4. Not Jealousy?

170 85 6
                                    

Nina baru pulang dari sekolah.  Ia tak langsung ke panti,  ia menuju toko bunga yang tak jauh   dari SMA permata,  tempat ia bekerja part time. Nina masuk dari pintu belakang toko tersebut,  ia mengenakan seragam dan langsung menuju ke bagian tengah ruangan toko itu.

  Ia melayani beberapa pengunjung yang bertanya pasal bunga - bunga dan tak lupa ia memberi rekomendasi bunga untuk dibeli oleh setiap pengunjung. Seperti yang tengah ia lakukan sekarang. Ia tengah menjelaskan pasal bunga anggrek pada wanita paruh baya dengan penampilan mewahnya itu. Bahkan Nina tak bisa memalingkan pandangannya dari tas wanita itu.

  Jujur saja,  ia tak sengaja melihat Nana mencari tahu pasal tas-tas United edision di google. Dan tas yang di tenteng wanita ini sekarang adalah tas dengan merek ternama di dunia. Dan tak perlu dipertanyakan lagi harganya, Nina saja sampai jantungan saat Nana membaca nominal harga tas tersebut.

  Aneh rasanya, manusia didunia ini hanya membeli barang-barang dan merek ternama yang harganya selangit, padahal kalau dilihat-lihat,  barang-barang itu tak terlalu bagus, sedangkan barang-barang yang dihasilkan dari produksi rumahan yang nampak bagus,  jangankan selangit harganya,  sepotong dari modal pun tak kembali karena harganya yang murah.

  Wanita itu beralih ke bunga sakura, dengan cepatnya menjelaskan.  "oh, itu sakura bu.  Bunga kebangsaan Jepang,  biasanya mekar saat awal musim semi dan gugur."
"Pernah lihat langsung sakuranya, mekar?"  Potong wanita tersebut.  Nina langsung mengulum senyum dan menggeleng,  kalaupun ia punya uang banyak,  ia tak akan menghabiskan untuk kejepang dan melihat langsung sakura mekar,  lebih baik ia tabung untuk biaya lanjut ke Universitas nanti.

Wanita itu ber-oh pendek.  "Tapi kok tahu,  sakura mekarnya awal  semi? " Tanyanya,  menatap Nana datar.
"Umm..  Searching di google, bu. "

Wanita itu mengangguk "daya ingat kamu tajam juga,  nggak biasanya lho,  ada pekerja yang jelasin secara mendetail seperti kamu." Pujinya,  Nina menunduk dan tersenyum, "kamu kerja disini, apa karena nggak ada lowongan kerja dikantor, atau apa?" Tanyanya lagi.
Nina tertawa pelan "Bukan kek gitu, Bu. Saya masih sekolah, baru kelas XI" Jawab Nina.

Wanita itu duduk disofa panjang didekat pintu,  dan menyuruh Nina duduk disampingnya.
"Sekolah Di SMA, mana?"
"SMA permata, Bu" Ujarnya.
Wanita itu menatap Nina dengan tampang terkejut "Hebat dong, bisa sekolah di SMA elit,  anak saya juga sekolah disana"
Nina tersenyum.
"Jadi, kamu ini anak orang kaya, terus buat apa kerja di toko bunga ini?" Herannya, menatap Nina.
"Saya bukan anak orang kaya Bu. Saya nggak tahu orang tua saya dimana atau masih hidup. Saya tinggal di panti, itu artinya saya yatim piatu" Jelasnya seraya tersenyum.
Wanita itu mengerjap heran "kok bisa sekolah di sana?" Nina terdiam cukup lama. Ia kemudian tersenyum. "Ada orang baik yang saya anggap seperti malaikat yang udah ngasih beasiswa ke saya. Saya nggak kenal sama dia,  tapi dia baik banget sama saya" Jelasnya Nina Panjang Lebar. "Kamu tinggal di panti Asuhan Kasih Ibu?" Wanita itu menatap serius,  Nina tersenyum dan mengangguk.
               
                       🍁🍁🍁

Arza menatap Rafika yang keluar dari toko bunga. Sekarang ia berada di dalam mobilnya. Ia tak mau turun, entah kenapa, ia malas saja. Rafika masuk ke dalam mobil dan duduk disamping putra tunggalnya itu. Arza mencium pipi mamanya dan Rafika membalas mencium puncuk kepala Arza. Mesin mobil hidup, Arza menyetir mobil dengan perlahan. Memang tak seperti seorang Arza. Kalau saja ia tak bersama Rafika, sudah dipastikan ia sampai dirumah dalam waktu 5 menit.

Arza fokus menyetir mobil. Rafika tiba-tiba bertanya "kamu kenal Nina?  Dia sekolah di SMA permata juga lho" Arza masih terdiam, perlahan ia menoleh pada mamanya "Nina yang mana, yang namanya Nina disekolah, banyak!" Jawabnya kesal.
"Itu, Nina yang cantik dan baik. Nina Ashalina" Ujarnya

Arza mengangguk, walau sebenarnya ia kesal, Rafika tiba-tiba menanyakan pasal Nina padanya. Padahal ia masih tak Terima, handphone-nya rusak gara-gara insiden dikolam tadi.
"Menurut kamu, Nina itu gimana?
Pertanyaan itu langsung membuat Arza rem tiba-tiba membuat ia dan Rafika tersentak kedepan.
" Maksud mama apa?!"
                       🍁🍁🍁

Masih memeluk kotak sepatu yang ia bawa dari rumah tadi pagi, Bagas memikir ulang, apa ia harus memberi langsung atau lewat Nana saja. Bagas menggeleng, ia harus memberi langsung, harus! Ia laki-laki, ia tak perlu Nana untuk menjadi perantara.
Bagas keluar dari kelas, dan ia malah bertabrakan dengan Nina dan Nana. Kotak sepatu itu jatuh dan sepatu keluar dari sana.
Bagas memungut kotak sepatunya. "Maaf" Singkatnya.
Nina mendongak, menatap mata Bagas "maaf juga" Ujarnya.
Nina dan Nana berjalan menuju mejanya.
Bagas mengerjap, ia berbalik dan langsung memanggil Nina.
Nina berbalik, Nana pun sama.
Bagas mendekat dan memberikan kotak sepatu itu "Buat lo!" Setelah Nina menerima itu, Bagas langsung pergi Nina menatap Nana. Ia mengerjap dan menatap kotak sepatu itu,  Nina pun tersenyum.
                       🍁🍁🍁

Nana tak habis-habisnya menggoda Bagas dikantin. Sesekali Nina mendapati Bagas tersipu malu dan pipi merahnya, dan itu benar-benar membuat Nina heran. Apa iya ya, Bagas suka padanya, seperti yang Nana katakan beberapa hari lalu.
Nina menatap layar handphone-nya saat notifikasi chat terdengar. Ia membuka aplikasi chat dan langsung kesal saat membaca sederet kalimat disana.

Cowok songong
G

ue di ekskul musik!
Awas kalo tanya apa maksudnya, peka sedikit!
(Jangan kek authornya yang nggak peka😋)
Nina menarik napas kesal. "Za..za, lo nyebelin tahu nggak!"
                    🍁🍁🍁

Nina menghentakkan kakinya kesal, ia pun duduk dikursi depan Arza duduk. Ia menatap Arza lekat-lekat. Tak bisa ia pungkiri Arza tampan, Ditambah rahang tegasnya itu, wanita bodoh mana yang tak menyukainya. Mungkin hanya ia saja dan ia tergolong kedalam wanita bodoh itu.
Ia menyilangkan sebelah kaki.  Arza menatapnya, lebih fokus lagi pada sepatu Nina.
"Pamerin aja terus, sombong banget!" Gerutunya.
Nina spontan menurunkan kakinya. Detik berikutnya Nina tersenyum dan kembali menyilangkan kaki. Arza yang sedang berkutik dengan handphone-nya pun langsung menatap lagi.
"Ya iyah lah,  sepatu baru. Dibeli sama orang yang spesial lagi." Jawabnya menahan senyum
Arza berdecik "orang spesial tapi harganya nggak spesial, sepatu murah kayak gitu mah sama orang-orang yang produksinya aja gue bisa beli" Seperti biasa dan dugaan Nina, Arza selalu membalas setiap perkataan orang dengan angkuhnya.

Nina menautkan alis "lo kenapa sih?" Kesalnya,  Nina bangun dari duduk dan duduk disamping Arza.
Arza menatap heran.
"Lo ngapain dekat-dekat gue?" Nge-jauh nggak bisa-bisa gue ketularan miskinnya lo lagi!" Sungutnya, Tapi Nina tak peduli, ia justru memamerkan senyum manisnya.  Arza semakin heran "lo ngapain senyum-senyum kek gitu, nggak butuh gue!" Teriaknya.
Nina berdecik "Za.. Lo...," Menggantungkan perkataannya, "lo cemburu, ya?" Goda Nina.
Arza langsung membulatkan matanya sempurna, berdiri dan langsung tertawa,  setelah itu kembali duduk.
"Gue nggak cemburu, hanya aja gue nggak rido lihat lu senang,  paham!" Jawab arza penuh penekanan.

                    🍁🍁🍁

TBC

See you next capter

Zines_21

Haughty Boy | Oh SehunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang