh kantung celananya hendak mengeluarkan ponsel. Baru teringat kalau ia belum mengabari keluarga yang lain mengenai sepupunya yang sudah siuman. 

"Tan, Acha udah sadar," jelas Fajar ketika seseorang diujung telpon sudah tersambung dengannya. 

"Acha udah sadar Jar? kamu serius?"

"Iya tan udah, alhamdulillah."

Fajar berhenti di pertigaan lorong. Cowok itu memasukkan uangnya pada sebuah vending machine dan menekan tombol pada minuman yang ia inginkan. Ponselnya diapit antara telinga dan bahu. Suasana lorong sangatlah sepi, hanya ada satu atau dua orang perawat yang melintas dan juga beberapa keluarga pasien yang tidur.

"Ada Rian yang ngejagain di ruangan, ini Fajar lagi keluar nyari minum sebentar," kata Fajar lagi menerangkan lebih detail tentang sepupunya.

"Ya udah, sejam lagi tante kesana. Makasih banyak ya, nak."

Telpon ditutup. Fajar pun mengantongi ponselnya. Dengan haus diteguknya minuman kaleng yang barusan ia beli.

"Hks, hiks..."

Tangan Fajar seketika berhenti kaku. Suara tangisan sayup-sayup tertangkap telinganya. Fajar merinding. Padahal tidak terbesit rasa takut sedikitpun di pikirannya sejak 10 menit yang lalu berjalan-jalan sendirian. Namun saat ini, Fajar bisa merasakan bulu kuduknya berdiri.

Cowok itu sudah siap memutar tubuhnya hendak kabur. Tetapi suara itu terdengar lagi dan justru kali ini berhasil membuatnya penasaran.

"Argh.. Hiks.."

Siapapun yang mendengar perempuan menangis di waktu tengah malam seperti ini pasti akan berpikiran sama buruknya seperti yang ada di pikiran Fajar. Apalagi sekarang ia tengah berada di lorong rumah sakit. Bisa saja suara itu memang berasal dari makhluk yang tidak bisa ditangkap oleh pengelihatannya.

Namun ternyata rasa penasaran mengalahkan segalanya. dengan langkah pelan, Fajar maju. Mencoba memasang telinganya baik-baik untuk mendengar darimana asal suara itu. ketika sampai pada sebuah lorong yang jauh lebih sepi dari lorong lainnya, Fajar menemukan seorang cewek yang meringkuk di pojokan dengan menenggelamkan wajahnya pada lipatan tangan yang ia buat sendiri.

"Apaan tuh? Suster ngesot?"

Lorong begitu sunyi sampai-sampai suara Fajar yang dirasa hanya terucap pelan untuk dirinya sendiri, terdengar sampai ke telinga si cewek bergaun putih yang tengah menangis.

Nerv | Fajar AlfianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang