Semakin lama, intensitas komunikasi kami agaknya semakin berkurang.
Bukan berkurang, sih. Hanya mungkin, aku tak pernah memiliki waktu untuk Rinna.
Aku agak sedih karena akhir-akhir ini. Ia tidak lagi menampakkan presensinya untuk menyambut kepulanganku. Tentunya, ia takkan pernah lupa untuk menyiapkan makan malam. Yang walau pada akhirnya tak sedikitpun ku cecap.
...
Karena rasa tak nyaman amat mencekik batin terdalamku. Ditengah jam makan siang. Aku menyempatkan datang ke Rumah Sakit tempatnya bekerja. Menyambanginya sambil membawa sebuket bunga dan kue ikan kesukaannya.
Selepas bertanya kepada resepsionis tentang di mana keberadaan ruangannya. Aku mengetahui bahwa, ia ditempatkan satu ruang dengan dokter Hematologi lain. Yang sialnya adalah pria.
Ketika aku membuka ruangan itu tanpa mengetuk terlebih dahulu. Aku terkesiap. Karena pada saat itu, Rinna tengah dibopong ke atas sofa di ruangan itu oleh dokter kurang ajar yang kalau tidak salah bernama Kim Seokjin.
Aku begitu kecewa. Usahaku untuk mencuri waktu dengan amat sulit malah dibalas dengan hal memuakkan seperti itu. Lantas, aku melemparkan barang yang kj bawa tepat di hadapan Rinna. Ia terkejut sambil mengalihkan pandangan kepadaku.
Aku segera meninggalkan ruang itu dengan kekecewaan beserta amarah menggebu.
Tanpa sengaja, tadi aku menatap wajah dan sebagian tubuh Rinna. Mengapa pandangan mata Rinna begitu sayu dan kulit pualamnya kian memutih hingga menjadi sangat pucat?
Aku masih tidak dapat menghilangkan rasa sakit hatiku pada Rinna. Hingga aku memutuskan tidak akan pulang dalam beberapa hari kedepan.
Entah apa yang terpikirkan dalam otakku.
Aku sangat ingin sekali menunjukkan padanya bahwa, aku juga bisa melakukan hal sama.
Jadi, aku melakukan publikasi hubungan pada seluruh media yang notabennya ingin berebut berita yang baru dan panas.
Aku mengakui bahwa, aku sudah menjadi kekasih dari salah satu artis yang lagunya ku produseri.
...
Saat aku kembali pulang ke rumah. Rinna menyambutku. Pun dengaj senyum yang sangat manis.
Aku hanya melengos. Lalu mengabaikan dirinya. Kemudian ia bergerak mengikuti langkahku.
"Sunbae, aku punya sesuatu yang harus ku beritahukan padamu."
Akupun menghentikan langkah.
"Aku lelah dan sedang tak ingin berbicara, Rin. Aku mau tidur."
Aku merasakan sebuah rengkuhan yang melingkari perutku. Ia memelukku dari belakang.
"Terserah, sunbae. Tapi, tidak bisakah kita makan malam bersama. Hanya malam ini. Ku mohon malam ini saja."
"Sumpah, Rin. Aku sedang tak ingin berdebat untuk apapun. Tinggal buang saja makanannya apa susahnya, sih? "
Dengan paksa aku melepas pelukannya. Memasuki kamar dengan menimbulkan debum pintu keras.
Meninggalkan sendiri dalam lirihnya tangis.
TBC