"Jar, lo mau bawa gua kemana sih?"
Fika celingak-celinguk bingung. Cewek itu melihat ke penjuru kafe yang dipenuhi dengan kerlap-kerlip lampu kecil menghiasi setiap tiangnya. Ada banyak pasangan ngedate disini. Beberapa dari mereka sekedar dinner dengan pacarnya, beberapa lagi merayakan hari jadi, yang pasti tidak ada kaum jomblo berkeliaran disini.
Cewek itu menoleh pada Fajar yang berdiri di sebelahnya, "Lo mau ngajak gua ngedate? Emang lo udah gak marah sama gua?"
Fajar melirik Fika, namun sedetik kemudian cowok itu celingak-celinguk lagi. Masih dengan sifat dinginnya, ia mempertahankan kesan seakan masih marah pada Fika. Sesi menjahili Fika belum berakhir. Enak saja, membujuk Fajar tidak bisa semudah itu!
"Lo nyari siapa?" Fika jadi ikutan celingak-celinguk. Menoleh ke kanan dan ke kiri seperti yang dilakukan Fajar, "Disini orang pacaran semua. Lo kalo mau nyari cewek cantik single gak disini, Bambuuaaang."
"Bawel banget si," celetuk Fajar pada akhirnya langsung menatap ke mata Fika. Mata itu menusuk, mengisyaraktan Fika untuk diam.
"Nah itu!"
Fika menoleh, pandangannya beralih pada arah tunjuk Fajar. Di pojok kafe, Reon duduk sambil melambaikan tangannya ke arah mereka. Tunggu-tunggu, kok ada Reon?
"Bang...."
Fajar melirik Fika lagi dengan datar, "Sana samperin...."
"I-ini maksudnya apa?"
"Gue nganter lo ketemu Reon," kata cowok itu enteng. Ia lalu mendorong punggung Fika pelan, "Sana cepet, gua mau pulang."
Fika bingung. Namun cewek itu tetap melangkah dengan gugup. Baru beberapa langkah, ia menoleh lagi pada Fajar yang masih berdiri di ambang pintu. Pandangannya kemudian mendapat balasan lambaian tangan dari Fajar. Lalu sedetik kemudian cowok itu memutar tubuhnya dan keluar dari kafe.
Fika menarik napasnya panjang, kemudian membuangnya kembali, berusaha merontokkan gugup dan canggung dari dalam dadanya. Fajar sudah susah payah membawanya kesini, entah apa yang cowok itu lakukan hingga dapat mempertemukan ia dengan Reon malam ini.
Cowok itu benar-benar menepati janjinya, ia sangat bersungguh-sungguh membantu Fika, walau dalam kondisi marah sekalipun.
"Hey, Fik," Reon menyambut dengan sapaan hangat. Ditariknya kursi untuk mempersilakan Fika duduk. Begitu terlihat romantis, seperti sepasang kekasih yang masih dimabuk asmara.
"H-hey,"
Reon terkekeh, "Gak usah canggung gitu. Kayak gak pernah dinner bareng aku aja."
Dinner? Apa maksudnya semua ini? Kenapa tiba-tiba?
Kafe ini bersuasana sangat romantis. Apalagi kalau datangnya bersama dengan orang yang disayang, terasa begitu pas menjadikan suasana semakin indah bagi mereka.
Yang pastinya untuk orang-orang yang sedang jatuh cinta, kan? Lalu kenapa ia berada disini bersama Reon? Apa maksudnya semua ini?
"Mau pesen apa?" Seperti biasa, Reon bertanya dengan lembut. Cowok itu menyodorkan buku menu mendekat ke Fika, "Atau aku yang pesenin makanan kesukaan kamu? Aku masih inget jelas banget."
Fika hanya mengangguk menurut. Ekspresinya terlihat bingung. Otaknya masih berusaha memproses apa yang terjadi saat ini. Apakah ia sedang ngedate dengan Reon? Benarkah?
Kalau iya, Fika akan sangat berterima kasih pada Fajar yang telah membawanya kesini.
"Aduhh, maaf ya terlambat...."
Fika tersentak, tiba-tiba sebuah suara datang dari sampingnya. Membuat ia seketika menoleh untuk melihat itu siapa. Thalia!
"Gak apa-apa, sayang. Fika juga baru dateng pas banget sebelum kamu," kata Reon seraya bangkit lalu meraih tangan Thalia dan menuntun cewek itu untuk duduk di sebelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nerv | Fajar Alfian
Teen FictionFajar bertemu dengan seorang cewek. Cewek aneh yang nangis sendirian tengah malem di rumah sakit. Cewek aneh yang tiba-tiba saja memukulinya tanpa sebab. Cewek aneh yang pada akhirnya menyeret dirinya untuk ikut terlibat pada masalah cewek itu. Faja...