FS 7. Twilight In Maradi
🍁🍁🍁
Just because you can't see the air,
Doesn't mean you stop breathing.
Just because you can't see Allah,
Doesn't mean you stop believing.
--Anonimous.Malam ini menjadi malam pertama untuk semua orang yang terlibat dalam program kemanusiaan yang dilakukan oleh Ghazanfar Foundation di Maradi. Beberapa staf lapangan memilih untuk tinggal di rumah penduduk sedangkan founder dan beberapa direksi yang terlibat menetap di salah satu hotel yang ada di kota itu.
Tak hanya untuk semua orang, tapi itu juga akan menjadi malam yang tak akan terlupakan bagi seorang Rayden Alrescha Ravindra. Karena untuk pertama kalinya, after eleven years he doesn't meet the girl who he's waiting for, akhirnya takdir Allah-lah yang berkata. Rayden menatap bocah kecil dalam pelukannya saat ini. Fabian Khasava –putra kecil dari perempuan yang ia cintai, sudah terlelap dalam rengkuhan hangat pria itu. Dalam diam, Shanum turut bersyukur karena Rayden tak merasa keberatan sama sekali. Bahkan ketika Bian ingin makan tadi sore pun, pria itu yang menyuapi. Fabian benar-benar tak ingin jauh dari Rayden sejak pria itu menawarkan mengajaknya bermain siang tadi.
"Sudah makan?" tanya Shanum ketika melihat Rayden tertawa kecil pada tingkah Bian yang sedang mengejar Fayyaz, Fatih dan Mars yang berlari meninggalkan bocah itu. Rayden menggeleng saja menjawabnya.
Mereka kembali menatap senja yang kini sudah mulai kembali ke peraduan dengan indahnya. Kemuning yang khas, dengan semilir angin yang menerpa, menghadirkan cahaya keemasan yang kemilau di atas bukit gersang di hadapan mereka. Niger memang negara yang dikitari oleh gurun pasir yang menawan, dengan iklim sub tropis yang bertahta di sana.
Shanum ikut duduk di bangku yang disediakan, ikut tertawa menatap Bian yang cemberut kesal karena tak bisa mengejar tiga remaja yang kini juga gemas akan tingkah putranya. Rayden menatap senyum perempuan itu dengan lekat dan seolah tanpa sadar, Shanum memperlihatkan segalanya.
"Shanum ... kamu sudah ...," gadis itu sedikit berjengkit ketika suara Zaid terdengar, tubuh mungilnya sedikit bergetar membuat pria lebih tua dari Rayden itu mengangkat tangannya seolah mengerti.
Langit pun menepuk pundak Zaid bermaksud meminta pria itu menjauhi mereka. Hingga akhirnya Aisyah yang bergantian bertanya apakah gadis itu sudah makan atau belum. Yang dijawab Shanum dengan anggukan saja.
What happens to you, Sha?
Rayden mengusap dahinya mencoba untuk menenangkan diri agar tidak terlalu memaksa Shanum. Dirinya tahu ada yang tidak beres dengan kondisi psikologi gadis itu. Dan mencoba memaksa Shanum menjelaskan saat ini tentu bukanlah hal yang baik menurutnya. Rayden tak ingin lebih banyak memberikan beban di pundak mungil itu.
"Yayah ...," suara Bian membuat Rayden menoleh dan merentangkan tangannya ketika putra kecil Shanum itu mencebik.
"Kenapa Bi?" tanya Rayden sambil mengusap peluh yang menetes di dahi Bian.
"Kak Yas, Kak Tih ma Kak Mas, (Kak Fayyaz, Kak Fatih sama Kak Mars)" tunjuknya pada tiga remaja laki-laki yang sedang tertawa tak jauh dari mereka itu sebal.
"Kakak-kakaknya kenapa Bi?"
"Nialin Bi (Ninggalin Bi)."
"Kenapa Bi ditinggalin? Bi gak bisa ngejar ya?" canda Rayden sambil menggelitik pinggang bocah itu membuat Fabian kembali tertawa. Sebuah tawa yang menyentak Shanum sehingga gadis itu kembali menoleh menatap keduanya. Seolah baru tersadar dan kembali dari pandangan lain yang tak nyata.
KAMU SEDANG MEMBACA
For Rayden ✔️
Spiritual[Completed] (FOR RAYDEN & FOR SHANUM ditulis di dalam satu work yang sama. Silakan baca dengan teliti setiap judul part). BOOK I : FOR RAYDEN "You are my savior" Kisah yang tak sempurna, dari sosok tak sempurna, untuk cinta yang sempurna. #StopBully...