IV. DEFECTS

38 8 0
                                    

"Sebuah kesempurnaan bukan keharusan. Tidak sempurna dan menjadi cacat untuk sempurna adalah keharusan yang sebenarnya."
---o0o---

Bukan hal tabu bagi Rose ketika jarinya tertusuk atau terluka oleh duri mawar ketika sedang menyentuh bunga indah namun berduri itu.

Ia mengambil kotak P3k didalam lemari dekat dengan susunan bunga anggrek untuk membersihkan luka dijarinya karena bagi mahasiswa keperawatan ini bukanlah hal yang sepele, bisa saja jika tidak segera dibersihkan dan diobati akan terkena infeksi.

Setelah membersikan luka itu ia merapihkan kembali kotak putih itu dan menaruh kembali dilemari semula. Ia mendudukan tubuhnya dikursi sambil menatap setangkai bunga mawar merah yang ia masukan tubuh tangkainya kedalam pot berisi air.

Rose tersenyum kecil, ketika ia menyentuh kelopak mawar yang Kenan berikan sore tadi lalu ia menyimpan dimeja yang ia biasa dijadikan tempat belajarnya saat ponselnya berdering, ia mengambil ponsel itu dan menempelkan ditelinga kanannya.

"Hallo?" ujar Rose lemah.

"Hallo Ros," Rose tersenyum mendengar suara disebrang lelfon.

Ia menyenderkan punggungnya dikursi sambil menatap jalanan yang masih ramai oleh pengendara entah itu pengendara beroda dua maupun empat.

"Kenan?"

"Iya. Ini aku."

Rose terdiam saat disebrang telfon Kenan bertanya, "sedang apa?"

"Menurut kamu?"

"Merindukanku," balasnya pede membuat Rose mengulum senyum.

"Terlalu pede." ejek Rose yang mana membuat Kenan tergelak.

"Pede itu nama belakang aku," Rose ikut tertawa mendengar jawaban Kenan.

Sesaat Rose diam mendengar suara dalam itu mengalun ditelinganya, "kamu nggak nanya?"

"Nanya apa?" tanyanya bingung sambil menggaruk pelipisnya. Sepertinya ia salah fokus dengan suara dalam itu.

"Nanya lagi apa gitu?!"

Rose mengulum senyum, lalu ia menjawab. "Tanpa aku tanya juga udah tau jawabannya."

"Emang lagi apa?"

"Lagi nafaskan?" ujar Rose yang dibalas kekehan Kenan.

"Itu salah satunya."

"Emang kamu lagi apa?" tanya Rose pasrah.

"Nanya juga akhirnya."

"Kan kamu yang suruh tadi."

"Masa sih?"

Rose berdecak sebal, "masih muda kok udah pikun."

"Bukan pikun tapi lupa." jawab alibinya.

"Sama aja!"

"Beda lah. Kalo pikun itu emang bener-bener lupa kalo lupa itu nggak inget cuma sesaat."

"Baru denger definisi kayak gitu."

"Iyalah kan aku yang buat." jawaban Kenan membuat Rose memutar bola matanya. Dan sekali lagi Rose mengulum senyumnya.

"Lagian aku lupanya juga gara-gara siapa coba?"

"Sama siapa?"

"Sama suara kamu," Rose mengerukan keningnya, lalu merasa tidak terima Rose berujar, "kok jadi salahin suara aku."

"Iyalah. Abisnya suara kamu enak didenger jadi lupa semua deh."

"Kamu lagi gombal?"

"Menurut kamu?"

Sambil menjawab Rose tersenyum, "iya. Tapi receh."

"Yahh dikatain receh. Tapi nggak pa-apa nanti juga kalo dikumpulin jadi enggak receh lagi."

"Apasih. Absurd dehh."

---o0o---

Rose menaruh ponselnya dimeja kayu jati itu, setelah beberapa saat lalu mengobrol dengan Kenan yang absrud dan anehnya Rose selalu meladeni Kenan.

Ia mengulum senyum dan menyenderkan punggungnya dikursi. Menyadari sesuatu telah masuk kedalam hatinya yang gelap tanpa persetujuannya membuat perutnya seperti ada kupu-kupu. Menggelikan tetapi menyenangkan.

Rose menatap kearah pintu ketika merasakan seseorang masuk kedalam rumah kacanya tanpa izin atau ucapan salam.

Anak kecil pasti juga tahu bahwa toko ini sudah tutup karena dipintu sudah ada tulisan 'Tutup'. Dan kenapa orang itu bisa masuk karena sekali lagi Rose merutuki kebodohannya karena belum mengunci pintunya.

Akan tetapi Rose menahan nafas ketika tahu siapa yang masuk tanpa izin itu, "ayah..."

Ayahnya Mahardika, yang menatap rumah kaca itu kini beralih menatap anaknya dengan tatapan malas hal yang biasa Rose terima dari tatapan ayahnya itu.

Seketika Rose berdiri sambil meremas ujung bajunya, "ayah..."cicitnya.

Maha mendekat membuat Rose mundur selangkah saat mendapati aroma ditubuh ayahnya yang dihafalnya. Aroma rokok dan alkohol.

"Berikan ayah uang." ujarnya ketus.

"Ayah aku---"

"Cepat. Ayah nggak punya banyak waktu buat denger ocehan kamu."

Rose menelan ludahnya susah payah lalu ia mengambil uang lima lembar berwarna biru diloker dan memberikan uang itu kepada ayahnya.

"Cuma segini?" protes ayahnya.

"I-iya yah. Hanya itu yang aku punya."

"Jangan bohong kamu!" ujarnya penuh selidik membuat hati Rose seperti terlempar kejurang. Jika mendapatkan tatapan malas dari ayahnya itu sudah biasa tapi ketika mendapatkan tatapan ketidakpercayaan ayahnya entah kenapa hati Rose selalu menceleos padahal itu sudah biasa.

Rose menggeleng samar, "aku nggak bohong."

Maha mendengus keras lalu berjalan keluar rumah kaca itu yang sebelumnya memperingati Rose dengan kata-katanya. "Awas aja kalo bohong!"

Lalu Rose menghela nafas lega dan menjatuhkan tubuhnya dikursi dengan kasar.

---o0o---
Hmmm kira-kira kenapa ya??
Dan sampai jumpa di part betikutnyaaaa...

Sampai disini adakah yang sudah jatuh cinta sama mereka? :)

25-11-2018
---o0o---

Beautiful (Defects)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang