Siang yang cukup terik, sangat pas rasanya bersantai dengan teman untuk sekedar ngopi-ngopi bersama sepiring pisang goreng atau roti bakar. Fajar memilih sebuah kafe estetik bernuansa hitam putih yang nyaman untuk menghabiskan siang panas ini bersama dengan sahabatnya, Rian.
Hal seperti ini sebenarnya sudah sering dilakukannya. Rian bukan hanya sekali dua kali menemani Fajar yang gabut untuk ngobrol dan ngopi-ngopi berdua. Walaupun terkadang cowok itu agak sedikit malas karena lebih baik ia gunakan waktu luangnya ini untuk ngedate daripada menemani Fajar yang tidak jelas.
"Eh, jadi gimana sama Acha? Ada kemajuan?" Fajar membuka obrolan. Bertanya perihal kedekatan sahabatnya dengan sepupunya yang sedang dirawat di rumah sakit, Acha. Raut wajah Fajar terlihat sangat antusias. Tapi Rian tahu kalau sebenarnya cowok itu hanya ingin meledeknya saja.
Yang ditanya, Rian, menyeruput minumannya dengan pelan. "Ya gitu."
"Gitu gimana?"
Selalu seperti itu. Fajar yang kepo kesumat-kesumat dan Rian yang kalau ditanya tidak pernah menjawab dengan sebenar-benarnya. Kadang hanya menjawab setengah-setengah, atau malah tidak menjawab sama sekali.
Rian meletakkan cangkir kopinya kembali ke meja. "Kepo banget sih," katanya.
"Ck, masih aja main rahasia-rahasiaan sama gue." kali ini Fajar yang menyeruput kopinya dengan sebal. Sedangkan Rian hanya diam, sama sekali tidak berniat menceritakan apapun soal perkembangan hubungannya.
Drtt drrtt
Fajar merasakan ponsel pada kantung celananya bergetar. Menginterupsi percakapannya dengan Rian yang sebenarnya memang tidak ingin Rian lanjutkan sama sekali. Ia kemudian merogoh kantung celananya dan mengeluarkan sebuah ponsel pipih berwarna hitam.
Id Caller
Bidadari Jatuh Dari Surga
"Loh, siapa ini?" Fajar mengernyit bingung. "Kayaknya gue gak pernah namain kontak orang kayak gini."
Buru-buru diangkatnya panggilan itu pada dering keempat. "Halo?"
"Hai, Bambang."
"Fika?"
Fajar mengernyit seraya melihat layar ponselnya lagi untuk memastikan. Bidadari jatuh dari surga? Nama macam apa ini?
"Kenapa?"
"Heh lo namain kontak lo apa di hp gue?"
"Oh itu, hehehe." Fika tertawa geli. Tentu saja pelakunya adalah dirinya sendiri. Ketika ponsel Fajar berada di tangannya semalam, ia mengotak-atiknya sedikit. Cewek itu mengubah nama kontaknya pada ponsel Fajar. Fika pikir hanya dirinya yang kepikiran melakukan hal itu. Namun, paginya ia menemukan kalau ternyata Fajar juga melakukan hal yang sama. "Lo juga ya. Nyimpen nomor lo di hp gue dan ngasih nama gak jelas kayak gini. Fajar ganteng Fajar ganteng. Siapa yang bilang?"
"Emak gue!"
"Fitnah itu."
"Sirik aja lu, Pikachu."
Rian yang berada di hadapan Fajar, mengernyit bingung. Pasalnya sudah lama ia tidak pernah melihat Fajar seasik itu ngobrol dengan seseorang di telpon. Walaupun memang ia tahu betul pribadi Fajar memang humble dan friendly. Namun rasa-rasanya sudah lama ia tidak melihat Fajar sedekat ini dengan seorang perempuan yang bukan saudaranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nerv | Fajar Alfian
JugendliteraturFajar bertemu dengan seorang cewek. Cewek aneh yang nangis sendirian tengah malem di rumah sakit. Cewek aneh yang tiba-tiba saja memukulinya tanpa sebab. Cewek aneh yang pada akhirnya menyeret dirinya untuk ikut terlibat pada masalah cewek itu. Faja...